Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

everesthomeAvatar border
TS
everesthome
Susinisasi dan Kalang Kabutnya Negara Tetangga
Susinisasi dan Kalang Kabutnya Negara Tetangga
Kompas.com - 17/04/2017, 07:00 WIB

Susinisasi dan Kalang Kabutnya Negara Tetangga
Wajah Susi Pudjiastuti dalam komik Jepang Golgo 13(Kolase dari berbagai akun Twitter via Tribunnews.com)


Indonesia tercatat sebagai negara yang paling agresif berperang melawan illegal fishing dalam tiga tahun terakhir.

Sepanjang kurun waktu tersebut, Indonesia pun kondang seantero dunia sebagai negara yang paling banyak menenggelamkan kapal pencuri ikan.

Sejak akhir 2014 hingga kini, Indonesia tercatat telah meledakkan dan menenggelamkan 318 kapal ikan berukuran besar.


Kapal-kapal pencuri ikan itu berasal dari berbagai negara antara lain Vietnam, Filipina, Tiongkok, Malaysia, Thailand, dan Papua New Guinea.

Kebijakan tegas dan berani itu merupakan salah satu gebrakan yang dilakukan Susi Pudjiastuti sejak diangkat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan oleh Presiden Joko Widodo pada Oktober 2014.

Selain memerangi kapal asing pencuri ikan, Menteri Susi juga menghentikan operasional kapal ikan eks asing, dan melarang penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan.

Semua itu dilakukan untuk mengatur dan menata bisnis perikanan Indonesia agar lebih mensejahterakan nelayan dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian negara.

Berbagai langkah terobosan di bidang perikanan akhirnya dikenal publik dengan sebutan susinisasi mengingat hanya Menteri Susi yang mau dan mampu melakukannya.

Saking populernya keberanian Susi menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan di dunia internasional, komikus Jepang Takao Saito memasukkan karakter Susi dalam karyanya, Komik Golgo 13 edisi 13 Desember 2016.

Dalam 2,5 tahun, Susinisasi telah mengubah drastis wajah usaha perikanan di Indonesia. Bisnis penangkapan ikan yang sebelumnya gelap gulita dan marak illegal fishing menjadi terang benderang dan tertata.

Para mafia perikanan proksi asing yang banyak melakukan praktik ilegal seperti melakukan mark down ukuran kapal, penyelundupan, dan transshipment ikan di tengah laut kini mulai minggir dan gulung tikar akibat kebijakan tegas Menteri Susi.

Seiring itu, nelayan-nelayan lokal yang dulunya terpinggirkan, kini mulai bangkit dan kembali bersemangat menangkap ikan.


Jika sebelumnya nelayan lokal tak kebagian ikan karena kalah bersaing dengan kapal-kapal besar eks asing dan kapal asing, kini hasil tangkapan mereka cukup berlimpah dan tak perlu lagi melaut hingga jauh ke tengah.

Susinisasi telah menyebabkan pergeseran distribusi sumber daya ikan di laut, dari sebelumnya dikuasai segelintir mafia proksi asing, kini menjadi menyebar dan dinikmati oleh jutaan nelayan lokal.

Dampaknya, kesejahteraan nelayan belakangan meningkat, tercermin dari naiknya angka nilai tukar nelayan (NTP).

Seiring mundurnya para mafia dan operator kapal eks asing yang kerap tidak melaporkan pendapatannya kepada negara, bisnis penangkapan ikan di Tanah Air pun menjadi lebih transparan dan terdata dengan baik.

Dampaknya, penerimaan negara dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mulai meningkat. Kontribusi sektor perikanan terhadap perekonomian pun semakin besar.

Susinisasi dan Kalang Kabutnya Negara Tetangga


Berdampak pada negara lain

Tak hanya berefek pada sektor perikanan di dalam negeri, Susinisasi ternyata juga berdampak pada bisnis perikanan di negara lain. Bahkan, tatanan perikanan di kawasan regional berubah akibat Susinisasi.

Otoritas perikanan di sejumlah negara akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk merespon dampak susinisasi.

Sebelum ada susinisasi, laut dan perairan Indonesia merupakan surga para pencuri ikan, baik oleh kapal eks asing maupun kapal asing.

Jutaan ton ikan tuna, tongkol, cakalang, kakap, kerapu, udang, lobster senilai ratusan triliun diangkat dari perairan Indonesia setiap tahunnya secara ilegal.

Hasil tangkapan tersebut tidak dilaporkan kepada otoritas setempat karena langsung dipindahkan di tengah laut atau transshipment.

Ikan-ikan tersebut kemudian diangkut ke pelabuhan dan pabrik-pabrik pengolahan ikan di negara-negara lain. Industri pengolahan perikanan negara-negara bersangkutan pun tumbuh subur dengan mengandalkan ikan curian dari Indonesia.

Setelah susinisasi, illegal fishing di Indonesia menurun drastis. Dampaknya, pasokan ikan ke industri pengolahan di sejumlah negara turun drastis.

Salah satu yang terpukul adalah pihak Thailand. Berdasarkan data KKP, terdapat 156 kapal eks-asing, dengan mayoritas berasal dari Thailand yang terdaftar di Pelabuhan Perikanan Ambon.


Kapal-kapal eks asing Thailand diketahui banyak menangkap ikan di sekitar Maluku dan Kepulauan Aru. Hasil tangkapan mereka di Maluku dan Aru sebagian besar disetor ke Thai Union Group PCL, perusahaan pengalengan tuna terbesar dunia yang bermarkas di Thailand.

