- Beranda
- The Lounge
Ini Gan, Kota-Kota Di China Yang Ada Etnis Yahudinya
...
TS
rwu777
Ini Gan, Kota-Kota Di China Yang Ada Etnis Yahudinya
Quote:
Sejarah imigrasi Yahudi di China telah berusia berabad-abad. Bahkan sejarawan pun tidak bisa yakin dengan tepat kapan orang Yahudi pertama kali menginjakkan kaki di China, sebuah pertanyaan dalam sejarah yang sering dijawab hanya dengan kombinasi dugaan dan mitologi Yahudi.
Kesamaan ditemukan dalam kalender Alkitabiah Yahudi dan kalender tradisional China; yang memakai acuan lunar-solar. Kedua kalender ini adalah satu-satunya kalender yang benar menurut kitab Kejadian 1:14 (kitab Yahudi dan kitab perjanjian lama Kristiani).
Apakah China telah dikenal oleh para penulis Yahudi di jaman Alkitab juga masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan. Sebagian besar komentator Alkitab mengidentifikasinya dengan "tanah Sinim", dari mana anak-anak Israel yang terpencar ke seluruh penjuru bumi akan kembali ke tanah mereka.
Yesaya 49:12 (Isaiah prk 49 pasuk 12): Lihat, ada orang yang datang dari jauh, ada dari utara dan dari barat, dan ada dari tanah Sinim (הִנה-אֵלה, מֵרָחוֹק יָבֹאוּ; וְהִנה-אֵלה מִצפוֹן וּמִים, וְאֵלה מֵאֶרֶץ סִינִים). Dalam bahasa Ibrani modern "Sin" ( סין ) mengacu kepada China.
Catatan paling awal menunjuk pedagang Yahudi dari Asia Tengah yang melakukan perjalanan ke "Middle Kingdom" China di sepanjang Jalur Sutra yang legendaris. Dokumen perdagangan kuno dalam bahasa Ibrani telah ditemukan sejak 400 M. Catatan ini menandai awal dari banyak sejarah kehadiran Judaisme di dalam sejarah China.
Berikut adalah kota-kota di China yang paling banyak menyimpan sejarah Yahudi:
Quote:
Shanghai
Shanghai di tahun 30-an.
Kota pelabuhan ini adalah rumah bagi lebih dari 25.000 orang Yahudi Eropa yang kabur meninggalkan kamp konsentrasi Nazi Jerman selama Perang Dunia II. Sinagoga Ohel Moshe, Shanghai, pernah menjadi pusat komunitas Yahudi Shanghai.
Hari ini sinagoga tersebut telah diubah menjadi museum dengan dokumen, foto, film, dan barang-barang pribadi yang disumbangkan oleh komunitas Yahudi setempat yang dipajang.
Sebagian besar pengungsi Yahudi asal Jerman dan Austria yang datang ke Shanghai pada akhir tahun 30-an dan awal 40-an bergabung dengan ribuan pengungsi Yahudi lainnya yang telah menjadikan China kala itu rumah mereka, baik sebagai pedagang atau untuk melarikan diri dari penganiayaan anti Yahudi di Eropa.
Kehidupan mereka di Shanghai ditandai oleh ketegangan dan kesulitan politik yang dialami China kala itu, namun masyarakat China menyambut baik para pengungsi Yahudi tersebut.
"Jika kami haus, orang-orang China memberi kami air," kenang Jerry Moses, yang tiba di kota itu saat kecil bersama keluarganya, salah satu dari sedikit orang yang beruntung untuk melarikan diri dari Jerman. "Jika kami lapar, mereka memberi kami kue beras. Seburuk apapun yang kami rasakan, keadaan mereka lebih buruk. Namun mereka tetap menolong kita."
Mengapa Shanghai? Bagi banyak orang Yahudi saat itu, Shanghai menjadi tujuan mereka bukan karena pilihan, tapi karena mereka tidak memiliki pilihan lain. Karena kekerasan anti-Yahudi tumbuh kuat di Jerman yang dikuasai Nazi dan Austria, banyak orang Yahudi ingin meninggalkan kedua negara tersebut.
Meski Konferensi Evian, yang diikuti oleh 32 negara pada tahun 1938 di Prancis, bertujuan untuk menyelesaikan krisis pengungsi Yahudi, negara-negara lain tetap enggan untuk menerima pengungsi Yahudi. Tanpa visa yang dibutuhkan, negara-negara seperti Amerika menolak mereka. Banyak orang Yahudi yang putus asa saat itu.
Shanghai, bagaimanapun, adalah tempat yang luar biasa dan sudah menjadi rumah bagi dua komunitas Yahudi yang relatif besar dan tidak perlu visa. Bagi mereka yang mampu naik kapal ke China, itu adalah tempat perlindungan pengungsi terbaik di masa perang dunia II.
Shanghai di tahun 30-an.
