Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

annisaputrieAvatar border
TS
annisaputrie
PBNU Jabarkan 9 Potensi Kerugian Akibat 'Full Day School'
PBNU Jabarkan 9 Potensi Kerugian Akibat 'Full Day School'
Lalu Rahadian , CNN Indonesia
Rabu, 14/06/2017 17:06 WIB


PBNU Jabarkan 9 Potensi Kerugian Akibat 'Full Day School'Full day school disebut hanya akan menambah beban pelajaran siswa sekolah. (CNN Indonesia/Gautama Padmacinta)

Jakarta, CNN Indonesia -- Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) menjabarkan sembilan potensi kerugian jika penerapan wacana full day school atau pemadatan jam belajar hingga delapan jam per hari direalisasikan.

Menurut Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini, kerugian pertama akan diperoleh anak didik. Para siswa di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama disebut akan mendapat beban belajar yang tidak sesuai dengan umurnya.

Helmy mengatakan, hasil jajak pendapat dengan sejumlah pakar psikologi di Jawa Tengah beberapa waktu lalu menyimpulkan anak usia SD setelah jam 13.00 WIB daya serap ilmunya cenderung menurun.

"Jika kegiatan belajar mengajar ditambah maka keterserapan pendidikan pada anak tidak akan maksimal," kata Helmy dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (14/6).

Kerugian kedua pada aspek pendidikan keagamaan. PBNU menilai wacana pemadatan jam belajar yang dimunculkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berpotensi mengurangi kesempatan anak didik untuk mengeyam pendidikan di pesantren atau madrasah diniyah (Madin).

Menurut Helmy, Madin di banyak daerah biasanya memulai kegiatan pada sore hari. Jika jam belajar di sekolah bertambah, siswa-siswi tak bisa lagi mengikuti kegiatan di Madin karena waktu yang berbenturan.

"Ketiga terkait aspek akademik. Aturan belajar-mengajar lima hari harus diikuti pembenahan kurikulum sekolah. Sementara mengubah kurikulum lama yang sudah secara sistematik diterapkan di sekolah tentu tidak semudah membalikkan tangan," ujarnya.

Kerugian keempat ada pada aspek kreatifitas anak didik. PBNU menilai penguatan aspek kompetensi nonakademik siswa dapat terganggu jika jam belajar ditambah tiap harinya.

Kelima, tambahan jam sekolah ditakuti akan mengurangi waktu bermain anak. Padahal, menurut Helmy, anak harus memiliki waktu bermain yang cukup untuk membangun dunia sosial dengan teman-temannya.

"Keenam, penambahan jam belajar sekolah praktiknya juga berhubungan dengan penambahan uang saku anak di sekolah. Ini tentu menambah beban finansial orang tua," katanya.

Kerugian ketujuh dipandang muncul dalam aspek keamanan. Menurut Helmy, Pemerintah harus memikirkan ulang jaminan atas keselamatan dan keamanan jiwa anak didik jika harus menempuh perjalanan pulang dari sekolah waktu sore setiap harinya.

Masalah keterbatasan sarana dan prasarana sekolah menjadi penyumbang kerugian selanjutnya. Keterbatasan ruang belajar-mengajar di beberapa SD atau SMP di daerah menyebabkan tidak mungkinnya pendidikan formal dilakukan hingga sore hari.

Terakhir, ketahanan keluarga ditakutkan akan terganggu jika jam belajar anak bertambah. Sebab, menurut Helmy, banyak anak usia sekolah dari keluarga tidak mampu yang kerap diperbantukan untuk keluarga pasca bersekolah.

"Jika anak-anak ini harus bersekolah hingga sore hari maka dua hal sekaligus membebani orang tua. Pertama, bertambahnya kebutuhan uang saku sekolah, kedua berkurangnya penghasilan lantaran berkurangnya tenaga dalam mencari nafkah," katanya.

PBNU pun mengklaim siap diajak berdiskusi dan berbicara bersama Kemdikbud untuk memperbaiki wacana pemadatan jam sekolah.
http://www.cnnindonesia.com/nasional...ll-day-school/


Konsep Full Day Scholl yang Memenjarakan
Jumat, 04/11/2016 07:21 WIB



Jakarta, CNN Indonesia -- “Saya tidak pernah membiarkan Sekolah Mengganggu Pendidikan saya -Mark Twain”

Kutipan bijak dari novelis sekaligus berprofesi pengajar ini menyuruh kita mengkaji sekolah lebih komprehensif dan substansi. Tentu sekolah yang dimaksud adalah pendidikan yang berada di bawah naungan instusi negara.

Menariknya gagasan Mendikbud Muhadjir Effendy yang baru dipilih bapak Presiden Jokowi, langsung menunjukkan taringnya di dunia pendidikan. Dengan dalil perbaikan kualitas, pak menteri menggagas beberapa rencana kebijakan seperti menghapuskan sekolah gratis (walau dari dulu enggak gratis), melanjutkan kurikulum 2013 (walau hasil evaluasi tidak ada), sampai yang paling fenomenal yaitu, Full Day School (FDS)

Bapak menteri yang kece ini mungkin punya hati yang kuat atau otak yang brilian dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Apalagi dirinya sangat percaya diri, bahwa setiap kebijakannya akan disetujui Pak Presiden dan Wapresnya. Contohnya, Program FDS ini. Bapak Menteri ini telah mengantongi persetujuan dari Wapres. Dengan bangganya, pak menteri akan melakukan kajian, mengeluarkan Permen hingga memulai pilot project ke beberapa sekolah untuk melihat respons pasar (itu istilah JK menyebut sekolah).

Rencana Kebijakan FDS ini disambut berbagai protes dari masyarakat. Tapi agar lebih objektif, ada baiknya kita mengulasnya ya Pak Mendikbud. Sebelum kita mengulas FDS ini, ada baiknya juga kita membahas pendidikan khususnya pendidikan dasar di Indonesia.

Kalau merujuk UU Sisdiknas No.20 Thn 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang tertuang ke dalam tujuan pendidikan nasional dan pendidikan dasar yaitu mewujudkan suasana belajar yang nyaman dan proses kegiatan pembelajaran dengan tujuan agar siswa aktif mengembangkan daya intelektualnya. Atau di dalam Pembukaan UUD 1945 tertera bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah-satu tujuan Indonesia didirikan.

Tentu inilah menjadi cita-cita bangsa Indonesia untuk memberikan pendidikan kepada seluruh warganya sebagai antitesa atas pendidikan di zaman kolonial yang diskriminatif. Itu sebabnya konstitusi mengatur pendidikan sebagai hak seluruh rakyat di Indonesia dan negara wajib menyelenggarakannya.

Atas dasar itu pula pendidikan bukanlah barang komoditas yang bisa diperjualbelikan. Walau kenyataannya saat ini, pendidikan semakin jatuh ke jurang neoliberalisasi yang semata-mata berorientasi profit (makanya juga pemasukan dari biaya pendidikan tinggi masuk kategori PNBP guys).

Sementara yang dimaksud pendidikan dasar di Indonesia terdiri dari 2 tahap: SD/MI (6 tahun) dan SMP/MT (3 tahun). Tujuan pendidikan dasar tentu disesuaikan dengan usia peserta didik. Maka diarahkan untuk pembentukan karakter, berdisiplin, tanggung jawab, meningkatkan jiwa sosial dan pengetahuan sains-teknologi serta lingkungan sangatlah penting untuk dicapai.

Pengertian pendidikan beserta tujuannya tentu akan dipengaruhi dari metode sistem pendidikan di Indonesia. Baik kurikulum (saat ini terjadi polemik kurikulum 2013), pengajar, infrastuktur, anggaran hingga metode.

Mendikbud Prof. Muhadjir Effendy menyebutkan bahwa FDS atau seharian di sekolah adalah usaha untuk mencapai tujuan pendidikan dasar yang berkualitas bagi peserta didik Indonesia.

Ada beberapa alasan yang dikemukakan pak menteri baru ini untuk memuluskan FDS dijalankan di Indonesia. Di antaranya: pertama, agar terbentuk karakter peserta didik yang baik sehingga tidak liar saat di luar (apakah keluarga dan lingkungan sosial yang dimaksud liar pak?).

Kedua, agar anak tidak sendiri ketika orang tua bekerja (Bukankah semua orang adalah guru dan semua masyarakat adalah orang tua? Atau mohon diajukan pak jam kerja yang tidak panjang dengan upah layak kepada orangtua anak-anak, khususnya dari kalangan kelas buruh dan kaum tani, agar mereka punya waktu bersama yang banyak pak).

Ketiga, memberikan tugas yang lebih banyak (apakah anak-anak tidak butuh bermain dengan alam, masyarakat dan lingkungannya pak? Tugas-tugas itu hanya teori tanpa praktek pak, kami jenuh di sekolah pak!).

Keempat, untuk membendung ajaran radikalisasi. Di sekolah mereka bisa mendapatkan ajaran ekstrakurikuler agama, seni, olahraga yang tidak menyesatkan (Seseram itu kah pak? Bukankah sekolah-sekolah berpahamkan neolib dan feodalisme lebih menyeramkan?)

Kelima; mengurangi penyimpangan peserta didik (bukankah sekolah mengajari peserta didik yang individual, pragmatis, liberal ya pak? Kan itu menyimpang untuk karakternya!)

Sekumpulan alasan bapak menteri masih sangat susah dicerna oleh rasio untuk memajukan pendidikan dasar di Indonesia. FDS seolah-seolah menjadi kebijakan menuju pembobotan peserta didik yang mampu membentuk karakter, daya kritis maupun kreativitas si siswa.

Jikalah itu benar, apakah sekolah saat ini sudah tempat yang nyaman dan aman bagi kami? Apakah sekolah itu tempat yang benar-benar memberikan manfaat bagi perkembangan iptek yang berguna bagi rakyat? (Mohon dijawab pak, atau ijinkan saya menjawabnya pak!).

Saya memahami bahwa pendidikan itu sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa dan negara. Pendidikan bahkan menjadi instrumen yang menopang bangsa yang mandiri dan berdaulat tanpa cengkeraman kekuatan manapun.

Jika mengutip indikator kemajuan pendidikan dasar oleh Edward (1992) ada 12, mulai dari pendidikan dari orang tua, dukungan dari sistem pendidikan yang efektif, infrastuktur yang menunjang, kepemimpinan yang baik, mewujudkan harapan yang tinggi dari peserta didik, sikap yang baik dari guru, waktu pembelajaran yang efektif, metode pembelajaran yang menyesuaikan dengan usia, interaksi, penghargaan kepada peserta didik dan kebebasan akademik sekolah. Apakah itu sudah dipenuhi pak?

Tapi lagi-lagi kenyataannya berbeda Pak. Pendidikan di Indonesia masih belum menjalankan tugas sejarahnya sebagai alat kebudayaan yang mentransformasikan nilai-nilai yang mampu memanusiakan manusia atau dalam bahasa rakyat, membebaskan penindasan manusia atas manusia.

Lanjut Paulo Freire bahwa pendidikan itu adalah membebaskan bukan membelenggu. Pendidikan itu menciptakan kepercayaan diri kepada peserta didik sebagai modal atas kemerdekaan. Pendidikan itu juga bukan sebatas sekolah-sekolah mengajarkan hal-hal dengan label modern. Namun inti tujuan sekolah adalah menciptakan pendidikan yang berorientasi pada keberpihakan kaum tertindas.

Kritikan Paulo atas pendidikan dewasa ini adalah sekolah masih menerapkan “pendidikan gaya bank”. Peserta didik dianggap sebagai wadah untuk menampung seluruh rumusan/teori-teori. Peserta didik menjadi objek, sedangkan pengajar berlagak menjadi subjek yang otoriter yang paling tahu segala-galanya.

Dalam buku “Pedagogy Of The Oppressed” dijelaskan soal antagonisme pendidikan yang meliputi:
1. Guru mengajar, murid belajar,
2. Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa,
3. Guru berpikir, murid dipikirkan,
4. Guru bicara, murid mendengar,
5. Guru mengatur, murid diatur,
6. Guru memilih dan memaksakan pilihan, murid menurut,
7. Guru bertindak, murid disuruh membayangkan,
8. Guru memilih materi, murid menyesuaikan,
9. Guru menjadi subjek, murid menjadi objek,
10. Guru menyatakan kebenaran, murid tidak boleh mempertentangkan kebenaran.

Maka betapa celakanya pendidikan itu. Murid hanya disuruh menghapal apa yang diberikan sekolah. Jika sewaktu-waktu dibutuhkan, maka murid harus mampu mengeluarkan teori/rumusan dari sekolahnya. Model inilah sesungguhnya memenjarakan daya kritis atau intelektual dari peserta didik. Karena tidak ubahnya sekolah mendidik muridnya hanya menjadi robot-robot bernyawa.

Sedangkan pendidikan dalam prespektif Karl Marx tidak luput saya akan kemukakan. Menurutnya, sistem pendidikan dunia ditentukan oleh penguasa ekonomi yang menciptakan kekuasaannya. Lanjutnya, pendidikan bukanlah berorientasi profit untuk melampiaskan akumulasi kapital bagi borjuis besar. Namun pendidikan baginya adalah sebuah instrumen kebudayaan yang membebaskan manusia dari belenggu dehumanisasi serta menciptakan manusia menjadi manusia sejatinya.

Kritikan Marx, pendidikan dari sekolah-sekolah yang ada bukanlah untuk kemajuan peradaban manusia-masyarakat, tapi pendidikan/sekolah masih opresif bagi peserta didik untuk memperkuat dominasi kapitalisme-imperialisme di seluruh dunia. Maka cara-cara pengekangan, pemaksaan, militeristik, tidak ilmiah, terbelakang, menjadi wajah sekolah-sekolah.

Singkatnya Marx menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan itu adalah membentuk karakter manusia yang tercerahkan untuk menciptakan kesadaraan sosial yang lahir dari keadaan sosial untuk memproduksi manusia-manusia baru yang progresif, egaliter, demokratis dan membebaskan manusia dari penindasan.

Terang, bahwa kemajuan pendidikan bukanlah sebuah PEMENJARAAN yang memisahkan peserta didik dari kehidupan sosialnya baik keluarga, masyarakat dan lingkungannya. Pendidikan harus mampu mengintegrasikan sekolah sebagai alat PEMBEBASAN bukan PEMENJARAAN. Karena jika pak Menteri tahu, bahwa asal usul pengertian sekolah itu dari Yunani, maka bapak akan lbh paham. Sehingga tidak kontraproduktif dengan lahirnya gagasan FDS.

Atau saya ijinkan kembali menjelaskannya kepada bapak, barangkali juga bapak lupa. Sekolah, skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: WAKTU LUANG.

FDS itu bukan solusi pak. Atau jangan-jangan FDS menjadi proyek untuk semakin mengintensifkan sekolah sebagai Ideological State Aparratus neolib sebagaimana disebut Althusser!

Sekolah belum terlalu nyaman dan aman bagi siswa, Pak. Tidak sedikit siswa-siswa stres menghadapi proses belajar di sekolah (di kampus aja banyak mahasiswa stress karena beban SKS-tugas yang banyak pak, yang membuat dirinya teralienasikan dari kenyataan sosial).

Siswa-siswa butuh suasana sekolah yang nyaman dan aman. Siswa-siswa membutuhkan pendidikan yang berguna untuk membentuk karakternya yang kolektif, demokratis, bersosial. Siswa-siswa membutuhkan sekolah yang MEMBEBASKAN, bukan MEMENJARAKAN.
http://student.cnnindonesia.com/eduk...-memenjarakan/

-----------------------------

Di daerah-daerah, libur hari Sabtu itu adalah sesuatu yang terlalu mewah. Mereka dari Senin hingga Jum'at, aktivitas belajar-mengajar siswa tidak sesibuk siswa-siswa di Jakarta. Jangan bawa-bawa budaya Jakarta (dan kota-kota besar di Jawa) ke daerah-daerah yang lingkungannya memang berbeda 360 derajat!
0
4.7K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.