Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kaka77ciaoAvatar border
TS
kaka77ciao
Menengok restoran Pyongyang di Kelapa Gading, tempat intel Korut?


Merdeka.com - Peristiwa tewasnya Kim Jong-nam (53), kakak tiri pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Malaysia Senin lalu membuat perhatian dunia tersorot pada aktivitas intelijen Korea Utara di Asia Tenggara. Menurut sumber intelijen, Korea Utara menempatkan intelnya di Malaysia, Singapura, dan Indonesia dalam dua dekade terakhir.

Operasi mereka di tiga negara Asia Tenggara ini diyakini salah satu yang terbesar di luar Korea Utara. Negeri pimpinan Kim Jong-un itu mempunyai badan intelijen bernama Biro Pengintaian Umum (RGB).

Untuk menyamarkan aksinya di Malaysia dan Singapura, intel-intel yang sudah memenuhi kualifikasi akan bekerja sebagai insinyur, konsultan teknik di bidang industri konstruksi dan juga restoran Korea.

"Mereka memakai restoran sebagai tempat utama mengumpulkan informasi dan pengawasan. Sasaran mereka biasanya orang Jepang, politikus Korea Selatan, diplomat, orang top di perusahaan dan pengusaha yang punya bisnis di tiga negara ini," ujar sumber tersebut, seperti dilansir The Star, Jumat (17/2).

Untuk membiayai operasi ini, kata si sumber, RGB juga terlibat dalam penyelundupan narkoba. Informasi ini terungkap pada peristiwa gagalnya penyelundupan 125 kilogram heroin ke Australia lewat kapal komersial Pong Su pada 2003.

Penyelidikan oleh polisi Australia mengungkapkan RGB memakai pelabuhan Port Klang sebagai titik transit dan pengemasan narkoba supaya tidak mudah terlacak. Sumber intelijen itu juga mengatakan RGB memanfaatkan Malaysia sebagai salah satu negara tujuan untuk mendistribusikan bahan kimia berbahaya yang bisa dipakai untuk membuat gas beracun.

Di Indonesia, kata sumber tadi, RGB juga diketahui beroperasi di sejumlah pabrik tekstil di kota-kota besar, termasuk Jakarta. "Salah satu toko pakaian berlokasi di atas sebuah restoran Korea Utara di Jakarta adalah bagian dari kantor RGB," kata sumber itu.

Dari penelusuran Antara, di wilayah Boulevard Barat Raya Kelapa Gading, Jakarta Utara, terdapat salah satu restoran Korea Utara. Terdapat papan nama merah besar dengan tulisan Pyongyang Restaurant sebagai penanda bahwa bangunan tiga lantai bercat merah muda itu adalah tempat makan.





Di sebelahnya ada restoran steak dengan eksterior lebih meriah dan restoran Korea Selatan Bornga dengan cat serba hitam yang terlihat lebih menonjol dari Pyongyang Restaurant. Sebelum datang ke lokasi itu, sempat menelpon restoran untuk memastikan jam operasionalnya.

Seorang perempuan dengan logat Korea kental menjawab telepon tersebut, menyatakan restoran itu buka pukul 12.00 hingga malam. Saat ditanyai lebih lanjut, si pengangkat telepon tidak bisa menjawab karena tidak fasih berbahasa Indonesia.

Dari luar restoran Korea Utara itu terlihat sepi. Bagian dalamnya tak jelas terlihat kecuali kita mengintip dengan saksama karena bagian depan ditutupi kaca bermotif pohon bambu.

Satu-satunya yang meyakinkan bahwa restoran beroperasi adalah tulisan BUKA di pintu depan.

Saat pintu restoran dibuka, langsung terlihat meja kasir di sebelah kiri yang dijaga seorang pelayan berwajah Korea. Perempuan dengan rambut dikuncir kuda itu tampak agak terkejut karena kedatangan tamu. Dia bertanya, "Mau makan?".



Aroma apak menguar di ruangan itu, rasanya seperti berkunjung ke rumah tua yang lama tak ditempati. Pelayan segera menyalakan pendingin ruangan yang perlahan-lahan menghilangkan aroma tidak sedap.

Kemudian, sang pelayan mengarahkan untuk duduk di meja yang paling jauh dari pintu masuk. Atau persis di depan televisi.

Semua itu dikerjakannya sendiri. Mulai dari membalikkan piring-piring yang diletakkan terbalik di tiap meja kemudian menuangkan teh tawar ke dalam gelas kecil.

Setelah memberikan menu berisi foto-foto makanan yang ditata seadanya, dia kembali sambil membawa kertas pesanan.

"Mau pesan?" tanya pelayan bernama Choe Un Hyang itu dalam bahasa Indonesia.

Komunikasi jadi masalah utama dalam berkomunikasi dengan pelayan yang tidak fasih berbahasa Indonesia dan punya kosakata terbatas.

Sekat rotan menjadi pembatas yang membuat lantai satu restoran itu seakan terbagi dua. Di sebelah kiri sekat berjejer tiga meja kayu berbentuk bundar. Tiap meja juga dibatasi sekat rotan.

Tak jauh dari meja kasir, ada sebuah pigura berisi foto Megawati dan Puan Maharani bersama lima perempuan Korea yang mengenakan busana tradisional.




