"maukah kau menjadi istriku?"

Semua orang di ruangan itu berdebar menanti jawaban yang akan keluar dari mulut wanita yang ada di hadapan Neil.

"Sejujurnya, aku bersedia menjadi istrimu. Tapi aku tak cinta padamu,Neil !"

Benar benar jawaban yang tak terduga,aneh.Bersedia menjadi istri tapi tak mencinta !? Tapi lebih aneh lagi ekspresi Neil. Ya bahagia,tersenyum lepas.

"Orang sepertiku mana boleh terlalu banyak mengharap. Aku akan membahagiakanmu, mencukupi segala kebutuhanmu. Aku ingin seperti matahari yang menyinari bumi,aku ingin memberimu kebahagiaan padamu tanpa mengharap apa kau cinta kepadaku atau tidak. Karena Cinta sifatnya memberi bukan meminta. Jika aku memintamu mencintaiku maka aku sama saja mencintaiku diriku sendiri"

"Bagaimana kalau aku meninggalkanmu ?"

Luar biasa ! Baru saja menerima lamaran tapi sudah bertanya demikian.

"Aku percaya kau takkan meninggalkanku tanpa sebab. Tak usah kau tinggalkan, kau minta pun aku akan pergi dengan sendirinya"

"Bagaimana kalau aku mati?"

"Aku akan ikut mati ! Aku tak ingin kau kesepian di dunia sana"

Apakah ini lelucon? Mungkin itu pertanyaan di benak mereka yang menyaksikannya. Tapi tidak seorang pria berusia 58 tahun yang wajahnya menyerupai Neil.

"Ha-ha-ha-ha ! Kau dengar itu, di dunia ini apa ada pecinta yang seperti itu selain Neil? Kalau kau menolak anakku kau akan merasa kehilangan. Ha-ha-ha"

Kembali ayah Neil tertawa tapi dengan wibawa dan kebanggaan.

Dari sebuah lamaran atau pernikahan tentunya ada sebuah kisah yang menarik dibaliknya. Semoga kisah yang akan saya hadirkan ini dapat menghibur serta memberi sedikit pelajaran bagi pembacanya.Nah, untuk itu kita tinggalkan dulu ruangan dan lamaran aneh yang di ajukan Neil tadi.

----------------------------------------

Langit masih tampak gelap, panggilan Tuhan di pagi hari belum berkumandang. Rasanya masih terlalu pagi,bahkan untuk para pedagang sayur yang akan pergi ke pasar. Tapi tidak untuk Neil.

Ia telah memanasi Kuro. Ya,Kuro merupakan sebuah motor berwarna hitam ber cc 250. Motor ini adalah hasil dari jerih payahnya pada tahun pertama setelah mendirikan perusahaan. Maka meski Neil memiliki mobil, bahkan tergolong mobil mewah 2 pintu yang banyak di inginkan kaum muda namun Neil tetap memilih menunggangi Kuro. Ia meninggalkan rumahnya, tak terlalu besar tapi tampak mencolok. 2 lantai tanpa pagar di sudut komplek dan di depannya terdapat pohon Crytomeria yang tingginya 3/4 dari bangunan rumah serta ada Lavender yang tampak terawat.

Kenapa pengusaha muda ini bepergian di pagi buta? Apalagi dengan menunggangi Kuro mengingat saat ini musim kemarau yang berarti suhu di pagi hari sangat dingin meski telah terlindungi dengan jaket outdoor. Aneh, tapi belum seberapa aneh kalo belum mengetahui tujuannya. Gunung ! Neil menuju gunung jam 3 pagi ! Gila,gila,gila......
Tapi ini merupakan hal yang menyenangkan bagi Neil, jalanan sepi. Ia memacu Kuro di jalanan gunung yang berkelok kelok.

"Hei Kuro bisakah kau lebih cepat !?"

Katanya sambil menepuk nepuk tangki kendaraannya seolah mengajak motor itu berkomunikasi. Ia seperti menanti jawaban, kemudian menarik gas nya secara tiba tiba. Meski di jalan dengan belokan hampir seperti huruf U, tapi Neil tetap berada di 60 km/h. Sebenarnya pengusaha ataukah pembalap?

Garis finis yang pertama adalah pos titik awal pendakian ke puncak gunung itu. Ia akan berhenti di sebuah rumah lalu menitipkan Kuro di rumah itu.

"Bu,titip motor seperti biasa"

"Sampai jam 5 ?"
Kata wanita paruh baya yang tampak ramah itu.

"Setengah 5 mungkin, kurasa hari ini matahari terbit lebih awal"

"Minumlah teh terlebih dahulu agar badanmu lebih hangat"
Di berikannya sebuah cangkir teh yang tampak tua namun terawat.

"Ah terima kasih Bu"
Neil menerima dan langsung menghabiskan teh hangat itu.

Neil kemari hanya untuk melihat melihat matahari terbit maka ia mendaki hanya sampai batas kebun penduduk dan taman nasional yang hanya memakan waktu 15 menit dari rumah itu. Baginya ini memberi inspirasi,ketenangan dan juga membuatnya bisa menganggap segala sesuatu yang terjadi dalam hidup adalah hal yang wajar.