Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

lemparkoinmuAvatar border
TS
lemparkoinmu
Tragedi Tasikmalaya 1996
Nama Tasikmalaya tiba-tiba saja menjadi
terkenal. Kota yang punya 925
pesantren dan dikenal adem ayem itu 26
Desember 1996 bergolak -- bermula
dari penganiayaan terhadap seorang
ustadz dan dua muridnya oleh empat
oknum polisi di Mapolres. Pertanyaan pun
muncul: mengapa Tasikmalaya
bergolak? Mengapa Tasikmalaya? Siapa
pemicu kerusuhan?
KRONOLOGIS :
9 Desember 1996
Rizal, anak Kopral Kepala Pol Nursamsi
yang menjadi santri di Pesantren
Riyadhul Ulul Wadda, Condong Setia,
Negara Cibereum, diduga mencuri barang
milik santri dan kas (keuangan) Ponpes.
Tiga santri senior, memberikan
hukuman dengan merendam kaki Rizal
(sebatas lutut) di kolam pesantren.
Nursamsi keberatan atas hukuman itu dan
menyampaikan hal itu kepada
rekan-rekannya di Polres.
20 Desember 1996
Pimpinan pesantren Condong Cibereum
dipanggil ke Polres untuk mengadakan
pembicaraan kasus tersebut. Permasalahan
tersebut dinyatakan selesai tetapi
dalam hal ini Kapolres tidak mengetahui
adanya pemanggilan itu.
21 Desember 1996
Nursamsi kembali memanggil Pimpinan
Ponpes Condong Cibereum, K.H. Mahfud
Farid, Habib, dan Iksan. Pada saat santri
Habib dan Iksan serta KH Farid
masuk ke Mapolres di depan penjagaan,
santri Habib langsung dipukul oleh
Nursamsi (ayah Rizal). Merasa anak
didiknya dipukul, KH Mahfud Farid
ikut
melerai dan menangkis pukulan
Kopka Nursamsi. Hal ini malah
dianggap sebagai
upaya melawan petugas Polres.
Selanjutnya tiga orang tersebut dibawa ke
ruang pemeriksaan, sedangkan ajengan
Ate dari Ponpes Cilendek sempat melihat
kejadian tersebut dan melaporkan
peristiwa itu kepada pejabat Pemda
setempat. Wakil Bupati H. Oman Roesman
memerintahkan Kabag Ketertiban Itang
untuk melaporkan kasus tersebut ke
Kakansospol M. Suherman untuk dilakukan
pengecekan.
24 Desember 1996
Karena terlalu banyak santri yang
menengok ke rumah sakit, maka untuk
sementara perawatannya dialihkan ke Dr.
Lukmantara.
25 Desember 1996
Tersiar isu bahwa pimpinan ponpes dan
santri lurah meninggal dan muncul
selebaran gelap isinya agar mengajak doa
bersama di Masjid Agung. Sementara
itu empat oknum polisi yaitu Kopka
Nursamsi, Serda Pol Agus Kartadinata,
Serda Pol Agus Julianto, Serda Pol Dedi
diserahkan ke Den Pom Garut.
26 Desember 1996
Pukul 08.00 para santri berdatangan ke
Masdjid Agung Pukul 10.00, para
santri dianjurkan masuk ke Masdjid Agung.
Pukul 13.30 setelah para santri bubar dari
Masdjid Agung, langsung bergabung
dengan massa yang telah melakukan unjuk
rasa.
Pukul 14.00 para pimpinan Ponpes dan
Muspida diundang bermusyarawah di
Pendopo diterima oleh Dan Rem 062. Dalam
pertemuan itu KH Asep dan KH Didi
menganjurkan agar para pimpinan Ponpes
membantu Bupati.
Pukul 15.00 bantuan keamanan dari Yonif
301, 303, 321 dan 323 didatangkan
untuk memulihkan keamanan. Pukul 21.00
situasi di dalam kota Tasikmalaya
dapat dikendalikan aparat keamanan.
