Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

sukhoivsf22Avatar border
TS
sukhoivsf22
Anggota DPD Tidak Seharusnya Masuk Parpol
Anggota DPD Tidak Seharusnya Masuk Parpol

kumparan
Selasa, 07 Maret 2017 - 13:31



Diskusi soal anggota DPD yang masuk parpol. (Foto:Fahrian Saleh/kumparan)

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegak Citra Parlamen mengadakan diskusi bersama para pakar politik guna membahas penetrasi partai politik di ranah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Dalam diskusi ini turut mengundang Saldi Isra selaku Pakar Hukum dan Tata Negara, Ahmad Hanafi dari Indonesian Parliamentary Center, Pakar Hukum dan Tata Negara Refly Harun, serta Titi Anggraini dari Pegiat Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Secara tegas keempat narasumber tokoh tersebut menolak masuknya partai politik sebagai anggota DPD. Mereka mengkritisi persoalan beberapa anggota DPD yang sudah menjadi anggota partai tertentu. Saldy Isra menyebut masuknya anggota DPD ke salah satu partai akan merusak fungsi perwakilan yang diemban.
"Menurut saya ini tidak relevan lagi, ini harus jadi catatan. Kalau kuasa politik hadir di DPD, tentunya akan kehilangan relevansi sebagai representatif dari setiap daerah," tegas Saldy Isra di Hotel Santika, KS Tubun, Jakarta Barat, Selasa (7/3).
Menambahkan pernyataan dari Saldy, Ahmad Hanafi menyebut hingga saat ini sudah ada 27 anggota DPD yang masuk ke Partai Hanura. Berdasarkan catatan Indonesian Parliamentary Center, terdapat 53 anggota DPD yang berafiliasi pada partai politik.
"Yang jadi masalah sebenarnya adalah setelah mereka menjadi anggota DPD kemudian masuk ke dalam partai politik," ujarnya.
Sejumlah anggota DPD memang berbondong-bondong masuk Partai Hanura. Salah satunya, Wakil Ketua MPR dari perwakilan unsur DPD, Oesman Sapta Oedang. Ia kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura, menggantikan Wiranto. Hijrah ke Hanura, Oesman memboyong sejumlah anggota DPD seperti Gede Pasek Suardika (Bali), Ayi Hambali (Jabar), Andi Surya (Lampung), Abdul Aziz (Sumsel), Ahmad Nawardi (Jatim), Matheus Stefi Pasimanjeku (Maluku Utara), dan Basri Salama (Maluku Utara).
Hal ini juga diperjelas oleh Titi Anggriani, dia mengatakan bahwa konteks DPD adalah perwakilan rakyat per daerah, sedangkan perwakilan partai politik seharusnya diwakili oleh anggota DPR. Menurutnya, karena mewakili wilayah dengan jumlah yang fix maka legitimasi yang diperoleh DPD sangat kuat.
"Perwakilan wilayah ini kalau tadi mewakili jumlah orang sehingga jumlah orang pada satu provinsi menentukan berapa kursi dari daerah," jelasnya.

https://m.kumparan.com/ananda-wardhi...a-masuk-parpol


Anggota DPD Harus Berhenti Mengabdi pada Parpol
Minggu, 12 Maret 2017 | 18:54 WIB







JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Hukum Tata Negara dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti menyatakan, afiliasi anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) kepada partai politik (parpol) memang sulit dihindari.

Namun, bukan berarti infiltrasi parpol di DPD dibiarkan begitu saja. Sehingga berbondong-bondongnya anggota DPD menjadi kader Partai Hanura tetap tak bisa dibiarkan, mengingat DPD bukan representasi parpol, tetapi wilayah.

"Kita bukan antiparpol, tapi kan kita tahu bahwa parpol dan lembaga DPR itu lembaga terkorup. Kenyataannya parpol belum tereformasi," kata Bivitri dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (12/3/2017).

Apalagi, kata Bivitri, sangat sulit untuk memastikan seseorang tak memiliki afiliasi parpol sebelum ia mendaftarkan diri sebagai anggota DPD.

Hal itu juga dikuatkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 10/PUUIV/ 2008 atas uji materiil Pasal 16 dan 67 Undang-Undang (UU) 10/2008 terhadap UUD 1945, yang memperbolehkan kader parpol menjadi anggota DPD.

Namun, Bivitri menyatakan, hal itu bisa diantisipasi dengan membuat klausul baru dalam Revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) dan Rancangan Undang-undang Pemilu.

Dalam dua Undang-undang tersebut nantinya bisa dicantumkan fungsionaris parpol yang menjadi anggota DPD harus berhenti masa pengabdiannya sebagai fungsionaris.

"Karena kan putusan MK hanya mengatakan anggota DPD boleh dari parpol. Tidak secara spesifik apakah itu harus anggota atau fungsionaris," kata Bivitri.

"Minimal kalau sebatas anggota, pengaruhnya tak sebesar fungsionaris. Intinya harus ada rumusan redaksional baru yang intinya adalah membatasi intervensi politik dalam DPD," ujar dia.

Penulis: Rakhmat Nur Hakim
Editor: Ana Shofiana Syatiri
http://nasional.kompas.com/read/2017...di.pada.parpol
0
1.8K
9
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.8KThread41.4KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.