Jakarta, CNN Indonesia -- Genderang pemilihan kepala gubernur Jawa Barat yang akan berlangsung tahun depan, mulai bertabuh. Wali kota Bandung, Ridwan Kamil bersiap maju dengan dukungan dari Partai NasDem lewat deklarasi yang akan digelar Minggu besok, 19 Maret 2017.

Selain Kang Emil, sapaan akrab Ridwan, bermunculan para kandidat lain yang akan memeriahkan ajang pilgub di antaranya Dedi Mulyadi, Deddy Mizwar hingga istri Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Netty Prasetiyani.

Selain Partai NasDem, belum ada deklarasi khusus terhadap para kandidat. PDI Perjuangan yang memiliki kursi terbanyak di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pun belum menentukan pilihan.

PDIP pada pemilihan presiden berhasil mengumpulkan 20 dari 100 kursi. Setelah itu diikuti oleh Golkar yang memperoleh 17 kursi, PKS (12), Demokrat (12), Gerindra (11), PPP (9), PKB (7), Nasdem (5), PAN (4), dan Hanura (3).

Ketua DPD PDIP Jawa Barat Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menyatakan partainya tak terburu-buru dalam menentukan pilihan.

“Kami tidak terburu-buru karena dalam Pilkada Serentak 2018 ini, selain pemilihan gubernur Jabar, juga ada pemilihan kepala daerah di 16 kabupaten/kota lainnya," kata Hasanuddin seperti dilansir dari Antara.

Hasanuddin mengatakan banyak pertimbangan PDIP dalam mengusung calon kepala daerah, karena Jawa Barat merupakan wilayah yang sangat besar dan luas, serta memiliki permasalahan yang sangat kompleks.

"Salah satu pertimbangan lainnya adalah dengan siapa kami akan berkoalisi. Dan tentu ideologi merupakan pertimbangan utama kami dalam menentukan, dengan siapa kami harus berkoalisi dan siapa calon yang akan diusung," kata dia.

Dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, pada pasal 40 Ayat 1 mengenai persyaratan pendaftaran calon, sebanarnya PDIP dapat mengusulkan pasangan calon sendiri, tanpa perlu berkoalisi.

PDIP yang memperoleh 20 kursi memenuhi persyaratan pencalonan sendiri yakni minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Namun, mesti memiliki kursi terbanyak, PDIP tak berkutik dalam ajang pemilihan presiden 2014. Pada 9 Juli 2014, pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla yang diusung oleh PDIP kalah telak dengan pasangan calon yang diusung oleh Partai Gerindra yakni Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

Pasangan Prabowo-Hatta menang di 22 kabupaten/kota di Jawa Barat. Sementara, Jokowi-JK hanya unggul di empat kabupaten/kota di Jawa Barat, yakni Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kota Cirebon.

Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2017, dari tiga daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan pemungutan suara yakni, Kota Tasikmalaya, Kota Cimahi dan Kabupaten Bekasi, PDIP hanya berhasil memenangkan satu pasangan calon di Kota Cimahi.

Dengan kekuatan politik seperti ini, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ikhsan Darmawan menyatakan sulit bagi PDIP apabila mencalonkan pasangannya sendiri. Apalagi selama dua periode pemilihan gubernur Jawa Barat pada 2008 dan 2013, PKS selalu berhasil memenangkan suara.

PKS tetap akan menjadi salah satu lawan terberat bagi PDIP, meskipun sudah tidak bisa lagi mengusulkan nama calon yang sama pada pemilihan gubernur tahun depan.

“Melihat perkembangan sebelumnya di Jawa Barat di mana mesin-mesin partai PKS selalu efektif untuk memenangkan suara. Itu kelebihan yang mungkin dimiliki oleh PKS,” kata Ikhsan.

Ikhsan menilai, lebih masuk akal bila PDIP memilih berkoalisi dengan partai lain dalan ajang pemilihan gubernur.

“Saya nilai perlu menggandeng partai lain supaya bisa lebih besar meraih suara itu harus dipertimbangkan,” kata Ikhsan.

http://m.cnnindonesia.com/politik/20...ub-jawa-barat/

Demul-RK