Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

deniswiseAvatar border
TS
deniswise
Aroma kepanikan PDIP hadapi Pilkada DKI putaran kedua
Aroma kepanikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menghadapi Pilkada DKI putaran kedua mulai tercium. Salah satu indikasi yang sangat kuat adalah surat rahasia yang memerintahkan semua kader untuk turun ke Jakarta membantu memenangkan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat.

Dalam surat rahasia yang bocor ke media, PDIP memerintahkan semua anggota struktural yang ada di Indonesia untuk mengirimkan kadernya ke Jakarta guna membantu menyingkirkan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Surat tersebut ditujukan ke pimpinan dan anggota Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Kota/Kabupaten seluruh Indonesia untuk merapatkan barisan menjaga solidaritas dan terus membangun komunikasi yang baik di antara struktural kader, simpatisan, relawan dan tokoh masyarakat serta tokoh agama di DKI Jakarta dalam upaya pemenangan Pilkada pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta.

Surat instruksi itu ditandatangani Bambang DH sebagai Ketua PDIP dan Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, tertanggal 16 Maret 2017. Dalam surat tersebut ada 4 perintah khusus bagi seluruh anggota struktural PDIP: berperan aktif memenangkan Ahok-Djarot, mengutus kader ke jakarta antara 10 Maret-19 April, merapatkan barisan menjalin koordunasi dengan tokoh masyarakat dan agama di DKI, dan ancaman sanksi bagi yang tidak mengindahkan.

Tampak jelas PDIP sudah menasionalisasi Pilkada DKI. Hal ini tak melulu soal upaya memenangkan Jakarta sebagai jembatan mengembalikan kemenangan PDIP pada Pemilu 2019 mendatang, tetapi ada nuansa kepanikan. Pasalnya, pada Pilkada putaran pertama, surat sejenis tak pernah terjadi.
Di atas kertas, Anies-Sandi untuk memang unggul sementara unggul. Hal itu tampak dari survei Lembaga penelitian Lingkaran Survei Indonesia (LSI) milik Denny Januar Ali yang menyimpulkan pasangan Anies-Sandi meraih suara 49,7 persen atau unggul sekitar 9 persen dibanding pasangan Ahok-Djarot yang mendapat 40,5 persen, sedangkan sisanya masih ragu-ragu. Data didapat dari survei tatap muka yang digelar LSI pada 27 Februari sampai 3 Maret 2017.

LSI mewawancarai 440 responden yang tersebar di seluruh Jakarta dan Kepulauan Seribu. Metode yang digunakan adalah multistage random sampling dengan tingkat margin error sebesar 4,8 persen.

Sebanyak 63,3 persen pendukung Agus-sylvi akan beralih ke pasangan Anies-Sandi. Hanya 12,3 persen pendukung Agus yang beralih ke pasangan Ahok-Djarot, sisanya bimbang. Dari survei tersebut diketahui jumlah pemilih Muslim Jakarta yang mendukung Ahok hanya 36 persen. Lalu, dibandingkan dengan pemilih non-Muslim, pasangan Ahok-Djarot unggul 86,58 persen dan pasangan Anies-Sandi mendapat 3,65 persen.

PDIP patut ketar-ketir karena bergabungnya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memiiki suara 9,45% pada Pemilu 2014 teryata tidak memberikan tambahan suara signifikan. Jika melihat survei LSI tersebut, suara untuk Ahok cenderung stagnan. Merebut semua pemilih bimbang sebesar 9,7% tentu mustahil.

Maka, cara yang dilakukan adalah mengoptimalkan semua potensi yang ada untuk mengamankan suara yang ada dan di saat yang sama menggerus suara di kubu lawan atau membuat pemilih Anies-Sandi tidak datang ke TPS.

Saat ini, upaya menyerang Anies-Sandi dilakukan dengan menggembosi citra Anies-Sandi lewat kasus hukum. Sandiaga Uno, misalnya, saat ini mendadak dihadapkan pada dugaan pencemaran nama baik yang dituduhkan dilakukan oleh Sandi dkk terjadi pada 7 November 2013 lalu. Setelah itu, Sandi dilaporkan dengan tuduhan penggelapan tanah pada 2012. Pengungkapan kasus ini jelas memanfaatkan momentum Pilkada, untuk menggembosi citra Sandiaga.

Sebelum itu, muka Anies juga diplot untuk dicoreng melalui Kesatuan Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) yang menggelar aksi di depan kantor KPK pada 30 Januari lalu. Oleh elemen mahasiswa ini, Anies dituduh menerima transfer dana dari Abdillah Rasyid Baswedan dalam kasus proyek Vsat.

Abdillah sempat dipanggil KPK untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi proyek Vsat atau komunikasi jarak jauh berbasis satelit di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tahun 2012.
Kita tidak tahu apakah kasus tersebut bagian dari skenario perang habis-habisan PDIP melawan Anies-Sandi atau kebetulan semata. Yang jelas, isu-isu yang tampak dipaksakan tersebut tentu ada kepentingan politis di baliknya, ketimbang melulu soal hukum. Kasus ini pun seolah sengaja disimpan sebagai kartu truf, karena baru kembali dibuka pada Maret 2017 bertepatan dengan dimulainya putaran kedua Pilkada DKI. Dalam beberapa kasus, isu hukum memang cukup efektif untuk mencoreng muka lawan dalam kontestasi politik.

Namun, PDIP sepertinya tidak yakin bahwa kasus hukum seperti itu mempan menggerogoti citra lawan, sehingga harus mengumpulkan seluruh bala dari penjuru Indonesia untuk memaksimalkan dukungan ke Ahok. PDIP seolah tak ingin membiarkan satu suara pun tercecer percuma, mengingat ketatnya kontestasi.

Dalam kondisi terdesak, cara yang biasa dilakukan oleh politisi kelas pemilihan lurah adalah membuat pemilih lawan tidak datang ke TPS. Ada banyak cara untuk mengeksekusi strategi ini, dan politisi pasti tahu bagaimana caranya. Strategi ini pastinya juga akan menjadi bagian dari langkah taktis menyingkirkan Anies-Sandi di tengah bayang-bayang kekalahan.

http://m.rimanews.com/nasional/politik/read/20170322/320687/Aroma-kepanikan-PDIP-hadapi-Pilkada-DKI-putaran-kedua

Siapkan strategi
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
3.4K
58
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.2KThread41.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.