Analisa
Tasikmalaya memang bak 'anak baik-baik'
-- meski usianya sudah
185 tahun. Kota yang memiliki 64.233
santri dan 1.413 kiai di 925
pesantren itu telah 11 tahun berturut-turut
menempati urutan pertama di
Jabar dalam hal pengumpulan zakat fitrah.
Daerah yang dikenal sebagai
basis tukang kredit di seluruh Indonesia itu
juga telah empat kali
menyabet penghargaan Adipura.
Selangkah lagi, Tasikmalaya akan meraih
Adipura Kencana -- lambang supremasi
tertinggi dalam kebersihan kota.
Soal kerukunan beragama pun Tasikmalaya
tak pernah menyimpan masalah --
meski jumlah muslim di Tasik, mencapai
99,07 persen, atau 1.809.434 orang.
Sementara pemeluk non-Islam meliputi:
Katolik 2.821 orang, Protestan 4.355
orang, pemeluk Hindu 143 orang,
penganut Budha 3.736 orang. "Selama ini
memang tak ada masalah," ujar mantan
Ketua Badan Musyawarah Antargereja
(BAMAG) Tasik, Pendeta Cornelius Eddy.
Secara ekonomi Tasikmalaya pun
berkembang wajar. Walaupun laju
pertumbuhan ekonomi tak setinggi angka
pertumbuhan nasional cuma 6,06 persen
per tahun Tasikmalaya mulai menggeliat.
Indikator yang gampang dilihat adalah
menjamurnya bank di jalan-jalan protokol
seperti Jl. H.Z. Mustofa
tempat kerusakan terparah. Hingga
kerusuhan 26 Desember 1996 ada 61
bank di antaranya adalah 18 cabang bank
umum. Selain itu ada delapan
cabang perusahaan asuransi yang
menyerbu Tasikmalaya. Sejumlah
departement store terkemuka juga ikut
berebut kue bisnis di Tasikmalaya.
Contohnya Yogya, Matahari, Ramayana.
Perkembangan Tasikmalaya -- dengan
segala kelebihan dan kekurangannya -
ini tak memuaskan semua kalangan.
Selama tahun 1996 saja, tanpa disadari
banyak pihak, ada tiga masalah sebagai
'bara dalam sekam' bagi kota yang
memiliki penganggur terdaftar di Depnaker
sebanyak 7.479 orang itu.
Tiga masalah itu, menurut catatan
Republika meliputi relokasi Pasar Baru,
sengketa tanah dan bangunan Hotel
Priangan antara pribumi dan non-pri,
dan
berlarut-larutnya masalah
pencemaran limbah pabrik sabun.
Dalam relokasi Pasar Baru ini, masyarakat --
terutama para pedagang --
menilai pihak Pemda setempat lebih
memihak kepada kelompok nonpri.
Mengapa demikian? Para pedagang
pribumi umumnya kecewa soal
penempatan mereka di lokasi baru.
Kios-kios strategis ternyata banyak dihuni
kelompok nonpri. Sedangkan
kelompok pribumi mendapat kios yang
kurang baik. Mereka menuduh telah
terjadi kolusi pejabat Pemda Tasikmalaya
dengan pengusaha nonpri. Para
pedagang telah beberapa kali
menyampaikan keluhan tersebut. Namun
tanggapan yang diterima tidak
memuaskan. Bahkan mereka sempat
mendatangi DPRD Tk I Jabar untuk
mengungkapkan keluhannya.
Kasus kedua yaitu soal sengketa tanah dan
bangunan Hotel Priangan. Kasus
yang melibatkan pengusaha pribumi dan
nonpri ini bahkan harus sampai ke
meja hijau, dengan keputusan hakim yang
memenangkan pengusaha nonpri. Para
mahasiswa dan pemuda Tasikmalaya
ternyata cukup solider menanggapi kasus
ini. Setiap kali kasus ini disidangkan di
pengadilan, ratusan mahasiswa
dan pemuda menggelar aksi unjuk rasa.
Kasus ketiga tentang pencemaran limbah
pabrik sabun Palem. Pencemaran ini
sempat diprotes masyarakat setempat
beberapa kali. Namun protes tersebut
tetap tidak membuahkan hasil dan
pencemaran terus berlangsung.
