- Beranda
- Stories from the Heart
Antara Cinta
...


TS
penabulumerak
Antara Cinta
Konbawa minna.
Well, Kapan terakhir kali gua nongkrong disini? It's been a long time huh? Well Sejak terakhir kalinya gua nulis disini dan itu cerpen terakhir, some readers want make a some continous novel, Well, now I tried to make it, dan tolong maafkan bila ada kesalahan kata atau kurang berkesan buat semuanya. Happy Reading!
So guys, how's the stories? Sekali lagi gua minta maaf kalo ada pihak yang tersinggung ato kalo menang ceritnaya kurang menarik, gua bakal berusaha untuk membuat ini lebih menarik dan enak dibaca, mohon bantuannya Minna!
Oyasuminasai!!!
-PenaBuluMerak-

Well, Kapan terakhir kali gua nongkrong disini? It's been a long time huh? Well Sejak terakhir kalinya gua nulis disini dan itu cerpen terakhir, some readers want make a some continous novel, Well, now I tried to make it, dan tolong maafkan bila ada kesalahan kata atau kurang berkesan buat semuanya. Happy Reading!
-LIST OF INDEX FROM THIS STORIES-
Quote:
Index akan diupdate setiap ada new part, harap bersabar 

Spoiler for Prolog:
...ANTARA CINTA...
PROLOG
From this moment, from this moment
You will never be alone
We’re bound together
Now and forever
The loneliness has gone...
You will never be alone
We’re bound together
Now and forever
The loneliness has gone...
INIbermula di suatu pagi dimana semua hal baru mulai beredar disekelilingku, mulai merambah perlahan bagaikan virus, memunculkan rasa ingin tahu, hasrat akan suatu makna diri, menjalani proses yang menamakan dirinya dewasa, dan mengerti akan pilunya untuk mencintai seseorang. Ini ceritaku.
Masa Orasi Siswa atau MOS telah dimulai, semua siswa SMP, SMA/K, MA, MAK, dan Perguruan Tinggi di Indonesia secara serempak melaksanakannya. Tak terkecuali di salah satu SMK di kota kecil itu. Anak – anak memakai atribut MOS, ada yang memakai kalung permen, sabuk dengan rafia, tas karung dan sebagainya. Ada pula yang terkena hukuman. Salah satunya adalah anak yang kecil hitam, dan rambut acak – acakannya itu. Ia dihukum karena keteledorannya tadi pagi tidak memakai sabuk. Ia ternyata juga tidak sendiri, dia ditemani dua rekannya yang juga dihukum, yang satu karena terlambat, yang satu karena tidak memakai pita sesuai anjuran.
“Kalian itu tahu barisan ini karena apa?!”
“Tahu kak!”
“Bagus, kamu coba kenapa kamu masuk barisan ini! Maju ke depan!” Si anak kecil hitam itupun menuruti aturan kakak kelasnya itu, Sang Dewan Penghukum.
“Kenalkan dirimu!”
“Nama Saya Alvina Zacky Insyiroh, dari Gudep Perkasa, Kelas X Pemrograman 1!”
“Jelaskan, kenapa kamu bisa masuk ke barisan ini!”
“Siap! Saya tidak memakai sabuk!”
“Hah?”
“Saya tidak memakai sabuk kakak,”
“Kenapa bisa kamu lupa tidak memakai sabuk adek?”
“Rumah saya jauh kak, saya tadi berangkat cukup buru – buru!”
“Memang kamu bangunnya mepet sampai lupa ga pake sabuk ha?”
“Siap! Tidak!”
“Terus kenapa kamu sampe lupa hah? Aduh payah kau ini, sana kembali ke barisanmu!”
“Siap!” dengan segera Alvin meninggalkan posisinya dan segera kembali kebarisannya.
