Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

londosmevAvatar border
TS
londosmev
10 FAKTA UNIK JAKARTA (BATAVIA) TEMPO DOELOE
Batavia, sebuah nama kota di jaman belanda yang hari ini dipercaya sebagai asal nama betawi sebagai salah satu dari keragaman suku di Indonesia. Batavia yang hari ini bernama Jakarta menyimpan cerita-cerita unik pada jaman dulu yang sekarang mungkin terkesan aneh, tak lazim, dan lucu untuk dibayangkan.

Berikut 10 Fakta Unik tentang Jakarta tempo doeloe.

  1. Banjir



Salah satu peta Batavia pertama dibuat oleh seorang pegawai VOC, Van Berkenroode. Tahun 1627 ia membuat peta yang menunjukkan bahwa Batavia dikembangkan ke arah selatan mengikuti berbeloknya sungai Ciliwung ke arah Timur. Pada waktu itu jalan ditimbun supaya lebih tinggi dari dataran disekitarnya karena saat musim hujan daerah itu sering kali terendam air. Banjir! Bayangkan, daerah itu ternyata sudah rawan banjir sejah tahun 1627.

  1. Surganya Arak



Tanggal 22 Juni 1710 sekelompok pelaut berlayar dari Amerika Selatan menuju Guam kemudian Batavia, Lebih dari 5 bulan akhirnya sampai di Pelabuhan Batavia. Para awak kapal bersorak, berjingkrak, dan berpelukan girang. Batavia adalah nirwana minuman punch. Harga arak hanya delapan sen per gallon dan harga satu pon gula hanya satu sen. Beberapa matros saling menunjuk: giliran siapa yang membuat minuman punch? Bagi orang Eropa di Batavia, tenaga membuat punch terasa lebih mahal daripada harga minuman alkohol, bahkan untuk membuatnya.

  1. Kebebasan Wanita Belanda



Wanita Belanda di Batavia memiliki kebebasan yang jauh lebih besar daripada di tempat lain, termasuk di Belanda sendiri. Seorang pengacara di Batavia bercerita bahwa dari 58 kasus di pengadilan pada waktu itu, 52 diantaranya adalah kasus perceraian. Mengapa angka perceraian begitu tinggi ? Adakah kaitannya dengan keberadaan kaum nyai dalam kehidupan lelaki belanda ? Entahlah.

  1. Terpidana Wanita



Di Batavia juga terdapat bangunan yang disebut spinhuis, yang artinya rumah pintal. Namun berbeda dengan namanya, bangunan ini dikhususkan untuk menampung dan “menjinakkan“ wanita liar dan binal (terpidana). Dua orang penjaga ditugaskan untuk mengawai spinhuis, seorang wanita bertugas mengawasi pekerjaan para wanita binal sebagai penenun kain untuk mencukupi kebutuhan pakaian masyarakat kota Batavia. Setiap hari minggu diadakan kebaktian khusus yang dipimpin dua orang penjaga supaya para tahanan wanita itu dapat memperbaiki sifat dan perilaku jahat.

  1. Rumah Jagal Hewan



Dua buah penjagalan dibangun di pinggir sungai. Kedua bangunan itu didirikan di atas tiang dengan atap yang tinggi (mungkin untuk ventilasi). Dua kali seminggu dilakukan pemotongan hewan. Sebelum para penjagal memotong hewan, seorang pagter menilai harga hewan itu. Pagter dalam bahasa belanda kotemporer artinya penyewa, tetapi tampaknya pagter itu bekerja seperti pegawai dinas pasar masa kini. Sepersepuluh nilai jual hewan itu harus dibayarkan kepada pagter sebagai upah atas taksiran harga tadi. Bila harga taksiran dianggap penjagal terlalu tinggi, maka pagter wajib untuk membayar harga yang ia taksir tadi, cara ini mendorong agar pagter menaksir harga dengan adil. Mungkin Lembaga Perlindungan Konsumen hari ini adalah revolusi dari profesi pagter. Mungkin.

