BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Acho, Khoe, dan lingkaran setan apartemen

Pameran properti apartemen Real Estate Indonesia (REI), di Semarang, Jawa Tengah, Senin (31/7).
Pernahkah anda membayangkan anak-cucu anda bernasib seperti Acho atau Khoe Seng Seng?

Acho adalah pemilik apartemen di Green Pramuka, Jakarta Pusat. Pria bernama lengkap Muhadkly MT itu mengeluhkan janji dan layanan di apartemen itu.

Acho membeli unit apartemen di Green Pramuka, Februari 2013. Dua tahun kemudian dia menuliskan kekecewaannya blognya. Dia kecewa karena banyak hal. Di antaranya soal fasilitas ruang terbuka hijau, tempat parkir, hingga biaya-biaya yang ditarik dari pengelola apartemen Green Pramuka, PT Duta Paramindo Sejahtera.

Delapan bulan kemudian, Danang Surya Winata pengacara apartemen Green Pramuka, melaporkannya ke Polda Metro Jaya pada 5 November 2015. Acho dianggap melanggar pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan pasal 310-311 KUHP tentang pencemaran nama baik.

Acho baru diperiksa polisi dua tahun kemudian, April 2017. Juni lalu, Acho jadi tersangka pencemaran nama baik. Kasus ini baru mulai bergulir.

Apa yang menimpa Acho ini mirip dengan pengalaman Khoe Seng-Seng, 11 tahun lalu. Khoe membeli ruko di ITC Mangga Dua dari PT Duta Pertiwi. Khoe tak mendapat kejelasan tentang status rukonya. Belakangan, tanah dan bangunan itu dinyatakan milik pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Khoe menuliskan keluhannya di rubrik surat pembaca di media cetak Kompas dan Suara Pembaharuan. Bukannya memecahkan masalah, Khoe justru ketiban masalah baru. PT Duta Pertiwi melaporkannya karena merasa nama baiknya cemar.

Khoe dilaporkan baik secara pidana dan perdata. Di pengadilan negeri, Khoe diputus bersalah dengan hukuman setahun penjara dengan masa percobaan selama enam bulan. Dalam kasus perdata, dia dihukum membayar Rp1 miliar kepada PT Duta Pertiwi.

Setelah bolak-balik masuk pengadilan hingga proses Peninjauan Kembali (PK), Mahkamah Agung akhirnya menganulir denda Rp1 miliar ini.

Di Jakarta, di mana banyak rumah susun alias apartemen, banyak kasus serupa terjadi. Di apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan penghuninya berkali-kali unjuk rasa konflik dengan pengelola apartemen terkait dana Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL).

Penghuni apartemen East Park, Jakarta Timur, menolak kenaikan IPL ini.
Bahaya laten di apartemen
Konsumen rumah susun lebih rentan bermasalah dengan hukum dibanding dengan rumah tapak. Sebab, usai urusan jual beli selesai, penghuni tak sepenuhnya lepas dari tangan pengembang, atau pengelola kawasan.

Undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun memberikan kewenangan pengelola untuk memungut uang pengelolaan rumah susun.

Pasal 57 menyebut, pengelola berhak menerima sejumlah biaya pengelolaan. Biaya itu dibebankan kepada pemilik dan penghuni secara proporsional.

Harusnya, pengelolaan rusun jatuh ke tangan PPPSRS alias perhimpunan penghuni dan pemilik satuan rumah susun. Pengembang, wajib memfasilitasi PPPSRS paling lama setahun setelah serah terima unit rumah susun.

Namun di beberapa apartemen, pembentukan PPPSRS ini tak semudah membentuk pengurus RT di rumah-rumah tapak. Di hunian vertikal, PPPSRS justru diperebutkan. Salah satunya kasus di Griya Cempaka Mas.

Di kasus lain, pengembang justru menjadi bagian utama dalam PPPSRS. Di apartemen Tamansari Sudirman Executive Residence, Setiabudi, Jakarta Selatan, PPPSRS versi penghuni tak kunjung terbentuk. Karena masih ada PPPSRS versi pengembang.

Tiga tahun lalu, Ketua Umum Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (APERSSI) Ibnu Tadji mengatakan pengembang justru menjadikan penghuni rumah susun sebagai 'sapi perah'.

Khoe Seng Seng, yang pernah menggugat aturan ini ke Mahkamah Konstitusi menyatakan pembentukan PPPSRS merupakan salah satu masalah yang sering dikeluhkan penghuni rumah susun.

Masalah terjadi ketika warga ingin membentuk PPPSRS, namun pihak pengembang menghalang-halangi. Ketika warga protes, pengembang melaporkan warga ke polisi. "Nah, dianggap mencemarkan nama baik pengembang," kata Khoe, 4 Juni 2015.

Seperti terjebak dalam lingkaran setan. Jika diam, maka menjadi 'sapi perah'. Jika protes dilaporkan ke polisi.

Lingkaran yang sama mungkin akan menghadang anak cucu kita. Sebab, di zaman lahan makin sempit, tinggal di hunian vertikal mau tak mau jadi pilihan.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...etan-apartemen

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Media sosial pesohor dan bayang-bayang intaian pajak

- Sanksi baru PBB bisa rugikan Korea Utara miliaran dolar

- Lahan di Ogan Ilir diduga sengaja dibakar

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
40.9K
167
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread730Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.