“Kamu dihukum cuman gara – gara ga pake sabuk? Emang payah kamu ini aduh, hhh”
“Udah diemlah,” suara Dewan Penghakim mengakhiri konferensi singkat antara Alvin dan temanya itu. Dewan penghakim terus berbicara, dimana tujuan mengapa mereka disuruh memakai pernak – pernik nan aneh itu agar mereka berlatih disiplin dikemudian harinya dan tidak melupakan atribut – atribut sekolah mereka. Omongan sang dewan penghukum, terus berlanjut hingga matahari perlahan mulai naik, dan memutuskan untuk menghukum mereka dengan membersihkan halaman sekolah.
“Nah silahkan kalian buka bekal kalian hari ini, sesuai dengan yang ditentukan yaitu, olahan tahu, sayur hijau, dan nasi putih”
“Iya kakak!!!”
“Nah, silahkan salah satu pimpin do’a, ada yang mau? Apa mau ditunjuk aja?”
“Tunjuk aja kak!!!”
“Yakin nih ditunjuk aja? Mmm yaudahlah, Rio! Kamu pimpin do’a ya”
“Hah? Inyong mas? Sing genah bae rika lah,(saya kak? Yang benar saja kamu lah)”
“Ahh saya ga tau kamu ngomong apa, udah mulai aja,”
“Elah dalah, yowissebelum kita mulai acara makan siang kali ini, mari kita berdo’a menurut agama dan kepercayaan masing – masing, berdo’a dipersilakan.” Semua anak menundukan kepalanya sejenak, bersyukur atas pagi hari ini, dan mereka masih dapat menikmati makan siang hari ini. Tak terkecuali Alvin, ia menitikan air matanya ketika ia teringat para muslim rohingya yang harus mengungsi di Indonesia akibat diskriminasi agama tersebut. Tak hanya itu, ia juga berfikir tentang kedaan Palestina, yang sampai saat ini masih belum dapat menemui titik terang yang jelas. Ia berharap perang akan segera usai, dan semua manusia menyadari bahwa mereka harus selalu hidup rukun. Ya Tuhan, aku mohon, berikanlah setitik rasa damai dihati kami, jauhkanlah kami dari permusuhan, dendam dan segalanya, kami hanya manusia hina yang tak patut untuk mencium kaki-Mu, tapi kami hanya dapat memohon pada-Mu, maka kabulkanlah permohonanan kami. Aamiin.
“Berdo’a selesai. Selamat makan Indonesia!” para calon siswa baru itu menikmati makan siang mereka dengan lahapnya, tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun. Kakak-kakak pendamping mereka berkeliling ruangan untuk mengingatkan anak – anak yang masih saja berbicara ketika makan.
“Bluuurrrppp”semua orang terhenti ketika terdengar suara sendawa dari salah satu sudut ruangan tersebut. Alvin yang ketahuan bersendawa keras tersebut, hanya bisa terlihat malu sembari menahan mukanya yang memerah.
“Maafkan saya! Saya kelepasan!” ujarnya sembari membungkuk ala jepang. Akhirnya semua yang disitu tertawa, walaupun dari sebagian wanita ada yang masih merasa jijik dengan kelakuan Alvin tersebut.
“Alvin,” ujar salah satu kakak pembimbingnya.
“I.. iya kak” Alvin langsung segera mendekati kakak pembimbingnya tersebut.
“Jangan diulangi lagi ya, itu sangat ga sopan, paham?”
“Ba..baik kak,”
“Ya sudah, sana kembali ke tempat dudukmu.”
“I.. iya kak,”
“Baiklah adek – adek, udah selesai makannya kan? Karena sekarang sudah waktunya untuk melaksanakan sholat dzuhur, dan istirahat, silahkan bagi yang akan melaksanakan sholat untuk segera turun kebawah, setelah selesai itu kita akan melanjutkan ke acara berikutnya, paham?”
“Siap! Paham!” usai memberikan arahan terakhir tersebut, kakak – kakak pembimbing itu pun langsung meningglkan kelas, dan disambut dengan kericuhan anak – anak kelas. Alvin yang masih merasa bersalah tadi hanya bisa terhenyak di tempat duduknya.
“Gila kamu, kaget banget tadi tuh aku!” ujar Rahman, teman sebangku Alvin langsung berdiri dan menepuk pundak Alvin, tapi yang ditepuk hanya bisa diam tak bersuara.
