Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Benarkah daya beli masyarakat turun

Warga berbelanja kebutuhan sehari-hari di pusat perbelanjaan kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (5/7).
Keluhan pengusaha ritel yang menyebut daya beli masyarakat menurun perlahan mulai terkuak penyebabnya. Hingga saat ini, belum benar pasti apakah daya beli masyarakat menurun.

Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menyatakan, berdasar data penjualan ritel di Indonesia hingga Mei 2017, penjualan ritel tahun ini melemah. "Turun sekitar 35 - 40 persen dibandingkan dengan 2016," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (29/6).

Roy menilai daya beli masyarakat kini belum pulih benar seperti 3 tahun hingga 4 tahun sebelumnya.

Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta kepada detikfinance menyatakan daya beli masyarakat merosot. Menurutnya, penyebabnya ada beberapa faktor.

Tutum menyebut, kebijakan pemerintah soal kenaikan harga BBM, listrik, gas dan bunga kredit yang tinggi berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.

"Yang awalnya mau belanja sekian, uangnya disisihkan untuk cicilan kredit yang tinggi, jadi dia belanja diturunkan," kata dia, Kamis (27/5).

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, penurunan penjualan di banyak sektor bukan hanya disebabkan oleh melemahnya daya beli, tapi lantaran golongan kelas menengah menahan belanjanya (delayed purchase).

Faisal menyodorkan bukti simpanan uang di bank. Simpanan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan selama sembilan bulan terakhir justru meningkat. Duit yang disimpan ini kebanyakan pada simpanan jangka panjang, berupa deposito dan giro. Sebaliknya, DPK dalam bentuk tabungan jangka pendek justru melambat.

"Artinya, mereka yang menyimpan uang bank cenderung untuk semakin membatasi belanjanya dalam waktu dekat," ujarnya, Minggu (30/7) seperti dinukil dari Liputan6.com.

Simpanan dalam valuta asing dalam sembilan bulan terakhir juga meningkat tajam. Hal ini seiring naiknya aktivitas ekspor-impor. "Sayangnya, peningkatan pendapatan tersebut tidak lantas ditransmisikan ke konsumsi di dalam negeri," kata dia.

Dalam dua tahun ini, neraca perdagangan Indonesia positif. Hal ini menunjukkan, ekspor Indonesia melebihi impor. Tahun lalu, surplus sampai US$8,78 miliar.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, dugaan lesunya ritel memang belum terbukti benar. Sebab, di tengah kemungkinan lesu ini, setoran PPN justru naik lebih dari 13 persen.

PPN adalah pajak pertambahan nilai. Pajak ini dikenakan jika ada transaksi. Jika penerimaan PPN naik, artinya transaksi di masyarakat juga masih tumbuh..

"Kan artinya transaksinya ada. Enggak mungkin PPN muncul kalau enggak ada transaksinya," ujar Suahasil, seperti dipetik dari financedetik Senin (31/7).

Pemerintah masih mempelajari fenomena ini. Menurut analisa awal tim di BKF, sepinya sejumlah pusat perbelanjaan dikarenakan perubahan perilaku belanja masyarakat yang beralih ke transaksi online.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...syarakat-turun

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- BPJS Ketenagakerjaan ambil alih asuransi TKI

- Masalah PPDB, dari pungli hingga jual beli kursi

- Aspal campur limbah plastik: efisien dan tahan banting

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
23.1K
191
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread734Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.