ayahteladanAvatar border
TS
ayahteladan
Jaminan Halal, Hak Konsumen Muslim dan Hilangnya Otoritas MUI
Sudah mafhum, bahwa Indonesia adalah salah satu Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Sehingga wajar, ketika melihat beberapa aturan kehidupan berbangsa dan bernegara maka akan ditemukan banyak sekali ajaran-ajaran Islam yang kemudian menjadi peraturan perundang-undangan dan aturan positif. Misalnya, Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mempunyai posisi penting bagi lembaga peradilan, pada pengadilan Agama diseluruh Indonesia dan dikhusunya bagi ummat muslim ketika bersengketa dalam hal sengketa perceraian.

Dan tentu masih banyak sekali kita temukan, betapa Negera ini memberikan porsi yang luar biasa, kepada ummat islam. misalnya, kementrian khusus yang membidangi urusan keagamaan. Yaitu kementerian Agama. Urusan Ibadah haji, urusan tempat ibadah, pendidikan dan sebagainya dalam urusan ummat Islam. Tidak terkecuali, bahkan telah diundangkan secara khusus soal jaminan produk halal dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, kemudian disingkat UU JPH.

Diketahui, UU ini disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014 oleh presiden Susilo Bambang Yudoyhono, setelah sebelumnya disetujui oleh DPR RI dalam rapat paripurna pada tanggal 25 September 2014. Itu artinya, Undang-undang ini telah berumur persis 3 tahun pada 17 Oktober 2017 nanti. Lalu bagaimanakah implikasinya, setelah aturan tentang halal-haram sebuah produk ini disahkan ditengah-tengah masyarakat Indonesia yang memang mayoritas muslim?

Sebelum aturan ini (baca : UU JPH) disahkan, yang mengambil peran untuk menentukan sebuah produk apakah halal ataukah tidak, selama ini adalah Majelis Ulama' Indonesia (MUI). MUI sebagai satu-satunya lembaga otoritatif untuk menyatakan apakah sebuah barang dan produk bernilai guna halal ataukah tidak. Sehingga pasca diundangkannya UU JPH akan merubah pola dan system sertifikasi produk halal haram.

Pasca diundangkannya UU JPH, hingga hari ini memang masih menyisakan banyak problem. Misalnya pada awal tahun 2017 yang lalu, UU JPH ini di Judisial Revew (JR) oleh salah satu warga, di Mahkamah Konstitusi. Hingga hari ini, penulis belum mendapatkan informasi, apakah Mahkamah Konstitusi sudah memberikan putusan ataukah masih belum. Tapi paling tidak, hal ini memberikan gambaran, bahwa UU JPH masih akan mengalami tantanganya dalam pelaksanaan dilapangan. Dimana, yang diharapkan oleh Pemerintah, pada 2019 semua produk telah tersertifikasi.

Dalam UU JPH pada pasal 64 juga disebutkan, bahwa paling lambat, tiga tahun sejak diundangkan telah dibentuk (wajib) Badan penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). BPJPH adalah badan yang diberikan tugas dan kewenangan untuk mengeluarkan sertifikat produk halal. Menggantikan peran yang selama ini dilakukan oleh MUI. Berdasarkan penelusuran yang saya lakukan, BPJPH baru terbentuk, beberapa bulan belakangan ini.

Sehingga jika kita mencari tahu, tentang badan yang berada dibawah kementerian Agama ini, anda akan menemukan banyak sekali kendala. Karena memang, Badan yang sangat istimewa ini, belum menyediakan website yang memadai, untuk tidak mengatakan belum dibuat samasekali. Disinilah terkesan, kementerian Agama belum menyiapkan dengan baik dan matang dalam masa transisi untuk menyiapkan badan penyelenggaran Jaminan Produk Halal sebagaimana yang diharapkan.

Diluar persoalan internal dan tantangan yang akan dihadapi oleh kementerian Agama, yang kedepan akan semakin kompeks berkaitan dengan Jaminan Produk halal. Saya mengusulkan agar kedepan posisi Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih diperjelas dan dipertegas. Artinya, hingga hari ini, status badan hukum MUI masih "misterius", meskipun dibeberapa Undang-undang termasuk UU JPH memang disebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) terbatas sebagai "wadah musyawarah para ulama, zuama' dan cendekiawan muslim" (Pasal 1 ayat 7).

Membincang badan hukum MUI, memang butuh ruang khusus dan focus. Tapi paling tidak, keberadaannya (MUI) dalam kaitan isu Jaminan Produk halal tentu relevan dan takbisa dikesampingkan. Mengingat, keberadaan MUI masih diakui dan bahkan masih diberikan ruang untuk memberikan rekomendasi halal ataukah tidak terhadap keberadaan sebuah produk/barang. Peran yang secara defacto,sebagai satu-satunya lembaga otoritas menentukan halal ataukah tidak sebuah produk. Saat ini, dengan berlakunya UU JPH, Tergantikan-untuk tidak mengatakan direbut secara konstitusional- oleh Badan Penyelenggara Jaminan Priduk Halal (BPJPH). Pertanyaanya, sejauh manakah kesiapan BPJPH?

Untuk menjawabnya, saya kira merupakan tugas dan tantangan berat bagi BPJPH sebagai lembaga yang terhitung sangat muda belia ini. Disinilah penting bagi BPJPH untuk menggandeng dan bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait baik swasta maupun negeri untuk memuluskan isu Jaminan Produk halal bagi konsumen dan warga masyarakat, khususnya yang beragama Islam.

Akhirnya, Secara pribadi, yang kebetulan seorang muslim tentu menyambut baik regulasi jaminan produk halal oleh negara, dan mengucapkan selamat bekerja kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Karena dengan begitu, hak kami selaku konsumen muslim, dan tentunya secara umum masyarakat yang beragama muslim akan relative mendapatkan kepastian secara hukum dalam mendapatkan produk/barang dipasaran untuk dikonsumsi sesuai tuntunan agama yang kami yakini, yaitu harus halal, baik dan tidak berbahaya untuk kesehatan tentunya. Mengingat betapa warga masyarakat Indonesia merupakan Konsumen dengan jumlah yang luar biasa besar.
0
960
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.