Bila ada organisasi massa yang ingin keluar dan mengganggu ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kebinekaan bangsa, Presiden Joko Widodo, pastikan bahwa negara tidak akan tinggal diam.
Bagaimana kalau ada ormas yang seperti itu? Kita gebuk!
Begitu juga PKI yang berhaluan komunis. Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 telah menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang. Bila PKI bangkit lagi di Tanah Air, ya kita gebuk. Kita tendang.
Itu sudah jelas. Jangan ditanyakan lagi karena payung hukumnya jelas: Tap MPRS. #fb @jokowi
Quote:
Pancasila merupakan dasar atau ideologi negara yang dimulai dari pembentukan serangkaian rapat oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Presiden Soekarno, pada 1 Juni 1945, mengemukakan Panca Sila melalui pidatonya 'Lahirnya Pancasila'.
Sejak 2016, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah menetapkan 1 Juni sebagai peringatan Hari Kelahiran Pancasila. Dalam hal ini, bangsa Indonesia secara resmi dan politis akan memperingati hari terbentuknya dasar negara.
Lalu bagaimana pemahaman sekaligus penerapan Pancasila di tiga zaman, yakni Orde Lama (Orla), Orde Baru (Orba) hingga Orde Reformasi.
Spoiler for Pancasila di Zaman Orla:
Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan, Pancasila di era Soekarno sempat diperdebatkan sebagai dasar negara pada 1957. Para konstituante memperdebatkan dasar negara Indonesia dalam persidangan.
"Mereka berdebat apakah dasar negara itu Pancasila atau Islam atau Ideologi sosial ekonomi. Tetapi tidak satupun dari kelompok yang mencapai suara, sehingga usul atau perdebatan itu menjadi terkatung-katung," ujar Asvi kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu, 31 Mei 2017.
Namun, karena perdebatan tersebut dianggap tidak berhasil untuk menentukan ideologi Indonesia, maka Presiden Soekarno kembali mengeluarkan Dekrit Presiden pada Juni 1959.
"Di sana kan diperdebatkan apakah Pancasila ataukah negara Islam. Itu tidak berhasil, upaya itu sehingga Presiden Soekarno mengembalikkan lagi ke Dekrit Presiden. Bulan Juni 1959, kembali ke UUD 1945 di mana Pancasila itu terdapat di dalamnya," kata Asvi.
Spoiler for Zaman Orde Baru:
Pada zaman Orde Baru yang dikuasai oleh Presiden Soeharto, pemerintah mulai gencar melakukan sosialisasi atau penataran Pancasila terhadap mahasiswa, pejabat negara, dan semua kalangan. Penataran ini dibentuk oleh suatu lembaga khusus yakni Badan Pembina Penyelenggaraan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7).
Namun, Asvi mengatakan kala itu hasilnya tidak seperti yang diharapkan pemerintah.
"Kita juga tau dan menyaksikan bahwa hasilnya seperti yang kita ketahui tidak sesuai dengan harapan, karena cara penyelenggaraannya itu lebih banyak bersifat hafalan gitu, jadi ada nilai-nilai Pancasila yang harus dihafalkan," ungkap dia.
Belum lagi, ia menambahkan, Pancasila dijadikan sebagai objek penataran. Bahkan, Pancasila dijadikan sebagai suatu hal yang baku dan tidak berkembang di masyarakat.
Pada zaman itu Soeharto melarang peringatan 1 Juni sebagai Hari lahirnya Pancasila.
Pancasila lahir sbg ideologi dasar NKRI. Mari jaga dan terus amalkan setiap silanya.
#SayaIndonesiaSayaPancasila #PekanPancasila
Spoiler for Reformasi Rindu Pancasila:
Menurut Asvi, di era Reformasi, muncul suatu gelombang atau kerinduan terhadap Pancasila sebagai suatu ideologi yang merekat dan mempersatukan bangsa Indonesia.
"Ideologi itu adalah Pancasila," jelas dia.
Saat ini, dia merasa Pancasila perlu dipraktikkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, Asvi berpendapat perlu suatu lembaga yang mengatur dan mensosialisasikan Pancasila.
"Maka itu perlu suatu lembaga di bawah kepresidenan yang mengatur dan mensosialisasikan Pancasila. Namun tidak efektif jika (sosialisasi) dikerjakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), seperti sosialisasi 4 Pilar. Lebih baik dilakukan oleh lembaga eksekutif saja," imbuh dia.
Asvi menilai Indonesia sangat perlu diberikan penataran tentang Pancasila. Hal ini dilihatnya dari kondisi bangsa Indonesia sekarang.
"Saya merasa masyarakat Indonesia perlu hal seperti itu ketika kita merasakan ada benih-benih perpecahan, ada benih-benih disintegrasi ketika muncul kebencian pada suatu kelompok suatu golongan suatu agama," tutur dia.
"Ini kan menurut saya merugikan bangsa Indonesia yang sudah diperjuangkan oleh pendiri sejak dari masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dalam waktu yang sangat panjang ini, sangat sayang kalau itu dirusak dengan upaya mengadu domba antarsuku, antaretnis, antaragama, dan lainnya," kata Asvi.