- Fenomena perekonomian Indonesia belakangan ini dalam kondisi baik dengan beberapa transaksi di hampir semua sektor industri mengalami peningkatan. Hanya sektor ritel khususnya supermarket dan beberapa pusat perbelanjaan yang menunjukkan kondisi negatif.
Merahnya rapor industri ritel tergambar dari sepinya sejumlah pusat perbelanjaan seperti Glodok dan WTC mangga dua. Selain sepi dari pengunjung, lesunya bisnis di sektor ini juga tampak dari tutupnya sebagian besar gerai atau toko yang ada di dua pusat perbelanjaan tersebut.
Kondisi ini bisa dibilang anomali. Pasalnya, menurut data Kementerian Keuangan, perolehan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga semester I-2017 tumbuh 13,5%. Tingkat perolehan PPN merupakan cermin tingkat transaksi yang terjadi di masyarakat. Artinya, semakin tinggi perolehan PPN, semakin tinggi pula transaksi belanja yang terjadi di masyarakat.
"PPN Semester I dibanding 2016 (yoy) naik 13,5%. Artinya transaksi naik enggak tuh? Naik. Kalau enggak ada transaksi enggak naik PPN," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (31/7/2017).
Suahasil mengatakan, pihaknya masih terus melakukan analisa terhadap kondisi yang bisa dibilang anomali ini. Namun, ia berani memastikan bahwa kondisi ekonomi RI tengah berada dalam kondisi yang baik meskipun terlihat sektor ritel tengah berada dalam kondisi yang lesu.
Kepercayaan dirinya merujuk pada kondisi masih tumbuhnya transaksi di masyarakat yang tercermin dari perolehan PPN tersebut.
"Ritel itu kan hanya satu dari segala macam sektor di perekonomian, kami enggak bicara satu sektor saja. Dari keseluruhan sektor semua transaksi naik. Siapa yang bayar PPN kalau enggak ada transaksi," tukas dia.
Denny Siregar
PARA MAKELAR YANG TERGUNCANG..
Membaca tulisan pak Rhenald Khasali selalu menarik..
Dari tautan seorang teman, pak Rhenald berbicara tentang bagaimana paniknya para "middle man" atau para perantara yang selama ini menguasai ekonomi Indonesia.
Para perantara ini ada di semua sektor apa saja. Mulai dari proyek pemerintah dgn nama keren makelar proyek, sampai komoditi pokok pangan. Contoh middle man dalam komoditi beras ya seperti PT IBU itu lah..
Kenapa mereka panik ? Disini menariknya..
Kebijakan Jokowi dengan kontrol ketatnya pada berbagai bidang seperti penetapan Harga Eceran Tertinggi atau HET membuat keuntungan PT Gulaku drop. Jadi bisa dibayangkan keuntungan PT IBU yang kemaren bermain di beras juga akan mulai drop dengan kontrol ini.
Selain itu, berkat adanya tol laut maka para pedagang di wilayah timur Indonesia bisa mendapat barang langsung dari produsen tanpa melalui perantara dari Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Di luar kebijakan Jokowi, pengaruh internet juga sangat kuat menghapuskan peran para middle man..
Pak Rhenald juga menyoroti dropnya pendapatan para grosir2 besar yang biasanya mengambil keuntungan dari UMKM. Grosir besar yang biasanya suka menekan harga beli dan baru membayar 4-5 bulan, sekarang banyak kehilangan pasar.
Para UMKM sudah mulai menggunakan online utk memasarkan barangnya dan produsen pun mulai mengatur jalur distribusinya.
Itulah kenapa banyak toko-toko yang berada di mall banyak yang tutup karena rantai produsen dan konsumen sekarang sudah bertemu tanpa perantara middle man.
Karena mulai terdesak ekonominya inilah para middle man serentak berteriak, "DAYA BELI TURUN !!"
Benarkah turun ?
Pak Rhenald mencoba mengamati dari beberapa titik, salah satunya adalah jasa pengiriman barang JNE. JNE mengalami situasi kegiatan pengiriman yang jauh lebih padat dari sebelumnya. Beberapa bulan terakhir, JNE sudah menambah pegawai sampai 500 orang.
Inilah yang disebut pak Rhenald sebagai shifting atau perpindahan posisi.
Ekonomi yang biasanya dikuasai oleh para perantara atau middle man itu - yang biasanya berkumpul di pulau Jawa - berubah dan bergerak merata.
Meskipun belum sampai ke tingkat paling bawah atau pra sejahtera, setidaknya ada geliat ekonomi di arus bawah karena mereka bisa langsung bertransaksi tanpa harus membayar biaya lebih kepada perantara.
Akibatnya, para middle man yang biasanya mendapat keuntungan besar dengan cuman modal uang dan jaringan itu pun teriak, "DAYA BELI TURUN !!"
Ya, daya beli mereka, bukan seluruh rakyat Indonesia..
Dan kemana kesalahan ini mereka timpakan ?
Ke Jokowi lah, siapa lagi. Kan harus ada yang salah..
Saya pernah menulis beberapa tahun lalu saat melihat apa yang dilakukan Jokowi.
"Jokowi ini ibarat seorang nahkoda yang membelokkan kapal besar bernama Indonesia yang selama ini bergerak ke jalur yang salah. Belokan tajam yang dilakukan Jokowi akan mengakibatkan perubahan besar2an dalam ekonomi Indonesia dan akan menimbulkan korban2.
Para korban ini adalah mereka yang selama ini mengambil keuntungan besar dari salah jalurnya kapal besar ini.."
Ah, saatnya minum kopi sore hari..
www.dennysiregar.com