“Woii kenapa lagi? Shock berat?” De yang keturunan orang cina melambaikan tanganya di depan Alvin, namun Alvin menepisnya.
“Ga nyangka bisa kelepasan kayak tadi aku, hhh”
“Hahahaha tenang wae lah semua bisa buat salah kok,” ujar Rio seraya menghampiri Alvin cs, seraya memegang 1 buah pisang ambon yang sangat besar. Dengan perutnya yang tambun, dan logat ngomongnya yang medok ngapak banyumasan itu makin menambah kekonyolannya. Semua yang melihat adegan itu tertawa, tak terkecuali Alvin, ia memberikan senyumannya sedikit.
“Ahh udahlah yok sholat dzuhur dulu,”
“Ayo lah, itu yang aku tunggu daritadi” Alvin, Rahman, dan De, segera beranjak.
“Woiwoiwoi, nyong mbok ditunggu li lah, lagi mangan gedang iki,” Rio setengah berteriak, karena ia tengah memakan pisangnya sedangkan teman – teman yang lain sudah mulai berjalan meninggalkannya.
“Udahlah ayo sambil jalan,” akhirnya Rio dengan tergopoh – gopoh menyusul mereka bertiga. De usil menggoda si Rio, dan Rio dengan polosnya terpancing oleh De, menunjukan ekspresi cemberut terbaiknya yang menghasilkan gelak tawa mereka bertiga.
“Oh ya Vin, kamu udah beli gitarnya belum?”
“Gitar? Jelas udah lah, kemaren waktu kamu bilang suruh beli gitar aku langsung beli tuh,”
“Hahaha ada yang niat banget pengen belajar musik nih ceritanya,” De mulai menggoda Alvin kali ini, sambil menyenggol – nyenggol Alvin.
“Wohohoho jelas lah, pengen banget nih, udah dari kecil tauk, makanya katanya kamu bisa ngedrum, ntar kita bikin band nih,”
“Wah bener banget tuh Vin, musti dibikin Band Pro 1”
“Haha gampang itu mah, yang penting kita lancarin dulu latihannya,” mereka serempak mengangguk setuju dengan keputusan tersebut. Tapi Rio masih saja belum menamapakan muka berdamainnya. “Udahlah Yo, orang si De cuman bercanda kok, masa mau kamu ambil hati gitu sih, ahh ga seru lah,” Rio masih saja cemberut, namun sudah tidak seperti tadinya lagi, dan akhirnya sudah memasang tampang muka biasanya lagi. De yang membuat masalah dan Rahman, hanya bisa tersenyum menahan geli akibat sifat Rio yang masih terkesan polos. Karena mereka harus mengantri untuk giliran wudhu dan sholat, mereka meneruskan pembicaraan mereka, tentang sekolah baru mereka, tentang kakak - kakak pembimbing dari yang paling menyebalkan, yang paling baik, sampai yang paling cantik. Saat mereka tengah asyik – asyiknya berbicara, Alvin dikejutkan dengan suara wanita yang berada disebelahnya, saat ia menengoknya tampak seorang gadis manis dengan mata kecoklatan, rambutnya yang hitam, kulitnya yang putih, serta senyum manis yang melekat ditambah indanya gigi gingsul di pinggirnya, membuat Alvin lupa akan segalanya.
“Woiii ngeliatin apa ente? Batal ntar tuh wudhu gara – gara ilermu yang seember” ucapan De menyadarkan diri dari keterpesonaannya akan gadis tersebut.
“Eh De kamu liat cewek yang itu ga yang bawa mukena biru itu tuh?”
“Yang mana? Yang itukah?”
“Iya iya yang itu tuh, jangan nunjuk – nunjuk gitu juga kali lah,” Alvin menurunkan tangan temannya tersebut yang masih berusaha menunjuk gadis tersebut.
