https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/d-3536852/kisah-rosita-uang-tabungan-rp-42-juta-yang-tak-diakui-sekolah
Malang - Rosita telah mengumpulkan uang dengan menabung di sekolah. Uang tabungan siswi kelas 9 Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTS) Negeri 1 Tumpang ini mencapai hampir Rp 42 juta lebih. Tapi ketika akan diambil, sekolah atau wali kelas tidak mengakui tabungan Rosita.
Merasa uang tabungannya tidak diakui, membuat Rosita panik, dia takut jika nanti orang tuanya menanyakan dan meminta uang tabungan itu. Karena dalam setiap menabung, Rosita mendapatkan uang dari kedua orang tuanya.
Sangking takutnya, putri pasangan Wijiyati dan Suryono ini memilih bunuh diri dengan menenggak beberapa butir pil obat sakit kepala dengan minuman bersoda.
Beruntung nyawa Rosita bisa diselamatkan setelah dilarikan ke rumah sakit tidak jauh dari tempat tinggalnya Desa Ngingit, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.
"Bu guru (Widyawati) tidak mengakui jika saya menabung. Katanya itu tidak ada, sementara ibu menanyakan terus," keluh Rosita kepada wartawan, Selasa (20/6/2017).
Tabungan sengaja diminta Rosita beberapa waktu lalu, sebelum liburan sekolah diumumkan. Tujuannya, agar uang tersebut bisa digunakan untuk merayakan lebaran serta persiapan masuk ke jenjang sekolah berikutnya.
Dalam setiap menabung Rosita dan ibunya selalu mencatat dalam buku tabungan yang dimiliki sendiri. Karena wali kelas dimana Rosita menyerahkan uang tabungan tidak memberik buku tabungan sebagai catatan. "Kami punya catatan setiap kali menabung, karena dari sekolah tidak diberi," ujar Wijiyati mendampingi Rosita.
"Kami ingat dan mencatat di Tanggal 24 September 2017 menabung Rp 20 juta dan berikutnya sebesar Rp 42,7 juta. Uang itu sengaja kami tabung agar nanti saat lebaran dan kelulusan bisa diambil," terang ibunda Rosita ini.
Jika memang tidak diakui, lanjut dia, sangat aneh. Karena setiap kali waktu pembayaran SPP, putrinya selalu ditawari dipotong dari uang tabungan.
"Kalau kita ada tabungan yang seperti dikatakan gurunya, tidak mungkin bisa potong-potong untuk bayar SPP dari tabungan," sesalnya.
Dari kejadian ini, pihak keluarga mengaku bukan hanya rugi materi tapi juga waktu dan psikis Rosita. Apalagi tindakan Rosita yang selalu menagih dan mencari saksi ke teman-temannya membuat dirinya dijauhi dan merasa diacuhkan oleh sekolah.
_______________
Wedi riba yen nabung nang bank, sakno
Quote:
Keluarga Rosita Siap Sumpah Pocong Buktikan Tabungan Rp 42 Juta
https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/d-3537054/keluarga-rosita-siap-sumpah-pocong-buktikan-tabungan-rp-42-juta
Malang - Sumpah pocong menjadi jalan terakhir untuk menyelesaikan tabungan Rosita yang hilang di sekolahnya. Rosita adalah siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTS) 1 Tumpang yang mengaku memiliki tabungan kurang lebih sebesar Rp 42 juta.
Kasus uang tabungan Rosita mencuat, setelah siswi kelas 9 Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTS) 1 Tumpang itu nekat bunuh diri, dengan menengak obat sakit kepala dengan minuman bersoda.
Mediasi untuk menyelesaikan masalah sempat digelar oleh sekolah, wali kelas, orang tua Rosita serta jajaran Muspika Kecamatan Tumpang. Namun, tidak ada titik temu dalam pertemuan tersebut.
Foto: Muhajir Arifin
Kepala Sekolah MTS Negeri 1 Tumpang, Pono, membantah tidak adanya titik temu soal uang tabungan Rosita. Kepada detikcom, Pono mengakui persoalan sudah selesai. "Sudah clear," tegas Pono saat dikonfirmasi, Selasa (20/6/2017).