Maka, ada kaitannya atau tidak, Pangdam III
Siliwangi Mayjen Tayo Tarmadi
menilai, kerusuhan beberapa waktu lalu
telah dimanfaatkan oleh orang-orang
yang tidak puas terhadap kebijakan publik
yang diambil Pemda Tasik. Itu
membuat kerusuhan makin melebar -- jauh
dari persoalan kemarahan terhadap oknum
polisi.
Munculnya ketimpangan sosial dan
kebijakan publik yang menciptakan
kelompok masyarakat yang merasa
diperlakukan tidak adil, menurut Tayo,
"Dapat diibaratkan sebagai tunas dari
berbagai kemungkinan timbulnya
kerusuhan atau chaos. Apalagi jika Pemda
tak melakukan pembenahan
kebijakan." "Hendaknya, kita camkan
bahwa keberhasilan pembangunan itu
seyogyanya tidak menimbulkan
kesenjangan terlalu jauh antara berbagai
kelompok masyarakat. Kebijakan publik,
hendaknya juga jangan menciptakan
terbentuknya kelompok masyarakat yang
merasa diperlakukan tidak adil,"
ujar Tayo.
Penilaian senada datang dari Komnas HAM.
Menurut Komnas HAM, kerusuhan itu ada
kaitannya dengan kesenjangan sosial dan
ketimpangan dalam pengambilan
kebijakan publik yang dilakukan Pemda
setempat. "Kerusuhan itu terjadi antara lain
karena adanya kesenjangan sosial.
Masyarakat sebagian besar merasa ada
sebagian kecil masyarakat yang
ekonominya lebih baik, dan di antara
mereka kurang diadakan interaksi," ujar
salah seorang anggota Komnas HAM Albert
Hasibuan.
Indikasi itu diperkuat dengan data para
pelaku kerusuhan. "Sudah jelas
bahwa k ebanyakan para pelaku
kerusuhan ini adalah para
pengangguran dan
garong, " kata Tayo. Baik Pangdam III/
Siliwangi maupun Gubernur Jabar
Nuriana menolak keterlibatan para santri
dalam kerusuhan ini.
Berdasarkan data yang dimiliki Tayo, dari
173 pelaku yang ditangkap,
sebanyak 128 orang adalah pengangguran
dan garong. "Mereka mempunyai waktu
dan melihat ada kesempatan untuk
mengambil keuntungan sembari
melakukan perusakan," jelas Tayo. Maka, di
keramaian massa yang mengamuk Kamis
itu, 128 orang itu ditangkap ketika sedang
memunguti barang-barang di toko yang
mereka hancurkan.
Tapi mungkinkah, kalangan pengangguran
itu mampu menggerakkan massa --yang
menurut perhitungan petugas mencapai
sekitar 20 ribu? "Siapa pun mereka, mereka
memahami psikologi massa," ujar Tayo.
Menurut jenderal yang hobi bertani itu
para pelaku kerusuhan juga memakai
taktik hit and run. "Setiap kali didesak
aparat keamanan mereka mundur dan
muncul lagi di tempat yang lain. Kita masih
mencari siapa yang menjadi penggerak
massa ini," jelas
Tayo.
Dandim 0612 Tasikmalaya Letkol Uyun M.
Yunus mengakui, banyak titik rawan
di wilayahnya. Selanjutnya ia menuduh,
" Kota Tasik termasuk daerah rawan
gerakan politik garis keras." Sebagai
bukti ia menyebut potensi sisa-sisa
gerakan pada masa lalu, yang hingga
kini menjadi bahaya laten di wilayah
Priangan Timur --Tasikmalaya, Garut,
Ciamis. Apakah yang ia maksud
wilayah
itu merupakan bekas basis Darul
Islam pimpinan Kartosuwiryo? Apa
yang ia
maksud dengan gerakan politik garis
keras?

Sumber : area-69-kita.blogspot.com/2011/04/kerusuhan-tasikmalaya-1996.html?m=1
0
25.8K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.