proudtobekafirAvatar border
TS
proudtobekafir
Jika Semua Agama Benar, Tuhan Tampaknya Sedang Belajar


Tuhan yang begitu “galak” di kitab Taurat atau Perjanjian Lama, dan memuliakan hari Sabtu, secara drastis melunak, menjadi begitu penuh maaf dan cinta kasih di Perjanjian Baru, dan memajukan hari baik menjadi Minggu. Eh, balik lagi menjadi tegas dalam Al-Qur’an, dan malah memundurkan penghulu hari menjadi Jumat.

Maka jika ketiga agama ini benar (dari sisi Tuhan), bukankah Ia kelihatannya sedang belajar, atau seperti sindiran iklan minyak kayu putih, Tuhan kok coba-coba?

Bukan mengada-ada, tapi begitulah adanya, sebuah revisi beruntun dari Tuhan, dalam wadah tiga agama “langit”; Yahudi, Kristen, dan Islam. Lihat sosok Tuhan yang begitu “galak” dalam kisah anak-anak Yehuda, seperti direkam Perjanjian Lama berikut.

Tetapi Er, anak sulung Yehuda itu, adalah jahat di mata TUHAN, maka TUHAN membunuh dia.

Gitu doang, no further explanation. Pokoknya di mata Tuhan dia jahat, titik. Sepeninggal Er, Tamar menjanda. Seperti antrian pewaris tahta Kerajaan Inggris, Onan, adik si Er, mendapat titah, “You’re next!”

Tapi tunggu dulu. Onan bukan lelaki tanpa harga diri. Dia tak sudi melanjutkan cinta yang terbengkalai. “Emangnya gue cowok apaan,” begitu kira-kira batinnya. Tapi Onan nan moderat tak memilih jalan frontal. Lagian, meski mengaku ngga minat, toh ia ereksi juga, dan menyelinap ke tubuh hangat mantan kakak iparnya itu. Tapi mencucurkan protein berisi benih kehidupan itu? Nggak layaw!

Zaman itu belum mengenal alat kontrasepsi, seperti kondom (apalagi kondominium). Apa boleh buat, mencegah sel nan lincah itu berenang dan berlabuh di ovarium, metode manual berbasis coitus interruptus pun dilakoni.

Sedapnya hayo, pembuahan no no! (Konon dari nama si Onan ini asal muasalnya kata onani, cara paling “hemat” menuntaskan hasrat). Tapi Onan lupa, tak ada yang luput dari tatapan tajam penguasa alam. Merasa diakal-akali, tak buang waktu, Tuhan memencet tombol Ctrl+Alt+Del sekaligus, dan nyawa Onan kontan shut down!

Beneran ngga bisa ngebayangin, andai hari ini Tuhan masih “seemosional” itu. Mungkin setiap pagi, petugas kepolisian akan menemukan mayat lelaki telanjang, dengan kondom masih terpasang di “belalai”-nya. Yep, eksekusi mati bagi mereka yang cuma mau enaknya tapi ogah konsekuensinya.

Gimana ya “perasaan” Tuhan mendengar tagline iklan karet tipis dengan aneka rasa itu: “Gunakan kondom, bukti Anda bertanggung jawab”. Yee, bukannya lebih pas, “Gunakan kondom, jika ngga mau repot-repot bertanggung jawab”.

Banyak kisah tragis bin brutal lainnya dalam Perjanjian Lama. Adalah cerita biasa, jika seluruh negeri luluh lantak dihantam bencana, hanya karena kesalahan sebagian atau malah seorang penduduknya.

Singkat cerita, dalam perjanjian lama, Tuhan tak segan-segan turun tangan langsung membunuh mereka yang di mata-Nya berdosa, atau dengan dingin menghabisi Onan cs., para pelakon “tembak luar” itu. (Ngga perlu footnote untuk frase ini kan?)

*****

ABAD bertukar. Tuhan seolah menyadari, seolah lho, selama ini Dia agak terlalu “temperamental”. Bak insan nan bertambah usia, Dia menjadi lebih arif dan lembut.

Dia tak lagi main turun tangan, berepot-repot nongkrong di Gunung Sinai, tawar-menawar dengan Musa dan kaumnya. Tuhan memilih cara lain, dengan memanifestasikan diri, hidup dalam diri Yesus. Tuhan memanusia, dan seorang anak manusia menuhan.

Waduh, kali ini, the soft and tender side-Nya Tuhan benar-benar mendominasi Perjanjian Baru. Memang tidak serta merta Yesus membatalkan hukum lama nan cruel, old fashioned way-nya Perjanjian Lama. Dia bahkan menggaransi, satu noktah pun taurat tak akan diedit.