Pono menambahkan, pihaknya serius ingin menyelesaikan persoalan ini. Sumpah pocong menjadi jalan terakhir pasca pertemuan tidak menemukan titik temu.
"Sumpah pocong permintaan dari mereka. Kami ingin memfasilitasi bersama perangkat desa setempat. Waktu dan tempatnya masih menunggu konfirmasi dari yang bersangkutan," kata Pono.
Foto: Muhammad Aminudin
Menurut Pono, sudah menyarankan agar persoalan ini diselesaikan ke jalur hukum, namun keluarga Rosita lebih memilih sumpah pocong. "Dari mereka menginginkan sumpah pocong, untuk membuktikan siapa yang benar," terang Pono.
Pono mengungkapkan, tidak pernah menginstruksikan para siswa menabung, tetapi dari kasus Rosita murni inisiatif wali kelas. "Sementara alasan buku tabungan tidak diberikan, karena takut disalahgunakan siswa. Dengan kasus ini, kami menyetop adanya kegiatan menabung siswa ke sekolah," ungkapnya.
Sangar sumpah pocong ik
Quote:
Original Posted By disbaiksi►
Analisa aja, dilihat dari catatan di atas keliatan tipu2nya, analisa ane:
1. Menabung beberapa juta per hari dalam 1 minggu, padahal normalnya tabungan sampe 40juta itu dilakukan tiap bulan atau minggu sekali selama sekian taun...
2. Kalau bisa nabung segitu banyak dalam 1 hari dan ke sekolah (bukan ke bank) berarti penghasilan orang tuanya di atas tabungan per hari itu, ga logis kalo penghasilan ortu . Taruhlah 2 jt per hari atau 60 jt per bulan trus si anak didesak hingga ingin bunuh diri karena uang 40jutaan...
3. Jika ada tabungan pastinya ada catatan sekolah, orang di lingkup RT aja biasanya catatannya bagus kok... Kalo ga ada berarti gurunya salah, cuma ga yakin ga ada catatan kalo bisa potong tabungan...
4. Mau nyimpen sebesar itu biasanya ada janji bunga sekian persen atau bagi hasil dll, kalo murni hanya nabung kok kayaknya ga mungkin... Di sini motif menabung ga jelas, dan kalo ada iming2 surga, harusnya korbannya ga cuma satu...
Itu cuma analisa asal aja, semoga kebenaran segera terungkap...
Quote:
Original Posted By upayasholat►
Malang - Rosita, siswa MTS Negeri I Tumpang, Kabupaten Malang, sempat akan bunuh diri karena jumlah tabungannya sebesar Rp 42 juta tidak diakui pihak sekolah.
Berapa sebenarnya jumlah tabungan Rosita, selama duduk di bangku kelas 9 MTS Negeri di Tumpang, Kabupaten Malang.
Keluarga menyebut, tabungan remaja 15 tahun itu mencapai Rp 42 juta. Namun, pihak sekolah mengklaim jika nilai tabungan Rosita hanya sebesar Rp 135 ribu.
"Tabungan sesuai catatan di buku hanya sebesar Rp 135 ribu," ujar Kasek MTS Negeri Tumpang, Pono saat ditemui detikcom di ruang kerjanya, Rabu (21/6/2017).
Tak hanya sekedar mengucapkan jumlah tabungan Rosita, Pono juga menunjukkan buku tabungan yang dimiliki oleh wali kelas Rosita.
"Ini buku tabungannya, silakan dilihat," ujar Pono seraya menunjukkan buku tabungan atas nama Rosita Ani Kelas 9C.
Menurut Pono, buku tabungan selama ini dibawa oleh wali kelas yang mengakomodir uang tabungan para siswa. Namun kenapa buku tabungan it tidak diberikan ke Rosita, pasti wali kelas memiliki alasan.
"Dicatat dan ditunjukkan ketika menerima uang tabungan siswa. Jika Rosita memiliki uang tabungan itu, kenapa untuk rekreasi ke Yogya saja harus membayar, dan kita tidak mewajibkan bayar SPP," jelas Pono yang baru beberapa bulan menjabat ini kepala sekolah MTS Negeri 1 Tumpang.