Pendapatan Thai Union Group PCL dari penangkapan tuna mencapai 3,44 miliar dollar AS pada 2014. Bandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Propinsi Maluku sebagai tempat asal tuna yang hanya Rp 11,6 miliar atau setara 860.000 dollar AS pada periode yang sama.

Pihak Tiongkok juga tertohok susinisasi. Contohnya perusahaan perikanan asal Tiongkok bernama Pingtan Marine Enterprise yang diketahui mengerahkan 156 kapal untuk menangkap ikan di Merauke Papua.

Sejak ada Susinisasi, pendapatan perusahaan tersebut anjlok drastis. Pada tahun 2014 atau sebelum susinisasi, pendapatan Pingtan mencapai 233,4 juta dollar AS.

Namun, pada 2015 atau setelah susinisasi, pendapatannya merosot hingga 74 persen menjadi hanya 60,7 juta dollar AS dan makin merosot pada 2016.

Filipina juga bernasib sama. Akibat Susinisasi, lebih dari 50 persen perusahaan perikanan di Pelabuhan General Santos Filipina bangkrut akibat berkurangnya pasokan ikan dari Indonesia.

Perusahaan cukup besar yang tutup warung antara lain RD Tuna Ventures Inc, San Andres Fishing Industries Inc, Santa Monica Inc, Pamalario Inc, Starcky Ventures Inc, Virgo Inc, dan Kemball Inc.

Selain itu, lebih dari 100 perusahaan perikanan di Filipina anjlok usahanya dan terancam bangkrut.


Sebelum susinisasi, perusahaan-perusahaan tersebut mendapatkan pasokan ikan dari Bitung atau melalui transshipment.

Ikan yang didaratkan di Pelabuhan Bitung hanya sebagian kecil, adapun sebagian besarnya dibawa ke General Santos.

Susinisasi dan Kalang Kabutnya Negara Tetangga


Moratorium

Dampak susinisasi belum selesai sampai di sini. Kapal-kapal asing yang dulunya mengandalkan perairan Indonesia untuk mendapatkan ikan, kini pun kebingungan.

Kemana lagi mereka harus menangkap ikan? Padahal, di sisi lain, permintaan ikan laut terus meningkat seiring naiknya pendapatan masyarakat.

Akhirnya, kapal-kapal asing itu pun kembali menangkap ikan di negaranya masing-masing yang sebenarnya sudah mengalami over fishing.

Situasi ini membuat pusing banyak negara. Negara tentu tak bisa diam bila stok ikannya makin habis dan perairannya makin rusak akibat penangkapan berlebih.

Menghadapi kondisi tersebut, Tiongkok pun mengikuti jejak Indonesia dengan melakukan moratorium penangkapan ikan di sejumlah perairannya. Moratorium rencananya akan dilakukan mulai 1 Mei 2017 hingga Agustus/September 2017.


Rincian wilayah yang ditutup dan masa moratoriumnya adalah adalah 35º LU perairan Laut Bohai dan Laut Kuning selama periode 1 Mei 2017 - 1 September 2017 dan 35º LU s.d. 26º30” LU Laut Kuning dan Laut Tiongkok Timur (LTT) selama periode 1 Mei 2017 - 16 September 2017.

Selain itu wilayah 26º30” LU perairan LTT hingga batas maritim Fujian dan Guangdong periode 1 Mei 2017 - 16 Agustus 2017 dan 12º LU sampai dengan bagian LTS pada batas maritim Fujian dan Guangdong selama 1 Mei 2017 - 16 Agustus 2017.

Moratorium tersebut bertujuan untuk mencegah habisnya stok ikan sekaligus memulihkan kembali sumber daya ikan di perairan tersebut.

Thailand, Vietnam, Laos, dan Myanmar juga akan melakukan langkah serupa. Bahkan, banyak negara juga akan membentuk satgas untuk memberantas illegal fishing, seperti halnya Satgas 115 di Indonesia.

Pertanyaannya sekarang, jika kapal-kapal ikan Tiongkok, Thailand, dan Vietnam itu sudah tidak bisa lagi memangkap ikan di negaranya sendiri, lalu kemana mereka akan pergi? Mereka tentu harus tetap mencari ikan mengingat permintaan ikan terus meningkat.

Karena desakan tersebut, sebagian akhirnya nekad mencuri ikan di teritori negara lain. Tak heran belakangan, pencurian ikan marak di mana-mana.


Indonesia, meskipun telah mengantisipasi dan melarang kapal asing, tetap harus waspada dan meningkatkan pengawasan.

Negara-negara lain juga akan berupaya sekuat tenaga melobi Indonesia agar kembali memperbolehkan kapal-kapal mereka masuk menangkap ikan. Sebab, di dalam negeri, mereka juga kewalahan menghadapi protes nelayan yang kehilangan mata pencariannya gara-gara moratorium yang mereka keluarkan.

Karena itu, seluruh pemangku kepentingan di negeri ini harus berkomitmen untuk menutup rapat-rapat kapal ikan asing masuk ke perairan Indonesia guna menangkap ikan.

Susinisasi telah membuktikan, tanpa kapal-kapal ikan asing, nelayan lokal menjadi lebih sejahtera.

Sumber


Susinisasi.....istilah baru... emoticon-I Love Indonesia
0
3.1K
36
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.8KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.