Hanya saja ia menyampaikan penawaran lain, a completely different way to make deal with the evil. “Ya, ya, emang dulu ada ketentuan mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki. Pokoknya the absolut law of revenge. Elu jual, gue beli. Tapi apa iya harus gitu. Survei membuktikan, kekerasan hanya akan mengundang kekerasan baru. Gimana kalo kamu malah nyodorin pipi kanan kalo dapat tamparan di pipi kiri. Jadi perihnya balance.

Kalo dia maksa minta kaos dalemmu, kasidaah ama jaket kulitnya sekalian. Dia maksa jalan dua tiga kilo, tantang dia long march napak tilas sekalian. Intinya, putus siklus kekerasan itu, dengan mengedepankan cinta kasih.

Yesus juga secara “tidak langsung” membuat hukum rajam terlihat jadi kehilangan urgensinya. Sekali lagi dia tidak membatalkan pasal rajam, seperti kerjaan Mahkamah Konstitusi membatalkan UU made in Senayan.

Ketika seorang wanita yang secara sah dan meyakinkan terbukti berzinah, diseret ke hadapan dia, dengan cantik Yesus memberi sebuah tantangan retorik, “Yang merasa tak punya dosa di antara kalian, monggo melemparkan batu untuk pertama kali”.

Massa tersipu-sipu, balik kanan, bubar jalan. Kini hanya tinggal Yesus dan si wanita pezina, yang tentu saja terpesona. “Mana mereka? Pada bubar kan? Ga ada yang berani mengeksekusimu kan?” katanya lembut. “Aku pun nggak bakal menghukummu. Udah sana, jangan ulangi lagi.”

Hayo, mulai deh pikiran nakalnya muncul. Berarti Yesus merasa dirinya berdosa juga dong, sehingga nggak pantes menghukum. Nggaklah… Narasi Al Qur’an apalagi Alkitab, tak pernah menceritakan setitikpun dosa Al Masih. Yang jelas, kekna susahlah ngebayangin, Yesus simbol kelembutan, kasih, keteduhan, segala yang gemulai deh pokoknya, bisa dengan beringas melempari si wanita, sampai tewas mengenaskan di TKP, dan kini sedang dibawa ke RSU terdekat untuk diotopsi. (Bahasa berita kriminal nih…)

Pesan dari kisah ini – mohon izin saya interpretasikan – Yesus mengakui bahwa Allah memang sudah menetapkan hukum yang keras itu. “Tapi kalau Dia memilih memaafkanmu, so what?”

Selain itu, cukup banyak bukti lain, di mana Tuhan melunak dalam Perjanjian Baru. Halal haram soal makanan, yang tadinya ketat dalam Perjanjian Lama, ibarat iklan tarif telepon selular, sekarang dilonggarkan habis.

“Semua yang masuk ke mulut, hajar saja. Yang haram adalah yang keluar, baik muntahan makanan yang ditolak sistem pencernaan, maupun sampah-sampah yang keluar dari hati: fitnah, dusta, dan kawan-kawannya”.


Tuntaskah? Sepertinya tidak. Saya tidak mengatakan tuhan berzodiak Gemini, sehingga sering bimbang dan berubah pikiran. Tuhan sepertinya menganulir lagi pembukaan kran kebebasan dan cinta kasih itu. “Mempercayakan segalanya kepada nurani dan cinta kasih di hati manusia, tampaknya berpotensi disalahgunakan. Hukum Tuhan harus kembali ditegakkan. Reinforcement the Law of the Almighty, Now!” Gitu kira-kira jalan “pikiran-Nya”.

Nah, ibarat Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945, Al Qur’an pun turun, merevitaliasi sebagian besar hukum-hukum Taurat seperti tertulis di Perjanjian Lama. Babi kembali haram, sejoli mesum kembali dirajam, dan tak ada cerita dosa sudah ditebus. Tebus sendiri sono, pay it yourself.

*****

ITULAH rute panjang hukum Tuhan, di mana anak-anak Ibrahim memilih halte kebenarannya masing-masing. Bagi orang Yahudi, taurat adalah kebenaran final. Maka Yesus adalah nabi palsu, konon lagi Muhammad. Perjanjian Baru adalah kitab tiruan, buah interpretasi sok funky dan serba mudah atas hukum kanon Tuhan.

