Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

chayankuAvatar border
TS
chayanku
BBC: Ketika Anda mencoblos, apakah faktor agama terlintas di benak?


Ketika Anda mencoblos, apakah faktor agama terlintas di benak?
15 Februari 2017

Di halaman gereja Katolik, Paroki Hati Kudus, di pusat kota Banda Aceh, Senin (13/02) lalu, seorang pria sedang menunggu anaknya pulang dari sekolah, yang berada dalam komplek gereja.

"Saya sudah 11 tahun tinggal di Banda Aceh, setelah tsunami," kata Jesi Christian Pati memulai pembicaraan dengan BBC Indonesia.
Seperti warga Indonesia lain, Jesi akan hak suaranya dalam Pilkada 2017 walau tidak ada calon Wali kota Banda Aceh atau Gubernur Aceh yang seagama dengan dirinya.

"Tidak ada pilihan lain," katanya, setengah tertawa.

Tinggal di wilayah yang mayoritas Islam dan, apalagi, memberlakukan syariat Islam, membuat dirinya harus memilih calon pemimpin yang dianggapnya juga menyuarakan kelompok minoritas.

Dan, menurut penilaiannya, ada dua calon Wali kota Banda Aceh dan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang 'menyuarakan' kelompok minoritas.

"Program mereka masih mendengarkan kebutuhan orang Kristen. Biasanya mereka bicara soal isu kemanusiaan, bukan melulu agama," ungkapnya.

Calon seperti itulah, tambah Jesi, yang dipilih orang Kristen atau kaum non-Islam lainnya di Aceh. "Saya yakin 80%, suara warga Kristen di Aceh mirip dengan pilihan kita," Jessi mengutarakannya dengan tersenyum.

Mengayomi semua etnis
Peunayong, di pusat kota Banda Aceh, merupakan lokasi pemukiman dan kegiatan komunitas warga Indonesia peranakan Cina.
Tidak jauh dari Pasar Peunayong, persisnya di Gampong Mulia, berdiri kedai kopi yang disebut Tenggeng.

"Ini tempat kami nongkrong, minum kopi, ngobrol atau main catur Cina," kata Kho Khie Siong, atau biasa dipanggil Aky.

Pria kelahiran 1964 ini adalah salah-seorang warga peranakan Cina di Banda Aceh yang sering menjadi nara sumber atau juru bicara warga di wilayah itu

Dengan mengenakan kaca mata, kalung, serta kemeja Polo hijau, Akky menceritakan pengalamannya mendirikan Yayasan Hakka di Aceh, yang menghimpun suku Han yang disebutnya banyak mendiami sejumlah wilayah di Indonesia.

Lewat organisasi itulah, Aky yang beragama Buddha berusaha melibatkan diri dalam kerja-kerja sosial yang ujungnya demi menciptakan kerukunan antar etnis dan agama.

Dan perhelatan politik bernama Pilkada, kata Aky, membuat dia aktif untuk mensosialisasikan para calon-calon wali kota dan gubernur kepada para anggotanya. "Tapi saya tidak pernah memaksa mereka untuk memilih calon tertentu," tandasnya

Dan secara logika sederhana, tambahnya, warga Cina di Aceh akan memilih calon pemimpin yang dapat mengayomi semua etnis,"Tidak terkecuali kaum Tionghoa."

Agama tidak diatur qanun

Baik Jesi atau Aky, rupanya, menyadari betul mereka tidak memiliki peluang untuk memilih calon pemimpin yang seagama. Seperti diketahui, Aceh memiliki kekhususan dengan penerapan Syariat Islam.

Walaupun tidak secara jelas disebutkan harus beragama Islam, sejumlah kursi pimpinan di berbagai lembaga pemerintahan -termasuk calon anggota parlemen daerah- mensyaratkan sang calon harus bisa membaca kitab suci Alquran.

Dalam qanun atau perda tentang Pilkada, persyaratan ketrampilan membaca Alquran itu juga dicantumkan.

"Tetapi," kata anggota DPR Aceh dari Partai Aceh, Nur Zahri, yang terlibat dalam pembahasan qanun tersebut, "itu hanya diwajibkan kepada yang Muslim. Jadi, tidak diwajibkan kepada non-Muslim."

Sesuai perintah UU pemerintahan Aceh nomor 11 tahun 2006, lanjutnya, bagi calon yang beragama Islam, diwajibkan memiliki kemampuan bisa membaca Alquran.

"Tapi, sekali lagi, ini tidak berlaku bagi yang non-Muslim," tegas Nur Zahri yang menambahkan ada calon kandidat legislatif Partai Aceh di Singkil yang beragama Kristen dan tidak mengukitu tes kemampuan membaca Alquran.

Kasus Ahok kemarin juga ada anomali demikian.

Data-data pemilu selama ini memperlihatkan bahwa partai Islam tidak terlalu banyak diminati, tapi dalam kasus Ahok yang menyangkut persepsi bahwa agama direndahkan -seperti itulah kita sebut, ada persepsi itu- ternyata orang bereaksi sangat keras dan terjadilah demo-demo dengan tuntutannya, yang bisa kita lihat politis juga.

Mungkin karena partai abstrak dan mereka juga tidak mengerti seberapa Islam sebuah partai. Kalau orang itu konkrit, bisa dilihat dalam konteks agama dan suku. Tapi mungkin juga karena partai-partai di Indonesia gagal meraih kepercayaan publik.

Artinya, bahkan tindak tanduk partai-partai agama tidak selalu mencerminkan nilai-nilai agama, seperti korupsi, manipulasi dan ada kelakukan-kelakuan yang tidak benar, juga dari partai Islam sendiri. Jadi orang kehilangan kepercayan tehadap partai Islam.

Tapi kalau orang, dia adalah sosok tunggal dan bisa diminta pertanggungjawaban langsung kepada dia secara konkret.
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38968145

--------------------------------




Kayaknya bagi penduduk Jakarta yang hidup di kota metropolitan, budaya pragmatisme pun sudah banyak merasuki jiwa-jiwa mereka. Sehingga faktor etnis atau agama sekalipun, tak banyak mempengrauhi keputusan mereka memilih Ahok. Itu fakta. Etnis keturunan China di Jakarta hanya 5% dan mayoritas penduduknya (83%) beragama Islam, tak menyebabkan mereka semua memilih Agus yang muslim dan beretnis Jawa atau Anies yang muslim dan beretnis ketrunan Arab.

emoticon-Angkat Beer
0
15.4K
148
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.