“Oh itu, ya jelas ga tau aku lah, tapi si kayaknya anak OSIS sini juga,”
“Set dah, katanya ga tau, tuh main nebak aja,”
“Etdah, makanya matamu pake dong ahh, payah, tuh liat dia, bawa jas OSIS kita, makanya aku bilang gitu sholeh,” saat Alvin akan membalas omongan De, gadis yang tengah mereka bicarakan menoleh ke arah mereka, segera saja Alvin menarik De untuk masuk ke mushola. De yang ditarik – tarik Alvin hampir terjatuh – jatuh karenanya. Gadis tersebut hanya bisa tertawa kecil melihata adegan tersebut dan berbicara kepada teman sebelahnya. Gadis itu membatin perlahan, karena tahu dialah yang menjadi sasaran obrolan mereka ‘Hmm cuman anak baru, biasa masih lucu – lucu tapi yang tadi itu...’
Masa Orasi Siswa atau MOS telah dimulai, semua siswa SMP, SMA/K, MA, MAK, dan Perguruan Tinggi di Indonesia secara serempak melaksanakannya. Tak terkecuali di salah satu SMK di kota kecil itu. Anak – anak memakai atribut MOS, ada yang memakai kalung permen, sabuk dengan rafia, tas karung dan sebagainya. Ada pula yang terkena hukuman. Salah satunya adalah anak yang kecil hitam, dan rambut acak – acakannya itu. Ia dihukum karena keteledorannya tadi pagi tidak memakai sabuk. Ia ternyata juga tidak sendiri, dia ditemani dua rekannya yang juga dihukum, yang satu karena terlambat, yang satu karena tidak memakai pita sesuai anjuran.
“Kalian itu tahu barisan ini karena apa?!”
“Tahu kak!”
“Bagus, kamu coba kenapa kamu masuk barisan ini! Maju ke depan!” Si anak kecil hitam itupun menuruti aturan kakak kelasnya itu, Sang Dewan Penghukum.
“Kenalkan dirimu!”
“Nama Saya Alvina Zacky Insyiroh, dari Gudep Perkasa, Kelas X Pemrograman 1!”
“Jelaskan, kenapa kamu bisa masuk ke barisan ini!”
“Siap! Saya tidak memakai sabuk!”
“Hah?”
“Saya tidak memakai sabuk kakak,”
“Kenapa bisa kamu lupa tidak memakai sabuk adek?”
“Rumah saya jauh kak, saya tadi berangkat cukup buru – buru!”
“Memang kamu bangunnya mepet sampai lupa ga pake sabuk ha?”
“Siap! Tidak!”
“Terus kenapa kamu sampe lupa hah? Aduh payah kau ini, sana kembali ke barisanmu!”
“Siap!” dengan segera Alvin meninggalkan posisinya dan segera kembali kebarisannya.
“Kamu dihukum cuman gara – gara ga pake sabuk? Emang payah kamu ini aduh, hhh”
“Udah diemlah,” suara Dewan Penghakim mengakhiri konferensi singkat antara Alvin dan temanya itu. Dewan penghakim terus berbicara, dimana tujuan mengapa mereka disuruh memakai pernak – pernik nan aneh itu agar mereka berlatih disiplin dikemudian harinya dan tidak melupakan atribut – atribut sekolah mereka. Omongan sang dewan penghukum, terus berlanjut hingga matahari perlahan mulai naik, dan memutuskan untuk menghukum mereka dengan membersihkan halaman sekolah.
***
“Nah silahkan kalian buka bekal kalian hari ini, sesuai dengan yang ditentukan yaitu, olahan tahu, sayur hijau, dan nasi putih”
“Iya kakak!!!”
“Nah, silahkan salah satu pimpin do’a, ada yang mau? Apa mau ditunjuk aja?”
“Tunjuk aja kak!!!”