Kota pelabuhan ini adalah rumah bagi lebih dari 25.000 orang Yahudi Eropa yang kabur meninggalkan kamp konsentrasi Nazi Jerman selama Perang Dunia II. Sinagoga Ohel Moshe, Shanghai, pernah menjadi pusat komunitas Yahudi Shanghai.
Hari ini sinagoga tersebut telah diubah menjadi museum dengan dokumen, foto, film, dan barang-barang pribadi yang disumbangkan oleh komunitas Yahudi setempat yang dipajang.
Sebagian besar pengungsi Yahudi asal Jerman dan Austria yang datang ke Shanghai pada akhir tahun 30-an dan awal 40-an bergabung dengan ribuan pengungsi Yahudi lainnya yang telah menjadikan China kala itu rumah mereka, baik sebagai pedagang atau untuk melarikan diri dari penganiayaan anti Yahudi di Eropa.
Kehidupan mereka di Shanghai ditandai oleh ketegangan dan kesulitan politik yang dialami China kala itu, namun masyarakat China menyambut baik para pengungsi Yahudi tersebut.
"Jika kami haus, orang-orang China memberi kami air," kenang Jerry Moses, yang tiba di kota itu saat kecil bersama keluarganya, salah satu dari sedikit orang yang beruntung untuk melarikan diri dari Jerman. "Jika kami lapar, mereka memberi kami kue beras. Seburuk apapun yang kami rasakan, keadaan mereka lebih buruk. Namun mereka tetap menolong kita."
Mengapa Shanghai? Bagi banyak orang Yahudi saat itu, Shanghai menjadi tujuan mereka bukan karena pilihan, tapi karena mereka tidak memiliki pilihan lain. Karena kekerasan anti-Yahudi tumbuh kuat di Jerman yang dikuasai Nazi dan Austria, banyak orang Yahudi ingin meninggalkan kedua negara tersebut.
Meski Konferensi Evian, yang diikuti oleh 32 negara pada tahun 1938 di Prancis, bertujuan untuk menyelesaikan krisis pengungsi Yahudi, negara-negara lain tetap enggan untuk menerima pengungsi Yahudi. Tanpa visa yang dibutuhkan, negara-negara seperti Amerika menolak mereka. Banyak orang Yahudi yang putus asa saat itu.
Shanghai, bagaimanapun, adalah tempat yang luar biasa dan sudah menjadi rumah bagi dua komunitas Yahudi yang relatif besar dan tidak perlu visa. Bagi mereka yang mampu naik kapal ke China, itu adalah tempat perlindungan pengungsi terbaik di masa perang dunia II.
Quote:
Kaifeng
Etnis Yahudi Kaifeng, China.
Pedagang-pedagang Yahudi pernah datang untuk berdagang di ibukota kuno China, Kaifeng selama era Dinasti Song dan meninggalkan bekas yang abadi di wilayah tersebut. Di komunitas Yahudi di Kaifeng, Kita dapat mendengarkan sejarah dari sebuah keluarga yang merupakan keturunan dari salah satu pemukim Yahudi pertama dan disana terdapat prasasti yang menceritakan kejadian penting dan praktik keagamaan Komunitas Yahudi Kaifeng dari abad ke-15 sampai abad ke-17.
Di kota Kaifeng kita akan melihat warisan budaya Yahudi dan kekuatan modernisasi yang saling berlomba mempengaruhi daerah tersebut. Sayangnya, situs asli Sinagoga Kaifeng abad ke-12 sekarang terletak di bawah jalan-jalan kota. Namun pengunjung masih dapat mampir ke museum sejarah Yahudi kuno yang telah dibuka di dekatnya.
Mereka yang tertarik dengan sejarah Yahudi di China juga harus berjalan-jalan di Torah Lane, sebuah sudut sempit yang dulunya merupakan jantung Kawasan Yahudi yang ramai.
Etnis Yahudi Kaifeng, China.
Pedagang-pedagang Yahudi pernah datang untuk berdagang di ibukota kuno China, Kaifeng selama era Dinasti Song dan meninggalkan bekas yang abadi di wilayah tersebut. Di komunitas Yahudi di Kaifeng, Kita dapat mendengarkan sejarah dari sebuah keluarga yang merupakan keturunan dari salah satu pemukim Yahudi pertama dan disana terdapat prasasti yang menceritakan kejadian penting dan praktik keagamaan Komunitas Yahudi Kaifeng dari abad ke-15 sampai abad ke-17.
Di kota Kaifeng kita akan melihat warisan budaya Yahudi dan kekuatan modernisasi yang saling berlomba mempengaruhi daerah tersebut. Sayangnya, situs asli Sinagoga Kaifeng abad ke-12 sekarang terletak di bawah jalan-jalan kota. Namun pengunjung masih dapat mampir ke museum sejarah Yahudi kuno yang telah dibuka di dekatnya.