  1. Kereta Kuda



Beberapa kereta kuda di pinggir jalan menunggu calon penumpang yang biasanya orang Eropa, kereta-kereta itu dapat disewa. Setengah hari atau hanya seperempat jam, harga sewanya sama saja, tiga gulden. Seorang lelaki Melayu atau Jawa yang berkulit coklat kekuningan membawa penumpang kemanapun sesuka hati. Berjalan kaki di tengah cuaca panas sangat melelahkan dan dianggap tidak pantas dilakukan oleh orang Eropa.

  1. Rumah Orang Jawa



Rumah orang Jawa biasanya tersembunyi di bawah pepohonan rindang dan semak-semak yang lebat. Semakin jauh dari kota, rumah-rumah itu tersebar di seluruh kampung dan dibangun sesuai dengan letak dan penggunaan tanah pemiliknya. Di luar kota, ada yang dibangun berkelompok, namun tak jarang ada rumah yang terpencil jauh dari tetangga-tetangganya. Dinding-dinding rumah yang tak bertingkat itu biasanya terbuat dari bambu. Atap rumah yang dibuat dari daun nipah dipasang di atas hubungan yang tinggi supaya sinar matahari yang paling panas jatuhnya miring diatas atap itu. Bubungan yang tinggi dan bahan penutup atap itu membuat ruangan-ruangan di dalam rumah terasa lebih dingin daripada rumah yang beratap genteng.

  1. Orang Tionghoa



dr. Stehler, seorang tenaga medis yang bekerja pada Belanda menceritakan tentang etnis tionghoa di Batavia. Orang tionghoa tinggal di pemukiman khusus yang disebut kampoeng tjina (pecinan), mereka terkenal rajin, cerdas, dan hemat. Tampaknya mereka hidup untuk berwiraswasta dan menjual jasa dalam masyarakat dengan usaha-usaha lain yang berguna. Mereka yang tidak berdagang biasanya bekerja sebagai tukang mebel, pandai besi, tukang kunci, pembuat kereta kuda, tukang kayu, tukang arloji, penjahit, tukang sepatu, penenun katun dan sutera, perajin porselen, keramik, dan gerabah. Mereka bekerja sepanjang hari, bahkan pada saat matahari sedang panas-panasnya membakar Batavia. Barangkali mereka kuat bekerja pada saat orang lain kepanasan, karena mereka hanya bercelana pendek yang tipis di siang bolong. Pada saat jalan Batavia lengang karena kebanyakan orang sedang istirahat di dalam rumah, masih saja terdengar pedagang Tionghoa yang membunyikan klontong (semacam bel). Banyak diantara mereka menjadi penyewa tanah, pemberi kredit, pedagang, dan hampir semuanya, pandai mencari peluang.

  1. Bak Mandi Hotel



Tanjung Priok selalu hiruk pikuk setiap kali sebuah kapal memasuki perairan Batavia. Di sana, penumpang, penjemput, dan para kuli berdesakan. Semua bergegas hendak mengumpulkan anak dan barang untuk dinaikkan ke kereta api yang menuju Batavia. Ada pula yang menumpang kereta kuda sewaan atau milik sendiri, biasanya penumpang dari Eropa dijemput petugas hotel yang akan jadi tempatnya menginap. Ada hal yang menjadi perhatian pemilik hotel jika seorang Belanda Totok menginap di hotelnya, yaitu bak mandi. Diatas bak-bak mandi hotel, sering ditempel tulisan “DILARANG MENCERBURKAN DIRI KE DALAM BAK MANDI”. Rupanya banyak orang Belanda mengira bak mandi adalah tempat untuk merendam badan.


  1. Orang Jawa Menginap Di Hotel



Tak hanya orang Eropa yang menginap di hotel, sesekali keluarga bangsawan Jawa juga menginap di hotel. Bukan main orang yang mengiringi mereka, ada pembantu untuk sang ayah, untuk sang ibu, juga pengasunh anak-anaknya. Bila ada bayi di keluarga itu, seekor sapi perah dibawa pula untuk susu si bayi. Sapi itupun juga menjadi tamu bagi pemilik hotel.
Wah, kalo jaman sekarang bawa sapi ke hotel, receptionisnya bisa taekwondo nih.




Sumber, Buku BATAVIA; Frieda Agnani Amran.

Diubah oleh londosmev 02-04-2017 13:53
0
10.4K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.