Refleksi Kemerdekaan, Atlet Berprestasi Indonesia Ini Hidup Sengsara di Hari Tua
TS
yukepodotcom
Refleksi Kemerdekaan, Atlet Berprestasi Indonesia Ini Hidup Sengsara di Hari Tua
WELCOME TO YUKEPO OFFICIAL THREAD
Tidak terasa kini Indonesia memasuki usia kemerdekaannya yang ke-72 tahun. Tentu saja 72 tahun bukan usia yang muda lagi. Kalau diibaratkan manusia, usia 72 tahun sudah tergolong manula atau manusia lanjut usia. Dengan usia ini, tentu saja kemajuan di Indonesia sudah bisa dirasakan bersama. Namun ternyata, masih banyak juga yang masih belum bisa merasakan kemerdekaan secara paripurna. Contohnya saja para mantan atlet Indonesia yang hidup sengsara di masa tua. Para atlet tersebut dulu dipuja di masa muda, namun sengsara di masa tua. Siapa saja mereka? Yuk, langsung aja kita kepoin!
Spoiler for 1. Rachman Kili-Kili:
Penggemar dunia tinju di Indonesia pastinya familiar sekali dengan petinju yang bernama Rachman Kili-Kili. Atlet yang pernah beberapa kali mengharumkan nama besar Indonesia melalui kepalan tangannya ini harus mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri karena hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak memiliki pekerjaan.
Di masa kejayaannya, Rachman sudah banyak memeroleh penghargaan di dunia tinju profesional, baik di dalam maupun luar negeri. Hal yang lebih membanggakan lagi, ia pernah menjuarai Kelas Bulu Federasi Tinju Internasional (IBF). Namun, kejayaan rupanya tak menyertai Rachman di hari tua. Setelah menggantung sarung tinju, ia malah tak dapat menikmati hasil jerih payah dan prestasinya. Ia kesulitan mendapatkan pekerjaan hingga harus berdamai dengan himpitan ekonomi.
Spoiler for 2. Denny Thios:
Nama Denny Thios di era 80 hingga 90-an memang sangat bersinar dalam dunia angkat berat. Denny tidak hanya berprestasi di dalam negeri, namun ia juga pernah berpartisipasi dalam kejuaraan angkat besi tingkat internasional. Ia juga berhasil menyabet medali perak dalam ajang PON XII, memeroleh medali emasi di kejuaraan angkat berat kelas Asia, beberapa medali dari kejuaraan di Inggris, Belanda, dan Swedia hingga pernah memecahkan rekor dunia sebanyak tiga kali.
Di masa tuanya, gemerlap prestasi yang dicapainya di masa muda rupanya sirna begitu saja dan hanya meninggalkan berbagai piagam serta medali untuk dikenang. Demi mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan juga menopang kehidupan keluarga, Denny Thios harus rela meninggalkan segala bentuk medalinya demi menjadi tukang las yang tidak bisa dipastikan berapa banyak penghasilannya dalam sebulan.
Spoiler for 3. Marina Segedi:
Marina Segedi pernah menorehkan namanya sebagai atlet pencak silat Indonesia. Tak hanya sembarangan menorehkan nama, beliau mampu mengharumkan nama Indonesia dalam ajang kejuaraan ASEAN Pencak Silat pada tahun 1983 di Singapura. Masih banyak lagi kejuaraan yang pernah dijalaninya.
Senasib dengan dua mantan atlet lainnya, kejayaan di dunia pencak silat memang tidak bisa menghidupinya sepanjang hayat. Setelah pensiun dari atlet, hidupnya kini jauh dari kata nyaman. Hidup serba pas-pasan dan menumpang di rumah orang tua harus rela dijalani Marina. Demi menghidupi anak-anaknya, Marina kini bekerja sebagai seorang sopir taksi.
Spoiler for 4. Ramang:
Setali tiga uang dengan nasib para mantan atlet lainnya. Ramang yang merupakan mantan pemain timnas Sepak Bola Indonesia dan mantan pemain PSM Makassar yang dulunya masih bernama Makassar Voetbal Bond (MVB) harus rela hidup memperihatinkan. Setelah pensiun dari dunia sepak bola, ia melakoni pekerjaan apa pun demi menyambung hidupnya. Mulai dari bekerja sebagai kenek truk hingga tukang becak pun pernah ia lakoni. Bahkan di hari tuanya, Ramang yang tidak memiliki rumah sendiri harus menumpang di rumah kawannya yang kecil dan sempit.
Di masa keemasannya, Ramang memang menjadi pemain favorit, baik di klub MVB maupun di timnas. Dari kaki emasnya pernah tercetak sebanyak 19 gol dari total 25 gol yang dibuat oleh timnas ke jala gawang beberapa negara Asia. Selain itu, ia juga pernah menyumbang satu gol spektakuler saat PSSI menekuk RRC dengan skor 2-0 pada Kejuaraan Dunia di Swedia tahun 1958. Pemain legendaris ini tutup usia pada tahun 1987 karena penyakit paru-paru basah. Sampai ia menutup mata, penghargaan yang diberikan untuknya hanyalah sebuah patung sederhana di pintu utara Lapangan Karebosi.
Spoiler for 5. Tati Soemirah:
Nama Tati Soemirah memang tidak terkenal dibandingkan dengan nama Susi Susanti dan Mia Audina. Nyatanya, Tati Soemirah merupakan penentu kemenangan yang mengantarkan Indonesia sebagai juara Uber Cup pertama kalinya di tahun 1975. Setelah pensiun dari dunia bulu tangkis di tahun 1982, ia sempat bekerja sebagai pelatih bulu tangkis di bilangan Pekayon, Bekasi, hingga berhasil menjadi salah satu pegawai di salah satu perusahaan minyak pelumas. Namun, sebelum bekerja di tempat tersebut, Tati pernah menjual motor vespa hasil perjuangannya di dunia bulu tangkis hingga bekerja sebagai kasir di sebuah apotek. Tetap saja, hidupnya jauh dari ungkapan kaya raya.
Nah, itulah tadi segelintir kisah para mantan atlet yang harus berdamai dengan susahnya kehidupan di masa tua. Apresiasi diharapkan tidak hanya dari kalangan pemegang kendali negara, namun juga masyarakat luas pada umumnya. Banyaknya prestasi yang sudah mereka torehkan untuk Indonesia harusnya mendapat apresiasi yang lebih besar dari pemerintah. Semoga para atlet muda Indonesia tidak mendapatkan pengalaman yang sama seperti mereka. Semangat selalu, pahlawanku.