Mereka yang tertarik dengan sejarah Yahudi di China juga harus berjalan-jalan di Torah Lane, sebuah sudut sempit yang dulunya merupakan jantung Kawasan Yahudi yang ramai.
Quote:
Harbin
Sinagoga di kota Harbin.
Banyak imigran Yahudi pindah ke Harbin mengikuti pembangunan kereta api Trans-Siberia di abad ke-19 dan untuk menghindari penganiayaan Tsar Rusia. Populasi Yahudi dilaporkan mencapai puncaknya sebanyak 20.000 orang pada tahun 1920-an. Kehadiran komunitas Yahudi dapat dilihat dan dirasakan di jalan-jalan kota dan arsitekturnya.
Sinagoga Baru Harbin adalah sinagoga terbesar di Asia Timur dan baru dibuka kembali sebagai Museum Sejarah dan Budaya Yahudi Harbin.
Keajaiban arsitektur Yahudi adalah latar belakang yang sempurna dari jalan utama yang dipengaruhi budaya Eropa dimana pemukiman Yahudi kuno berdiri di tempat yang sama selama beberapa dekade. Pemakaman Royal Hill juga merupakan Pemakaman Yahudi terbesar di Timur Jauh dengan lebih dari 600 nisan yang terawat baik.
Sinagoga di kota Harbin.
Banyak imigran Yahudi pindah ke Harbin mengikuti pembangunan kereta api Trans-Siberia di abad ke-19 dan untuk menghindari penganiayaan Tsar Rusia. Populasi Yahudi dilaporkan mencapai puncaknya sebanyak 20.000 orang pada tahun 1920-an. Kehadiran komunitas Yahudi dapat dilihat dan dirasakan di jalan-jalan kota dan arsitekturnya.
Sinagoga Baru Harbin adalah sinagoga terbesar di Asia Timur dan baru dibuka kembali sebagai Museum Sejarah dan Budaya Yahudi Harbin.
Keajaiban arsitektur Yahudi adalah latar belakang yang sempurna dari jalan utama yang dipengaruhi budaya Eropa dimana pemukiman Yahudi kuno berdiri di tempat yang sama selama beberapa dekade. Pemakaman Royal Hill juga merupakan Pemakaman Yahudi terbesar di Timur Jauh dengan lebih dari 600 nisan yang terawat baik.
Quote:
Tianjin
Sinagoga Yahudi di Tianjin
Foto oleh bricoleurbanism via Flickr
Tianjin menjadi tuan rumah populasi Yahudi terbesar ketiga di China pada tahun 1920an dan 1930an. Karena kedekatannya dengan pelabuhan dan tangan terbuka kota itu dalam menerima imigran Yahudi yang lari dari Eropa.
Pada waktu itu orang-orang Yahudi mendirikan rumah sakit, gereja, badan amal, kafetaria, kuburan, dan sekolah di sekitar kota.
Beberapa diantaranya bahkan menerbitkan surat kabar. Kunjungan ke Sinagoga Tianjin bergaya gothic yang dibangun pada tahun 1939 dapat mengingatkan
kita akan gaya arsitektur Yahudi, Rusia, dan China pada masa pergantian abad ini.
Meskipun tidak banyak bangunan Yahudi yang tersisa sampai sekarang, lingkungan perumahan "Five Great Avenues," adalah rumah bagi tempat tinggal Yahudi. Di dalam lingkungan bergedung Putih, kita bisa menemukan bangunan-bangunan putih kecil yang menjadi khas penduduk Yahudi Tianjin.
Sinagoga Yahudi di Tianjin
Foto oleh bricoleurbanism via Flickr
Tianjin menjadi tuan rumah populasi Yahudi terbesar ketiga di China pada tahun 1920an dan 1930an. Karena kedekatannya dengan pelabuhan dan tangan terbuka kota itu dalam menerima imigran Yahudi yang lari dari Eropa.
Pada waktu itu orang-orang Yahudi mendirikan rumah sakit, gereja, badan amal, kafetaria, kuburan, dan sekolah di sekitar kota.
Beberapa diantaranya bahkan menerbitkan surat kabar. Kunjungan ke Sinagoga Tianjin bergaya gothic yang dibangun pada tahun 1939 dapat mengingatkan
kita akan gaya arsitektur Yahudi, Rusia, dan China pada masa pergantian abad ini.
Meskipun tidak banyak bangunan Yahudi yang tersisa sampai sekarang, lingkungan perumahan "Five Great Avenues," adalah rumah bagi tempat tinggal Yahudi. Di dalam lingkungan bergedung Putih, kita bisa menemukan bangunan-bangunan putih kecil yang menjadi khas penduduk Yahudi Tianjin.
Quote:
Diubah oleh rwu777 17-08-2017 15:14
0
4.4K
Kutip
29
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923KThread•83KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru