Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

axbrblinkAvatar border
TS
axbrblink
Pembangunan Tenaga Panas Bumi Meresahkan Masyarakat Banyumas
Pembangunan Tenaga Panas Bumi Meresahkan Masyarakat Banyumas

RILIS.ID, Jakarta— Pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di kawasan Gunung Slamet sedang hangat diperbincangkan oleh berbagai kalangan. Kondisi tersebut muncul ketika banyak warga di Kabupaten Banyumas yang mulai terdampak atas pembangunan tersebut.

Salah satunya adalah masalah keruhnya air sebagai sumber penghidupan warga dan menimbulkan banyak kerugian di sektor pertanian dan perikanan.

Menurut Kepala Bidang Sosial dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro (Undip) Bagus Nabi Pamungkas isu tersebut menjadi pemantik untuk mendorong pergerakan di Undip tentang isu PLTPB Slamet.

"Kita sempat mengadakan diskusi terkait isu tersebut di lingkungan Undip," katanya kepada rilis.id, Senin (12/6/2017).

Lebih lanjut, Bagus menerangkan, muncul informasi tentang keresahan yang berasal dari warga asli Gunung Slamet yang menyatakan bahwa tidak ada transparansi mengenai pembangunan PLTPB. Sosialisasi secara masif kepada warga-warga pun tidak ada.

"Tiba-tiba sudah mulai berjalan saja proyek PLTPB itu. Seorang warga menuturkan bahwa mulai muncul dampak dari proyek itu, yaitu air yang mulai tidak jernih. Dari Bupati Banyumas pun menyatakan bimbang atas dampak yang ada, karena beliau setuju-setuju saja proyek tersebut dijalankan. Namun sekarang malah menimbulkan dampak terhadap air bersih," jelasnya.

Sementara Muhammad Noer Ali dari Kelompok Studi Geofisika menjelaskan, dari informasi yang didapat ada yang menuturkan bahwa panas bumi yang dihasilkan dari proyek PLTPB tersebut akan mengurangi dampak global warming. Padahal, secara hukum fisika panas bumi dan global warming itu tidak ada korelasinya.

Menurutnya, proses pemanfaatan panas bumi yang letaknya di bagian bawah bebatuan yang sangat keras perlu dilakukan pengeboran, dan akibatnya berdampak pada munculnya guncangan-guncangan yang masih dalam batas wajar.

"Namun demikian, pada hakekatnya untuk melakukan pengeboran perlu perhitungan-perhitungan yang tepat secara geofisika. Dari geofisika tersebutlah yang menghitung berapa hasil dari proyek PLTPB tersebut, berapa Kwh yang dihasilkan dari eksplorasi panas bumi tersebut," jelasnya.

Mencari investor yang mau memberi investasinya dalam bidang panas bumi, menurut Ali, sangat susah karena untung yang dihasilkan tidak sebanding dengan apa yang dikeluarkan, dimana pengeluaran itu habis pada biaya sektor transportasi, biaya pada sektor pengeboran, penelitian awal, dan lain-lain.

Peserta diskusi Appriyani dari mahasiswa FIB Undip juga menerangkan dari proyek PLTPB ini tersebar isu bahwa terdapat kejanggalan pada operator dan kontraktor PLTPB, dimana terdapat oknum yang sengaja melebih-lebihkan jumlah pohon yang ditebang.

"Alih-alih hasil penebangan kayu tersebut dijual untuk masuk ke kantong pribadi," ucapnya.

Untuk diketahui, bahwa dari total 100 persen cadangan energi dunia, 40 persennya berada di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan titik temu dari 3 lempeng dunia. Salah satu energinya yaitu energi panas bumi dimana dari panas bumi tersebut diolah dengan proses geothermal.

Dalam diskusi tersebut, BEM FSM juga menghadirkan Samuel Bona Tua Rajagukguk dari LBH Semarang untuk memaparkan terkait dasar hukum dan lingkungan dalam pergerakan masyarakat #SaveSlamet. Melalui penjelasannya, sesuai dengan UUD 45 pasal 18 ayat 2 menerangkan bahwa hutan lindung harus ada 30 persen dari luas pulau. Sedangkan kondisi pulau Jawa saat ini, sudah berada di bawah prosentase tersebut.

"Presiden Joko Widodo mengakui, bahwa hutan di Jawa itu kurang dari 30 persen. Padahal untuk deforestasi itu paling tidak 30 persen wilayah suatu daerah tersebut berupa hutan. Maka apa jadinya jika eksplorasi proyek PLTPB tersebut diakukan di daerah Jawa," jelas Samuel.

Terlebih lagi, menurut Samuel, dari PT SAE yang melaksanakan proyek PLTPB tersebut tidak menawarkan cara meminimalisir dampak yang dihasilkan dari proyek PLTPB tersebut. Seharusnya paling tidak untuk membangun proyek besar itu terdapat penawaran tentang cara menimalisir dampak tersebut.

Diketahui, dikusi publik ini telah dilaksanakan pada hari Jumat, (9/6/2017) lalu pukul 20.00-22.00 WIB. Diskusi ini dihadiri oleh berbagai jurusan dan lembaga yang ada di Undip, baik dari dalam FSM maupun luar FSM. Diskusi tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa forum sepakat untuk selalu menjaga hutan lindung di Jawa, khususnya Gunung Slamet. Forum menyarankan agar proyek PLTPB itu dilakukan di pulau yang angka hutan lindungnya masih lebih dari 30 persen dari luas pulau. Misalnya, di daerah Sumatra dan Sulawesi yang juga memiliki banyak potensi untuk pembangunan PLTPB.

sumber: http://rilis.id/masyarakat-banyumas-...berdampak.html
0
2K
14
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.