“Yakin nih ditunjuk aja? Mmm yaudahlah, Rio! Kamu pimpin do’a ya”
“Hah? Inyong mas? Sing genah bae rika lah,(saya kak? Yang benar saja kamu lah)”
“Ahh saya ga tau kamu ngomong apa, udah mulai aja,”
“Elah dalah, yowissebelum kita mulai acara makan siang kali ini, mari kita berdo’a menurut agama dan kepercayaan masing – masing, berdo’a dipersilakan.” Semua anak menundukan kepalanya sejenak, bersyukur atas pagi hari ini, dan mereka masih dapat menikmati makan siang hari ini. Tak terkecuali Alvin, ia menitikan air matanya ketika ia teringat para muslim rohingya yang harus mengungsi di Indonesia akibat diskriminasi agama tersebut. Tak hanya itu, ia juga berfikir tentang kedaan Palestina, yang sampai saat ini masih belum dapat menemui titik terang yang jelas. Ia berharap perang akan segera usai, dan semua manusia menyadari bahwa mereka harus selalu hidup rukun. Ya Tuhan, aku mohon, berikanlah setitik rasa damai dihati kami, jauhkanlah kami dari permusuhan, dendam dan segalanya, kami hanya manusia hina yang tak patut untuk mencium kaki-Mu, tapi kami hanya dapat memohon pada-Mu, maka kabulkanlah permohonanan kami. Aamiin.
“Berdo’a selesai. Selamat makan Indonesia!” para calon siswa baru itu menikmati makan siang mereka dengan lahapnya, tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun. Kakak-kakak pendamping mereka berkeliling ruangan untuk mengingatkan anak – anak yang masih saja berbicara ketika makan.
“Bluuurrrppp”semua orang terhenti ketika terdengar suara sendawa dari salah satu sudut ruangan tersebut. Alvin yang ketahuan bersendawa keras tersebut, hanya bisa terlihat malu sembari menahan mukanya yang memerah.
“Maafkan saya! Saya kelepasan!” ujarnya sembari membungkuk ala jepang. Akhirnya semua yang disitu tertawa, walaupun dari sebagian wanita ada yang masih merasa jijik dengan kelakuan Alvin tersebut.
“Alvin,” ujar salah satu kakak pembimbingnya.
“I.. iya kak” Alvin langsung segera mendekati kakak pembimbingnya tersebut.
“Jangan diulangi lagi ya, itu sangat ga sopan, paham?”
“Ba..baik kak,”
“Ya sudah, sana kembali ke tempat dudukmu.”
“I.. iya kak,”
“Baiklah adek – adek, udah selesai makannya kan? Karena sekarang sudah waktunya untuk melaksanakan sholat dzuhur, dan istirahat, silahkan bagi yang akan melaksanakan sholat untuk segera turun kebawah, setelah selesai itu kita akan melanjutkan ke acara berikutnya, paham?”
“Siap! Paham!” usai memberikan arahan terakhir tersebut, kakak – kakak pembimbing itu pun langsung meningglkan kelas, dan disambut dengan kericuhan anak – anak kelas. Alvin yang masih merasa bersalah tadi hanya bisa terhenyak di tempat duduknya.
“Gila kamu, kaget banget tadi tuh aku!” ujar Rahman, teman sebangku Alvin langsung berdiri dan menepuk pundak Alvin, tapi yang ditepuk hanya bisa diam tak bersuara.
“Woii kenapa lagi? Shock berat?” De yang keturunan orang cina melambaikan tanganya di depan Alvin, namun Alvin menepisnya.
“Ga nyangka bisa kelepasan kayak tadi aku, hhh”
“Hahahaha tenang wae lah semua bisa buat salah kok,” ujar Rio seraya menghampiri Alvin cs, seraya memegang 1 buah pisang ambon yang sangat besar. Dengan perutnya yang tambun, dan logat ngomongnya yang medok ngapak banyumasan itu makin menambah kekonyolannya. Semua yang melihat adegan itu tertawa, tak terkecuali Alvin, ia memberikan senyumannya sedikit.
“Ahh udahlah yok sholat dzuhur dulu,”
“Ayo lah, itu yang aku tunggu daritadi” Alvin, Rahman, dan De, segera beranjak.
“Woiwoiwoi, nyong mbok ditunggu li lah, lagi mangan gedang iki,” Rio setengah berteriak, karena ia tengah memakan pisangnya sedangkan teman – teman yang lain sudah mulai berjalan meninggalkannya.