(bdh/bdh)
==>
https://news.detik.com/berita-jawa-t...929.1489463301
nah berat ini, siap2 kalo dituntut balik
Quote:
Original Posted By otak.user►Malang, Memo X – Mediasi antara orang tua dan pihak lembaga dalam kasus dugaan penggelapan uang siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Tumpang yang dilakukan oknum guru berakhir deadlock, karena kedua kubu tidak menemukan titik temu.
Persoalan dugaan penggelapan uang tabungan murid ini, mencuat berawal saat seorang siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Tumpang Kabupaten Malang, nyaris mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Ini dipicu karena uang tabungan sekolah yang dipegang wali kelas 9.C tidak diberikan, dengan dalih tidak ada bukti nabung.
Akibatnya siswi ini shock dan harus menjalani rawat inap di rumah sakit Modern Wates Poncokusumo Kabupaten Malang. RA (15) siswa kelas IX C MTS Negeri Tumpang mengaku putus asa hingga nekat ingin mengakhiri hidupnya. Lantaran dia takut kepada orang tua setiap ditanya perihal uang tabungan yang telah dikumpulkan selama setahun di kelas XI tersebut hilang .
RA menjelaskan, telah menabung uang kurang lebih sebesar Rp 42 juta, selama dia kelas 9. Namun ketika kelulusan tiba dan Rosita menagih uangnya, Wali Kelas 9.C bernama Widyawati tidak mengakui uang tabungan tersebut. “Bu guru gak mau mengembalikan uang saya, dan ibu nanya uangnya terus. Saya bingung, jadi saya beli Sprite dan Paramex 4 pil, Mbak,” terang gadis tersebut.
RA mengaku sudah beberapa kali menagih uang tabungan, tapi awalnya guru selalu berdalih sibuk. ”Setiap saya tagih selalu bilang sibuk. Dulu juga pernah bilang kalau uang tabungan saya sudah banyak, tapi sekarang tiap saya tagih bilangnya gak ada gak ada,” lanjut RA.
RA mengaku yang di buku tabungan itu, tabungan uang saku sedangkan tabungan wajib biasanya di buku besar. Wijiyati, ibu RA menambahkan selama ini tidak pernah diberikan buku tabungan, Setiap ditagih buku tabungan jawabnya pasti sudah ditulis dibukunya. Selama ini, sebagai orang tua, percaya terhadap gurunya dan tidak merasa curiga .
”Karena saat kelas 1 dan 2, juga nabung gak dikasih buku tabungan. Tapi uangnya mesti dikasih. Kok pas kelas 3 ini diruwet,” tandas Wijiyati saat ditemui di rumahnya di Desa Ngingit Kecamatan Tumpang. Wiji ibu korban mengaku sangat kecewa dengan sikap sekolah yang terkesan malah memojokannya sebagai orang kecil. Pihaknya tidak mungkin menagih apabila tidak ada bukti. Selama ini sudah mencatat berapa yang ditabung anaknya di buku kecil dengan tanggalnya.
Tanggal 24 September 2017, RA menabung sebesar Rp 20.000.000 dan berikutnya senilai Rp 42.700.000. Anehnya, anaknya tidak pernah membayar SPP dan uang buku, karena walikelasnya, selalu menawarkan untuk memotong tabungan yang senilai Rp 42.700.000.
“Kalau kita gak ada tabungan yang seperti dikatakan gurunya, gak mungkin bisa potong-potong untuk bayar SPP dan buku mbak,” jelasnya. Suryono juga mengatakan, sudah meminta tindakan tegas dari pihak sekolah. Namun sampai saat ini pihak sekolah hanya diam saja dan disuruh menunggu hingga ada bukti yang jelas. Namun hingga sekarang tidak ada tindakan untuk mengusut kasus ini, “Pihak sekolah diam saja, gak ada ngomomg apa-apa. Malah kalau saya kesekolahnya sering dibilang gak ada yang bersangkutan.”
Dari kejadian ini, pihak keluarga mengaku bukan hanya rugi materi tapi juga waktu dan psikis anaknya. Apalagi tindakan RA yang selalu menagih dan mencari saksi ke teman-temannya membuat dirinya dijauhi dan merasa diacuhkan oleh sekolah. “Dulu ada banyak temen yang mau bela jadi saksi. Tapi setelah dipanggil sama bu guru ke rumahnya, besoknya mereka sudah gak mau ngomong sama saya lagi mbak,” keluhnya.
