Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

metrojaya86Avatar border
TS
metrojaya86
Kapolri: Densus Tak Ganggu KPK
Kapolri: Densus Tak Ganggu KPK
Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian memastikan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi Polri tak akan mengganggu dan justru akan saling mengisi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Detasemen itu juga tidak akan mengganggu kerja Polri lainnya.

Sebagai institusi, menurut Tito, KPK punya kelebihan, yaitu sulit diintervensi. Ini karena unsur pimpinan KPK dipilih oleh DPR dan bekerja secara kolektif kolegial, punya sistem penggajian dan kesejahteraan yang bagus, serta sistem anggaran at cost (sesuai kebutuhan).

Namun, personel KPK hanya sekitar 1.000 orang dan korupsi di Indonesia merupakan rimba belantara. Sementara untuk menambah personel KPK hingga menjadi 5.000 atau 10.000 orang butuh anggaran tidak sedikit. ”Saya berpikir efisien, mengapa polisi tak digunakan?” kata Tito kepada Kompas di Jakarta, Jumat (20/10).

Tito menjelaskan, Polri punya sekitar 440.000 personel yang terdidik dan terlatih di bidang hukum. Dengan demikian, jika ingin 3.000 di antaranya akan direkrut untuk Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri, hal itu bisa langsung dilakukan dan tanpa mengeluarkan banyak biaya.

Kehadiran Densus Tipikor ini juga tidak akan mengganggu tugas lain Polri. Tito mengatakan, Polri punya berbagai tim, misalnya untuk menangani terorisme, konflik sosial, kasus narkoba, hingga kasus pangan dan siber.

Akhirnya, dengan kehadiran Densus Tipikor Polri, KPK dapat fokus pada kasus-kasus besar. ”KPK masih diperlukan untuk menangani kasus yang tidak bisa ditangani Polri dan Kejaksaan Agung,” ujar Tito.

Rapat kabinet

Wacana pembentukan Densus Tipikor Polri pernah muncul saat Jenderal (Pol) Sutarman menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai Kepala Polri pada Oktober 2013. Namun, wacana itu tidak ada kelanjutannya.

Setelah wacana itu kembali muncul dalam rapat kerja antara Kepala Polri dan Komisi III DPR pada 17 Juli lalu, menurut Tito, ide tersebut ia sampaikan dalam sidang kabinet paripurna pada Agustus. ”Presiden menjawab, silakan dibuat konsep dan dipaparkan dalam rapat terbatas,” ujar Tito.

Polri lalu membentuk kelompok kerja internal untuk mengkaji hal itu, termasuk dengan rincian anggarannya. Pada 25 September, Polri mengirim surat ke Sekretaris Kabinet Pramono Anung untuk memaparkan hasil kajian tentang Densus Tipikor tersebut dalam rapat kabinet terbatas. ”Saya mendengar informasi rapat akan dilaksanakan minggu depan,” kata Tito.

Jika ide Densus Tipikor disetujui, lanjut Tito, tahun depan sudah dapat dimulai. Terkait anggaran, dari rencana Rp 2,692 triliun, terbagi dalam anggaran yang urgen dan tak urgen. Yang urgen adalah anggaran untuk gaji dan biaya operasional Rp 1,1 triliun. Adapun Rp 1,5 triliun sisanya untuk membangun infrastruktur yang untuk sementara bisa memakai fasilitas yang ada. Jika yang disetujui hanya Rp 800 miliar, personel densus untuk sementara belum sebanyak 3.560 orang seperti rencana awal. ”Ini sambil kita melihat apakah densus ini mampu,” kata Tito

Namun, anggaran pembentukan Densus Tipikor itu belum pernah dibahas di panitia kerja pemerintah pusat yang terdiri atas perwakilan Badan Anggaran (Banggar) DPR dan Kementerian Keuangan. Ini karena konsep tentang Densus Tipikor masih prematur karena baru akan dipaparkan di rapat kabinet terbatas pekan depan. Sementara Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 juga akan disahkan di Rapat Paripurna DPR pada pekan depan.

