Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

folkkaskusAvatar border
TS
folkkaskus
Diduga Korupsi, TPDI Minta Kejagung Sita Uang Rp.2,5M Bupati di PN Bajawa
Melalui pemberitaan di media Online Voxntt.com terbitan tanggal 27 Juni 2017, bahwa kasus Gedung DPRD Nagekeo sudah selesai karena sudah dikonsinyasi uang Rp.2,5 miliar, padahal tidak demikian. Ini merupakan sebuah kebohongan Bupati Elias Djo untuk mengelabui publik dan mengecoh Kejaksaan dan KPK,

Karena itu pemberitaan media Online (VoxNtt.com) dan wartawannya akan dijadikan alat bukti terkait pembohongan publik Bupati Nagekeo, karena berakibat sangat fatal yaitu melahirkan perkara baru berupa korupsi berlanjut guna mengecoh Remi Konradus, masyarakat Nagekeo bahkan KPK sendiri.

Demikian pernyataan Petrus Selestinus, Koordinator TPDI dan Advokat PERADI, kepada media ini melalui pesan selular, Kamis (29/6/2017).

Baca juga : TPDI Minta Kejati NTT Ambil Alih Kasus Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Gedung DPRD Nagekeo

Lebih lanjut Petrus menjelaskan, penegasan Sdr. Elias Djo, Bupati Nagekeo tentang kasus pengadaan tanah untuk pembangunan Gedung DPRD Kabupaten Nagekeo, bahwa kasus kantor DPRD Nagekeo sudah selesai dan tidak ada persoalan lagi, karena pemerintah daerah sudah menempuh jalur konsinyasi atau pembayaran uang tunai yang dititipkan di Kepaniteran Pengadilan Negeri Bajawa, jelas sebagai sebuah “kebohongan publik” dengan bungkusan ketentuan pasal 1404 KUHPerdata.

“Penegasan Elias Djo merupakan bagian dari “tipu muslihat” untuk menutupi jejak korupsi dan tindak pidana korupsi itu sendiri dalam kasus pengadaan tanah untuk pembangunan gedung DPRD Nagekeo”, jelas Petrus.

Menurut Petrus, penggunaan pasal 1404 KUHPerdata sebagai dasar hukum untuk konsinyasi Rp.2,5 miliar Ganti Rugi tanah milik Remi Konradus, hal itu merupakan penyalahgunaan terhadap Lembaga Konsinyasi karena konsinyasi dalam pembayaran Ganti Rugi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sudah diatur tersendiri dalam Perma No. 3 Tahun 2016.

Selain itu, lanjut Petrus, amar putusan perkara ini tidak ada perintah kepada Pemda dan DPRD Kabupaten Nagekeo untuk membayar sejumlah uang.

Petrus juga mempertanyakan asal uang Rp.2,5 M untuk konsiyasi. “Lantas dari mana munculnya angka Rp. 2,5 miliar untuk membayar Remi Konradus atas tanah seluas +/- 15.000 M2 melalui jalan konsinyasi”, kata Petrus.

Baca juga : Muhammad Misbakhum Ancam Bekukan Anggaran KPK-POLRI Tahun Anggaran 2018, Ini kata Petrus Selestinus

Petrus berpendapat, skenario konsinyasi dengan dasar pasal 1404 KUHPerdata, selain menunjukan Elias Djo dan Paulinus Nuwa Veto sedang panik, juga memperlihatkan betapa Pemerintahan Daerah Kabupaten Nagekeo dipimpin oleh pemimpin yang lemah dalam memahami substansi hukum dan putusan Mahkamah Agung RI dalam konteks sengketa pemilikan tanah.

“Ini bukan putusan Pengadilan dalam sengketa hutang piutang sehingga pasal 4014 KUHPerdata mau dipaksakan untuk diterapkan dalam sengketa pemilikan tanah antara Pemda dan DPRD Nagekeo melawan Remi Konradus”, kata Petrus.

Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekeo, terang Petrus, justru berada dalam posisi diwajibkan Pengadilan untuk menyerahkan tanah seluas 15.000 M2 kepada Remi Konradus disertai pembongkaran Gedung DPRD Kabupaten Nagekeo. “Itulah yang harus dilaksanakan, bukan pada soal bayar Ganti Rugi apalagi tidak ada kesepakatan untuk membayar Ganti Rugi ko sifat pembayarannya mau dipaksakan melalui konsinyasi”, katanya.

Petrus mengatakan, sulit rasanya bagi Elias Djo dan Paulus Nuwa Veto untuk lolos dari jeratan tindak pidana korupsi, karena putusan Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi dan PK telah menegaskan bahwa Elias Djo dan Paulus Nuwa Veto telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan Remi Konradus dan memerintahkan Pemda Kabupaten dan DPRD Nagekeo segera menyerahkan tanah obyek sengketa dalam keadaan kosong dan/atau bangunan gedung DPRD Nagekeo harus dibongkar bila perlu dengan bantuan alat negara. “Ini sudah final”, tambahnya.

Baca juga : Jaringan Mafia Proyek dan Jabatan Strategis di Sikka akan segera Dibongkar TPDI

Sebagai seorang Kepala Daerah, terang Petrus, maka sikap Bupati Elias Djo yang masih terus memperpanjang rentang kendali dengan membuat perkara menjadi beranak pinak dan tidak berujung, sangat bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat, sederhana dan murah serta bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang hendak dicapai dari proses peradilan yang sederhana, cepat dan murah tadi. “Tidak ada lagi ruang sekalipun hanya sebesar lubang jarum yang bisa meloloskan Elias Djo dan Paulus Nuwa Veto dari pertanggungjawaban secara pidana dalam kasus ini”, jelasnya.

Petrus menambahkan, kita tinggal menunggu political will dari Kejaksaan selaku penanggung jawab penanganan kasus-kasus korupsi di NTT, karena kemenangan Remi Konradus sangat sempurna, bahkan kemenangan yang sangat istimewa karena gugatan dilayangkan sebanyak dua kali dan dua-duanya dimenangkan secara mutlak oleh pihak Remi Konradus sebagai Penggugat melawan Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekeo dan DPRD Nagekeo sebagai Tergugat, hingga Putusan PK Mahkamah Agung.

Penyetoran dana Rp. 2,5 miliar di Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Bajawa, oleh Elias Djo, Bupati Nagekeo sebagai Konsinyasi untuk membayar ganti rugi kepada Remi Konradus, menurut Petrus, jelas merupakan Tindak Pidana Korupsi secara berlanjut karena merupakan kelanjutan dari Tindak Pidana Korupsi di awal Pengadaan Tanah ini dengan menyalahi prosedur, baik prosedur tentang pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan menurut Undang-Undang maupun prosedur konsinyasi yang tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor : 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian Ke Pengadilan Negeri.

Baca juga : Usul Abolisi kepada Presiden Jokowi dan Rekonsiliasi dengan Rizieq Shihab Perlu Diwaspadai

Petrus meminta Kejaksaan untuk perlu mencermati 3 (tigal) hal penting yaitu:
pertama, apakah Pengadaan Tanah yang dilakukan pada Tahun 2007 itu dilakukan sesuai dengan prosedur PP No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan atau tidak.

Kedua, apakah dana yang diambil dari dana APBD untuk pembayaran kepada Efraim Fao dilakukan sesuai dengan PP No. 65 Tahun 2006 atau tidak.

Ketiga, uang Rp. 2,5 miliar yang diperoleh Bupati Elias Djo untuk dikonsinyasikan pada bulan Maret tahun 2017 dan sudah ditolak Pengadilan Negeri Bajawa, supaya segera disita sebagai barang bukti korupsi oleh Kejaksaan Tinggi NTG di Kupang atau KPK. (AN/Flores Post).

Sumber : [url]https://floresposS E N S O R2017/06/29/diduga-hasil-korupsi-tpdi-minta-kejagung-ri-sita-uang-konsinyasi-rp-25m-bupati-nagekeo-di-pn-bajawa/[/url]
0
1.5K
11
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.