Meskipun notabene merupakan kota gemerlap yang penuh dengan hiburan malam yang tak pernah tidur, Las Vegas juga dijuluki sebagai kota yang penuh dosa. Namun siapa sangka kota yang begitu mewah ini menyimpan hal miris.

Tak banyak yang tahu, ia juga menjadi atap tempat berlindung bagi para tunawisma. Tepatnya gorong-gorong Las Vegas sudah sejak lama menjadi tempat tinggal kaum tuna wisma. Terowongan sepanjang 200 mil yang
tersembunyi di bawah tanah kota itu merupakan rumah bagi hampir 1.000 tuna wisma.

Terowongan tersebut aslinya dibangun untuk menyalurkan luapan air. Namun belakangan justru menjadi hunian darurat bagi para tunawisma. Sebagian besar orang yang tinggal di sini adalah mereka yang putus asa karena kehilangan pekerjaan, pecandu narkoba, pelaku kriminal, atau justru veteran perang. Yang terakhir ini biasanya menderita trauma berat saat bertugas di medan perang dan memilih hidup terkucil dari dunia luar.



Para penghuni gorong-gorong Las Vegas umumnya bertahan hidup dengan meminta-minta atau memulung di pembuangan sampah. Tapi ada juga yang memiliki pekerjaan tetap,meskipun hasilnya tak cukup untuk menyewa hunian layak.

Tanpa Privasi



Gorong-gorong sudah seperti kompleks apartemen bagi para tuna wisma ini. Mereka membangun ‘rumah’ masing-masing di salah titik terowongan. Para penghuni baru biasanya hanya membawa sedikit barang.

Ranjang mereka pun mungkin cuma selembar terpal yang dilapisi selimut. Tetapi mereka yang sudah lama tinggal di gorong-gorong tersebut bisa hidup lumayan nyaman dengan kasur, meja, kursi santai, peralatan dapur dan
rak.

Tak ada tembok pembatas atau sekat, jadi jangan harap ada privasi bagi mereka yang menetap di sana. Tetangga sebelah bisa melihat dengan jelas seluruh aktivitas yang dilakukan satu sama lain.



Selain tanpa privasi, gorong-gorong tersebut tentunya tak layak huni mengingat banyaknya risiko penyakit,
keamanan yang minim, serta serangan hewan liar yang bisa saja terjadi. Belum lagi kalau terowongan tergenang
banjir.

Namun tampaknya semua risiko tersebut tak membuat gentar para tuna wisma yang sudah terlanjur betah
tinggal di sana—atau mungkin karena terpaksa dan tak punya pilihan lain.