Ketua Panitia Kerja Pemerintah Pusat RAPBN 2018 Said Abdullah mengatakan, wacana pembentukan Densus Tipikor di Komisi III DPR dan pemerintah harus diperjelas sebelum anggaran disetujui. ”Tidak bisa anggaran diselesaikan, sementara institusi itu masih menimbulkan pro dan kontra. Posisi Banggar, kami tidak akan bahas usulan Densus Tipikor itu. Bukan hanya kami tahan, saat ini anggaran untuk densus memang masih nol,” kata Said.

Said mengusulkan, jika pada akhirnya pembentukan Densus Tipikor disetujui tetapi RAPBN 2018 telanjur disahkan, Polri dapat mengajukan anggaran serupa di RAPBN 2019. ”Ini tidak mudah. Kalaupun pemerintah ada cadangan anggaran, pemerintah harus berhadapan dengan Banggar kalau mau memberi anggaran untuk densus,” katanya.

Secara terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur menyatakan belum menerima usulan struktur kelembagaan dan kepegawaian Densus Tipikor dari Polri. ”Secara internal harus dibereskan dulu, harus disetujui dulu kelembagaannya seperti apa oleh kepolisian dan kejaksaan. Setelah jelas, baru izin prakarsa pembentukan Densus Tipikor saya ajukan ke Presiden. Setelah izin keluar, baru bisa dilanjutkan seperti apa bentuk organisasinya, strukturnya, penggajiannya bagaimana, dan lainnya. Saya dalam posisi menunggu,” ujarnya.

Reformasi internal

Peneliti Centre for Strategic and International Studies Arya Fernandes melihat pembentukan Densus Tipikor merupakan salah satu upaya Polri mereformasi diri dan membuktikan kepedulian pada pemberantasan korupsi. ”Kepolisian di bawah Jenderal (Pol) Tito mulai melakukan modernisasi dan reformasi internal. Salah satunya dengan membangun persepsi baru di internal dan eksternal bahwa kepolisian juga konsen memberantas korupsi sekalipun masih ada kendala di internal. Kendala itu, misalnya, dengan masih banyaknya anggota polisi yang tersangkut persoalan hukum,” katanya.

Selain itu, persepsi masyarakat terhadap polisi juga belum baik. Dari berbagai hasil survei menunjukkan citra polisi belum sepenuhnya memuaskan masyarakat. ”Di tengah persepsi publik yang belum baik terhadap polisi, pembentukan Densus Tipikor ini mengalami tantangan eksternal. Di sisi lain, momentum usulan pembentukan Densus Tipikor ini hampir beriringan dengan penerapan hak angket DPR kepada KPK. Hal ini akan menjadi pertanyaan besar publik terkait usulan Densus Tipikor,” kata Arya.

Publik akan meragukan dan mempertanyakan urgensi pembentukan Densus Tipikor di tengah konteks politik di DPR dengan hak angket kepada KPK. ”Jika ingin membentuk Densus Tipikor, polisi harus benar-benar bisa meyakinkan publik bahwa ini sepenuhnya usaha internal polisi untuk meningkatkan komitmennya dalam memberantas korupsi, bukan untuk tujuan lain. Hal ini memang tidak mudah dan butuh waktu, tetapi idealnya momentumnya juga harus pas. Usulan pembentukan Densus Tipikor di tengah penerapan hak angket DPR kepada KPK sesungguhnya bukan momentum yang pas,” kata Arya.

Terkait hal itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak berpendapat, akan lebih baik jika Polri memperkuat satuan tipikor yang sudah ada di lembaga tersebut. ”Salah satu caranya dengan menarik anggota kepolisian di KPK untuk memperkuat satuan tipikor Polri yang sudah ada, bisa lebih efektif dan akseleratif dalam menangani kasus-kasus korupsi yang terjadi,” ujarnya. 

sumber
0
1.2K
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.