Di ujung dinding ada televisi yang menampilkan sekelompok perempuan menari sambil menyanyi di panggung dengan latar belakang khas zaman dulu, mengingatkan pada panggung penyanyi Indonesia era 80-an.

Di bawah televisi ada meja persegi dengan taplak kuning senada dengan serbet. Terlihat tumpukan piring putih serta beberapa asbak yang sebagian permukaannya tertutup lap kuning.

Di sebelah kanan sekat terlihat dua ruangan lain dengan pintu bernomor 8 dan 9. Pintu ini hampir selalu tertutup.

Ketika seorang staf restoran keluar dari ruangan itu, pintunya tidak ditutup rapat. Dari celah terlihat ruangan itu berisi furnitur yang sama. Tetapi ruang tertutup itu memberi kesan seakan itu tempat makan untuk tamu istimewa yang butuh privasi. Perbedaan yang terlihat jelas adalah adanya karpet merah yang melapisi lantai di ruang tersebut.

Bila berjalan melewati dua pintu tersebut, ada wastafel untuk mencuci tangan.

Di sebelah kiri ada dapur, kemudian di sebelah kanan terlihat satu kulkas dan lemari pendingin besar seperti tempat menyimpan es krim di supermarket. Di pojokan dinding ada beberapa sekat rotan tak terpakai.

Toilet berada di lantai dua yang terkesan suram tanpa penghuni. Semua saklar dimatikan sehingga seluruh ruangan gelap, hanya ada sedikit cahaya matahari sore yang masuk dari jendela.

Ada dua bilik bersebelahan, masing-masing dilabeli toilet pria dan toilet wanita. Di dalamnya ada toilet duduk, semprotan, keran kecil, tempat sampah dan tisu.

Di balik pintu toilet perempuan tertempel kertas berisi tulisan dalam bahasa Korea yang artinya "Buang pembalut di tempat sampah".

Selain toilet, di lantai itu ada tiga ruangan gelap yang tidak dipakai. Di ruangan yang persis bersebelahan dengan toilet, terlihat meja kayu dan kursi yang serupa furnitur di lantai bawah. Dilihat dari lantai dua, lantai tiga juga sepi.

Tidak terlihat ada aktivitas maupun pelayan selain perempuan yang berjaga di kasir. Orang yang bekerja di dapur tidak memperlihatkan diri dan memasak tanpa banyak menimbulkan kebisingan.

Suasana yang hening, hanya ada alunan lagu Korea Utara dari televisi, berubah jadi ribut ketika ada tiga atau empat pelayan yang keluar entah dari mana untuk bergegas menyambut kedatangan seorang pria.

Semua pelayan bertubuh ramping mengenakan gaya busana serupa: kemeja pas badan dengan rok span dan sandal hak tinggi yang berkelotakan ketika mereka naik turun tangga. Yang membedakan hanya warna kemeja, ada yang memakai baju ungu tua, biru, hijau, hitam, kuning dan pink.

Seluruhnya perempuan Korea dengan rambut hitam dikuncir kuda. Rata-rata berparas manis dengan riasan sederhana, eyeliner dan bedak.

Pria yang disambut hangat oleh para pelayan bersikap akrab layaknya tamu langganan yang sudah dinanti. Bahkan seorang pelayan mengajaknya masuk dengan cara menarik tangan pria itu ke dalam restoran. Yang lain buru-buru membawa teko berisi teh dan buku menu.

Wajah tamu dan para pelayan tersebut tidak jelas karena ada sekat-sekat yang menghalangi pandangan. Tamu itu dibawa ke lantai atas dan tidak terlihat lagi hingga Antara meninggalkan restoran.

Menurut Choe Un Hyang, Pyongyang Restaurant sudah berdiri di Kelapa Gading selama tiga tahun. Restoran ini sebelumnya juga punya cabang di Kebayoran Baru namun sudah ditutup.

Saat disambangi Antara, pada Selasa (21/2) sore, tidak ada satu pun pengunjung lain kecuali seorang pria yang kemudian disambut hangat oleh para pelayan dan diantar ke lantai atas. Entah karena biasanya restoran ini sepi, atau karena hari itu kebetulan jalan raya di depan ruko-ruko tempat Pyongyang Restaurant terendam banjir sekitar 50 sentimeter atau setinggi lutut orang dewasa.

Namun Choe Un Hyang mengatakan biasanya restoran ini banyak didatangi pada saat makan siang. Pembelinya bervariasi, seperti orang-orang asing dari Korea, China maupun Jepang.

Seorang satpam di bank yang letaknya tak jauh dari Pyongyang Restaurant mengatakan pengunjung restoran itu tidak sebanyak restoran Korea Selatan di dekatnya.

Menurut dia, perbedaan yang jelas terlihat adalah adanya pekerja lokal di restoran Korea Selatan, sementara ia tidak pernah melihat satu pun pekerja dari Indonesia di restoran Korea Utara.

https://m.merdeka.com/peristiwa/mene...tel-korut.html




Kok horror ya tempat nya emoticon-Takut
Diubah oleh kaka77ciao 23-02-2017 05:41
0
6.6K
57
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.2KThread41.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.