Berikutnya Kristen, meyakini segalanya telah paripurna dengan pengorbanan Yesus. Ending apalagi yang lebih indah daripada ketika Tuhan sendiri merelakan anak tunggalnya menebus dosa manusia. Oh, so sweet, God Himself, memberi teladan, contoh nyata apa itu cinta, apa itu pengorbanan, dengan merelakan anaknya “terbunuh” dengan cara yang lebih kejam dari imajinasi seorang pembunuh berantai.

kubayangkan, sekali lagi ini cuma imajinasiku ya, tuhan bapa menahan sebah di dada, ketika dari surga sana ia menatap yesus, anak semata wayang itu, merintih makin lemah di kayu salib. tenggorokannya sang putra kering, darah mengucur dari kepala yang bermahkota duri.

dan di puncak pedih itu, the beloved child merintih lemah, “mengapa kau tinggalkan aku”. ah, mungkin ada sebuah momen, ketika tuhan nyaris saja membatalkan peristiwa itu.

nyaris saja dari bibirnya mendesis titah kepada para malaikat, “save him, bring him to life, f**k ‘em humanbeing, they’re just soilmade, they’re not deserve such sacrifice. i love my sweet child too much, look what i have done to him”.

untuk apa drama yang terlalu tragis ini dipentaskan? sebuah panggung derita yang terus menguras air mata hingga beribu tahun sesudahnya. masa sih tuhan bapa, yang kuasanya melebih segala, ngga bisa sekadar mengirimkan semacam formula anestesi, bius untuk mengurangi rasa sakit, sehingga yesus bisa mengakhiri drama itu dengan lebih mudah. meski akhirnya terkulai di kayu salib, paling tidak bibirnya bisa menyisakan senyum. bukan wajah penuh luka, mimik yang mencatat perih itu.

ya bisa aja dunk. tuhan kok dilawan. jangankan ngebius, membatalkan semua itu juga bisa kok. kalo dipikir, kuasa pencatatan dosa ada di tangan dia. otoritas pengampunan juga prerogatif dia. menghapus dosa, baginya (mestinya) semudah memformat sebuah harddisk. emangnya siapa yang mau protes kehendak tuhan?

tapi dugaanku, dengan berempati pada “logika” iman kristen nih ceritanya, demi mengajari kita cinta dan pengorbanan, tuhan sengaja memberi contoh nyata. tak tanggung, sedemikian cintanya dia kepada manusia, anaknya sendiri yang tunggal, dikorbankannya.


Lagi-lagi tak semua sepakat pada ending nan menguras emosi ini. “Itu cerita gombal,” kata suara parau dari jantung jazirah Arab itu. Tuhan itu mahasuci dari “menghamili” anak orang, mahasuci dari beranak dan diperanak.

Yes, Tuhan dengan jurus kun fa yakun-Nya memang membuat Maryam hamil, tapi bukan menghamilinya, sehingga anak yang lahir itu kemudian berhak disebut sebagai putra-Nya yang kudus. Plis deh, jangan mengkonsepsikan Tuhan seperti manusia. Laaisa kamislihi syaiun, tak ada yang semisal dengan-Nya.

Pola itu berlanjut. Islam tidak menampik keseluruhan ajaran sebelumnya. Yesus, the son of Mary, is always respected in a very special way. Dia Kalamullah, kata-kata Allah, Ruhullah, ruh dari Allah, alaihissalam, yang keselamatan selalu atasnya, ulul azmi alias utusan-utusan Tuhan yang kelas satu, dan seterusnya.

Islam pun kemudian melancarkan tuduhan yang sangat klasik, bahwa memposisikan Yesus sebagai anak Tuhan, sebagai satu unsur kesatuan trinitas bersama dengan Bapa dan Roh Kudus, adalah distorsi. Perjanjian Baru sekarang ini, bagi komunitas muslim, adalah kitab yang sudah terkontaminasi.

Konon the genuine verse-nya tinggal dikit, semisal Yohannes (17:3). Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus. Kalo dicermati, potongan ayat ini memang mirip betul dengan syahadat, gerbang pertama dan utama masuk ke dalam keyakinan Islam; Bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, satu-satunya Allah yang benar, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.

Sementah penolakan terhadap keilahian Yesus pula, dunia Islam membantah cerita penyaliban di bukit Golgata itu. Bagi kaum muslimin, Tuhan itu majikan yang bertanggung jawab, yang nggak bakalan membiarkan satupun utusan-Nya, yang bekerja untuk kemuliaan-Nya, apalagi yang sekelas Yesus, dibunuh dengan cara sadis gitu. LAPD aja concern banget dengan keselamatan personelnya.

