Setelah beberapa waktu lalu sempat heboh telur palsu yang terbuat dari plastik, kini masyarakat kembali dikejutkan dengan kasus serupa. Bedanya, kali ini kasusnya adalah telur ayam kampung palsu.

Ya, jika kamu belakangan ini pernah membeli ayam kampung, ada kemungkinan telur yang kamu beli ialah palsu. Faktanya, 90 persen telur ayam kampung di pasaran ternyata palsu.
Seperti dikutip dari Kompas, Ketua Umum Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade M. Zulkarnain mengatakan bahwa banyak peternak yang memproduksi telur ayam brakel atau telur ayam Arab dan menjualnya sebagai telur ayam kampung.

"Sembilan puluh persen telur yang diproduksi dan menggunakan label ayam kampung itu justru bukan ayam kampung. Jadi, ada kebohongan publik. Jadi, telur itu berasal dari ayam Arab atau ayam brakel asal Belgia," tutur Ade pada Minggu (27/8).

Fakta ini tentu sangat mengejutkan. Coba kamu bayangkan, dari seluruh telur ayam kampung yang ada di pasaran, hanya 10 persen yang asli. Selebihnya, palsu.
Hal ini tentu menimbulkan kerugian kepada konsumen. Masyarakat selama ini dibohongi dengan telur ayam kampung palsu yang marak beredar di pasaran.

Anehnya, setelah ditelusuri lebih jauh, fakta ini sebenarnya sudah terungkap sejak 2013. Saat itu, Ketua Himpuli, yang juga dijabat oleh Ade M Zulkarnain, mengungkapkan hal yang sama.
Seperti dikutip dari Liputan6, 4 tahun lalu ia pernah mengatakan bahwa 90 persen telur ayam kampung yang dijual di pasaran ternyata telur Arab. Menurutnya banyak telur berlabel ayam kampung yang dijual, tetapi bersumber dari jenis ayam Arab. Artinya, telur itu bukan berasal dari ayam kampung asli ras Indonesia.

Dia menyebutkan ayam Arab sebenarnya adalah ayam petelur dari Belgia yang dikenal dengan nama brakel kriel. Bibit ayam ini awalnya masuk ke Indonesia karena banyak dibawa para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Arab. Lalu, ayam Belgia ini dikembangbiakkan di Tanah Air.

Setelah melalui proses perkimpoian, jenis ayam ini mulai dikenal masyarakat dan lama-lama dipanggil dengan nama ayam Arab. Dia mengakui sudah cukup lama ayam Arab ini disebut sebagai ayam lokal pendatang, tetapi tetap bukan ayam lokal asli.

Minimnya pasokan telur ayam kampung di tengah permintaan yang tinggi menjadi peluang pasar bagi telur dari ayam jenis lain, seperti ayam Arab. Maklum, bentuk telur ayam Arab hampir sama dengan ayam kampung. Warnanya pun sama-sama putih. Bahkan, ukuran telurnya juga hampir sama. Perbedaannya terletak pada kuning telurnya.

Sekarang coba kamu pikirkan, kasus ini sebenarnya sudah ada dari empat tahun yang lalu. Namun, kenapa sampai sekarang kasus yang sama masih saja terjadi?

Telur ayam kampung palsu masih marak beredar di pasaran. Selama empat tahun itu juga masyarakat tanpa sadar telah tertipu dengan telur ayam kampung abal-abal.

Jika tidak ada penanganan, bukan tak mungkin 4 tahun ke depan kita bakal menemukan kasus yang sama lagi, 90 persen telur ayam kampung di pasar ternyata palsu.

Jika begitu, akankah masyarakat terus dibohongi dengan telur ayam palsu ini? Di satu sisi, para peternak ayam Arab mestinya jujur mengatakan kalau telurnya yang dijualnya adalah telur Arab, bukan telur ayam kampung.
Namun, di sisi lain, pemerintah mestinya turun tangan mengatasi hal ini. Sebagai regulator, pemerintah mestinya bersikap tegas menindak pemalsu telur ayam kampung ini.

Kita tentu tak ingin mendengar kasus yang sama kembali ditemukan di tahun-tahun mendatang. Cukup sampai di sini saja masyarakat tertipu dengan telur ayam kampung palsu.

Menurut Capingers, siapa yang mesti bertanggung jawab dalam kasus ini?

Sumber: Caping App