Seperti diketahui, RA menabungkan uang yang diberikan ibunya setiap hari ke wali kelasnya. Harapannya uang tersebut bisa terkumpul banyak dan diambil saat kelulusan untuk mendaftar di SMA pilihannya. Namun naas, wali kelas RA tidak mengakui uang yang dia kumpulkan sehingga dia mengalami depresi dan mencoba bunuh diri.
Sementara itu, Pono, Kepala SekolahMadrasah Tsanawiyah Negeri 1 Tumpang membantah, jika dikatakan persoalan mengalami deadlock alias tak ada keputusan. ”Kami akan melakukan pelaksanaan dengan keinginan Pak Suliono yang akan melakukan sumpah pocong,” ujar Pono.
Tetapi pihaknya lebih dulu akan berkoordinasi dengan perangkat desa dan tidak akan mengambil langkah-langkah sepihak. ”Saya menganggap peristiwa ini tidak biasa. Tidak biasanya, ada data-data tidak otentik,” ujarnya. Pono juga mengaku, bahwa tabungan wali kelas bukan atas instruksi darinya. Tetapi inisiatif wali kelas siswa .
Alasan buku tabungan tidak diberikan, karena pihak lembaga khawatir kepada anak-anak yang tidak membawa buku tabungan akan membeli berulangkali di koperasi. Sejak peristiwa ini mencuat, sebagai kepala sekolah yang baru menjabat 6 bulan ini, akan menyetop semua aktivitas menabung di sekolah dan akan menjalin kerjasama dengan perbankan.
Rencana pihak sekolah yang akan membawa kasus ini ke ranah hukum, tampaknya batal. Karena Kepala MTSN 1 Tumpang masih menunggu perkembangan sampai fakta- fakta yang menguntungkan dan merugikan bisa ditemukan.
Sementara itu, Widyawati, wali kelas 9.C MTsN Tumpang membantah, tudingan ada tabungan yang tidak diberikan ke muridnya. Karena setelah nabung, buku tabungan langsung diberikan ke masing-masing siswa. Wali kelas 9.C ini, menambahkan jika semua siswanya yang menabung dibawa buku tabungannya.
”Teknisnya, saya berikan langsung. Bahkan apabila akan menabung, saya informasikan ke semua siswa. Ya ada siswa-siswinya yang menabung Rp 3000 dan Rp 2000 sesuai kemampuan yang terbanyak,” ungkapnya.
”Uang Rosita sudah saya berikan saat rekreasi ke Jogja senilai Rp 135.000. Sebagai wali kelas yang mengajar seminggu sekali ini, tidak pernah ditarik apapun,” ujar Widyawati.
Sementara itu, Khorij, Komite Sekolah mengaku selama ini Rosita ada tunggakan SPP Rp 650.000 untuk jariyah mushola. “Dulu saya tagih, malah marah-marah,” ujarnya. Tahun ini, juga masih mempunyai tunggakan sebesar Rp 760.000 untuk pembayaran sekolah.
Saat mediasi, dihadiri Babinsa Desa Pandanajeng Koptu Erliyanto, Babinkamtibmas Aiptu Sahari, Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Tumpang Pono dan penyidik Polsek Tumpang.
Acara mediasi diharapkan berakhir, setelah Wijiati orangtua siswa, menolak ajakan sumpah pocong. Karena menurutnya, percuma uangnya tidak akan kembali. (ega/cw1/yan)
https://malang.memo-x.com/29858/polemik-tabungan-siswa-mtsn-1-tumpang-2.html/amp
Nabung level sekolah kok sampai 42juta, ini bank apa sekolah, mau percaya apa ga ya silahkan
Mau sumpah pocong dijabanin ehhh akhirnya ga mau
Quote:
Original Posted By disbaiksi►
Dapet ngubek2 facebook, intinya ibunya yang gila dan tukang nipu, anaknya ga tahan pengin bunuh diri karena kelakuan ibunya. Kejadian bukan pertama kali ini.
Ternyata analisa ane tentang Rosita salah, yang sabar ya nduk, ayu2 ngono ibune gemblung...