BANDUNG – Belum adanya kejelasan terkait realisasi proyek Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR) membuat Japan International Cooperation Agency (JICA) menagih komitmen pemerintah dalam merealisasikan tol dalam kota itu.

Seperti diketahui, proyek tersebut rencananya akan diawali dengan pembangunan flyover Tol Pasteur hingga kawasan Jalan Surapati. JICA sendiri siap mendanai proyek awal, termasuk membantu pendanaan proyek serupa mulai dari KM 149 Tol Cileunyi hingga kawasan Ujung berung. Namun, hingga kini, proyek tersebut masih terganjal persoalan pembebasan lahan


Deputi Direktur Divisi Asia Tenggara 1 Departemen Asia Pasific JICA Ono Tomohiro mengungkapkan, pihaknya mendatangi Pemprov Jabar untuk menindaklanjuti progres pembebasan lahan BIUTR. Pihaknya harus mengingatkan hal itu karena menjadi kunci keberlangsungan proyek BIUTR.

Dia menilai, progres proyek tol sepanjang 27,3 kilometer itu seperti jalan di tempat, terutama terkait pembebasan lahan. Ono juga mengaku, tak bisa menjelaskan perkembangan proyek itu karena persoalannya kini berada di tangan pemerintah.

“Pemerintah masih harus membahas hal ini secara internal, terutama di sisi pemerintah Indonesia. Jadi, sejauh ini kami dalam posisi menunggu,” ungkap Ono di Gedung Sate, Kota Bandung.

Menurut dia, keseriusan pemerintah pusat, Jabar, dan Kota Bandung dalam menuntaskan persoalan pembebasan lahan berpengaruh pada rencana JICA memberikan pinjaman.

Padahal, Ono meyakinkan, JICA sudah serius terlibat dan berencana membantu pembiayaan proyek BIUTR sejak 2011 lalu. “Hampir enam tahun berlalu, tetapi persoalan lahan tidak juga beres. Jadi kami ingatkan lagi karena ini menyangkut kesepakatan pembiayaan,” jelasnya.

Meskipun menagih komitmen pemerintah dalam hal pembebasan lahan, namun pihaknya tidak memberikan batas waktu kapan pembebasan lahan itu harus selesai.

Dia juga meyakinkan, sejauh ini JICA masih berkomitmen terlibat dalam proyek BIUTR sambil terus menunggu keseriusan pemerintah. “Kami hanya menindaklanjuti saja, tidak memberikan deadline. Kami akan lihat bagaimana tindakan pemerintah Indonesia, (tol) ini prioritas,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Iwa Karniwa menjelaskan, kedatangan pihak JICA ke Gedung Sate sebagai ungkapan kegemasan JICA terhadap progres pembebasan lahan BIUTR yang dinilai jalan di tempat.

“Kami bersama pusat dan Kota Bandung akan segera menyusun nota kesepahaman terkait pembiayaan dan pembagian kerja dalam pembebasan lahan. Kami targetkan MoU itu bisa tuntas akhir Maret ini,” jelas Iwa.

Dia memastikan, persoalan pembebasan lahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat sebenarnya sudah ditangani Kemenko Maritim, di mana pihak dari 16 instansi vertikal yang lahannya terkena proyek sudah bersepakat memberikan dukungan.

“Tinggal bagaimana mekanisme kesepakatannya, sehingga betul bisa dipakai. Selain itu, ada solusi apabila lahan yang ada gedungnya itu harus bagaimana, ini menjadi PR kita,” paparnya.

Iwa mengakui, JICA memang telah memberikan sinyal untuk memulai proyek ini, mulai dari Tol Pasteur hingga Kawasan Surapati dengan membangun jembatan layang terlebih dahulu, termasuk membiayai pembangunan tol dari KM 149 Tol Cileunyi menuju kawasan Ujungberung. “Apabila ini berjalan lancar, maka kelanjutan 20 kilometer sisanya bisa dilanjutkan,” ujarnya.

Diakui Iwa, kebutuhan biaya untuk membebaskan lahan di KM 149 memang sangat besar, mencapai Rp1 triliun. Menurutnya, Pemprov Jabar tidak mungkin menganggarkan uang sebesar itu. Oleh karenanya, peran pemerintah pusat sangat dibutuhkan. “Ini proyek yang sudah sangat lama dan permasalahannya memang ada di kita,” pungkasnya.
(rzk)

http://economy.okezone.com/read/2017...bandung-mandek