Tuhan diyakini sudah menggelar a rescue operation dengan sandi faceoff terhadap Sang Messiah, menyelamatkan Isa Almasih dari murka penghakiman manusia durjana. Yes, God saved Yesus, dan mensubstitusinya dengan Yudas, si murid pembangkang.

Jadi ngga ada itu dosa ditebus, emangnya resep dokter. Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Salah disiksa, benar dimanja, tapi pintu tobat selalu terbuka. Bagaimana antum rasa, fair enough kan? Subhanallah!

*****

LAGI-LAGI, berhentikan proses konstruksi kebenaran dengan datangnya Islam, yang dibawa Muhammad, anak yatim buta huruf yang didapuk sebagai anugerah bagi seluruh semesta itu? Buat kaum muslimin, pasti. Tapi di luar itu sejarah masih berlanjut, berulang dan berulang.

Di belakang Muhammad sudah ada pula Mirza Ghulam Ahmad, dengan Ahmadiyahnya, Moshaddeq dengan Al Qiyadahnya, dan entah apa pula lagi yang akan muncul besok.

Bagaimana sebelnya Yahudi melihat Yesus “mengedit-edit” ajaran Taurat mereka, begitu pula Kristen gondok melihat Islam yang menurun-nurunkan pangkat Yesus dari anak tuhan jadi “sekadar” nabi. Semurka itu pula orang Islam melihat Ahmadiyah menciutkan kapasitas Muhammad dari nabi penutup menjadi sekadar rasul yang masih harus disambung ajarannya.

Sejarah terus berulang, dan di atas sana, Tuhan seperti terus belajar, “berusaha” menemukan format terbaik bagi manusia.

Yahudi berteriak kepada orang Kristen, “Hei yang kreatif dikit dong. Silakan buat agama baru, tapi ngga usah bawa-bawa agama kami, trus dikutak-katik!”

Kristen pun agak terganggu ketika menyadari dalam ajaran Islam Yesus ternyata “dibawa-bawa”. Lihat bagaimana dunia Kristen, terutama Katolik gusar, melihat mendiang Paus Yohannes Paulus II dengan takjim mencium Al-Qur’an, kitab yang menentang habis-habisan keilahian Yesus, sebuah item iman paling penting dalam ajaran Kristen.

“Ngapain Islam bawa-bawa Yesus, sok-sok ngoreksi ajaran Kristen pula. Buat yang baru dong, ngapain berbasis agama orang, dan hadir bak editor yang membuat revisi,” begitu kira-kira protesnya.

Nyadar nggak, kaum muslimin pun hari-hari ini, meneriakkan kegusaran Yahudi 2000 tahun lalu itu, kepada Ahmadiyah, agama baru yang membawa-bawa ajaran Islam. “Silakan buat agama baru, tapi jangan bawa-bawa Islam”.

*****

MEREKA yang merasa terganggu itu sepertinya lupa, sedang berlangsung proses belajar dan riset bersinambungan, menemukan format ideal, rute terbaik bagi perjalanan iman.

Tapi apa iya sih, Tuhan sedang belajar, terus mencoba-coba formula iman? Lantas mau dikemanai itu julukan Mahatahu, bahwa dia bisa melihat ke dasar hati, bisa membawa kata-kata yang tak sempat terucap.

Masa sih Tuhan trial end error, ngga keren banget! Konon lagi bila melihat fakta, betapa dampak dari revisi “kebenaran” yang bolak-balik itu, manusia dulu, kini, dan nanti, terjebak kepada perpecahan dan permusuhan.

Bukankah kesan bahwa Tuhan pun sedang belajar dan mencoba-coba ini mestinya tak perlu ada, jika saja Adam dulu dititipi sebuah ajaran kebenaran yang final, the comprehensive guidance for all humanbeing. Biar kecerdasan dan progresivitas peradaban kita yang secara bertahap makin memahami ajaran yang final dan tunggal itu, bukannya Tuhan jadi kelihatan gimanaaa gitu bolak balik menyesuaikan sabda-Nya dengan daya serap akal dan imajinasi manusia.

Tapi iya juga sih. Andai begitu kejadiannya, posting bertele-tele ini tak akan pernah ada ya emoticon-Ngakak



Sumur: https://www.google.co.id/amp/s/nesia.wordpress.com/2008/10/21/jika-semua-agama-benar-tuhan-tampaknya-sedang-belajar-2/amp/

Diubah oleh proudtobekafir 31-07-2017 12:57
0
7.4K
66
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.9KThread82.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.