“Udahlah ayo sambil jalan,” akhirnya Rio dengan tergopoh – gopoh menyusul mereka bertiga. De usil menggoda si Rio, dan Rio dengan polosnya terpancing oleh De, menunjukan ekspresi cemberut terbaiknya yang menghasilkan gelak tawa mereka bertiga.
“Oh ya Vin, kamu udah beli gitarnya belum?”
“Gitar? Jelas udah lah, kemaren waktu kamu bilang suruh beli gitar aku langsung beli tuh,”
“Hahaha ada yang niat banget pengen belajar musik nih ceritanya,” De mulai menggoda Alvin kali ini, sambil menyenggol – nyenggol Alvin.
“Wohohoho jelas lah, pengen banget nih, udah dari kecil tauk, makanya katanya kamu bisa ngedrum, ntar kita bikin band nih,”
“Wah bener banget tuh Vin, musti dibikin Band Pro 1”
“Haha gampang itu mah, yang penting kita lancarin dulu latihannya,” mereka serempak mengangguk setuju dengan keputusan tersebut. Tapi Rio masih saja belum menamapakan muka berdamainnya. “Udahlah Yo, orang si De cuman bercanda kok, masa mau kamu ambil hati gitu sih, ahh ga seru lah,” Rio masih saja cemberut, namun sudah tidak seperti tadinya lagi, dan akhirnya sudah memasang tampang muka biasanya lagi. De yang membuat masalah dan Rahman, hanya bisa tersenyum menahan geli akibat sifat Rio yang masih terkesan polos. Karena mereka harus mengantri untuk giliran wudhu dan sholat, mereka meneruskan pembicaraan mereka, tentang sekolah baru mereka, tentang kakak - kakak pembimbing dari yang paling menyebalkan, yang paling baik, sampai yang paling cantik. Saat mereka tengah asyik – asyiknya berbicara, Alvin dikejutkan dengan suara wanita yang berada disebelahnya, saat ia menengoknya tampak seorang gadis manis dengan mata kecoklatan, rambutnya yang hitam, kulitnya yang putih, serta senyum manis yang melekat ditambah indanya gigi gingsul di pinggirnya, membuat Alvin lupa akan segalanya.
“Woiii ngeliatin apa ente? Batal ntar tuh wudhu gara – gara ilermu yang seember” ucapan De menyadarkan diri dari keterpesonaannya akan gadis tersebut.
“Eh De kamu liat cewek yang itu ga yang bawa mukena biru itu tuh?”
“Yang mana? Yang itukah?”
“Iya iya yang itu tuh, jangan nunjuk – nunjuk gitu juga kali lah,” Alvin menurunkan tangan temannya tersebut yang masih berusaha menunjuk gadis tersebut.
“Oh itu, ya jelas ga tau aku lah, tapi si kayaknya anak OSIS sini juga,”
“Set dah, katanya ga tau, tuh main nebak aja,”
“Etdah, makanya matamu pake dong ahh, payah, tuh liat dia, bawa jas OSIS kita, makanya aku bilang gitu sholeh,” saat Alvin akan membalas omongan De, gadis yang tengah mereka bicarakan menoleh ke arah mereka, segera saja Alvin menarik De untuk masuk ke mushola. De yang ditarik – tarik Alvin hampir terjatuh – jatuh karenanya. Gadis tersebut hanya bisa tertawa kecil melihata adegan tersebut dan berbicara kepada teman sebelahnya. Gadis itu membatin perlahan, karena tahu dialah yang menjadi sasaran obrolan mereka ‘Hmm cuman anak baru, biasa masih lucu – lucu tapi yang tadi itu...’
To be continued...
So guys, how's the stories? Sekali lagi gua minta maaf kalo ada pihak yang tersinggung ato kalo menang ceritnaya kurang menarik, gua bakal berusaha untuk membuat ini lebih menarik dan enak dibaca, mohon bantuannya Minna!
Oyasuminasai!!!
-PenaBuluMerak-
Diubah oleh penabulumerak 06-08-2017 18:25

anasabila memberi reputasi
1
2.6K
Kutip
12
Balasan


Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!

Stories from the Heart
32.3KThread•47.8KAnggota
Urutkan
Terlama


Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru