Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Kaskus SportAvatar border
TS
Kaskus Sport
Apa yang Bisa Dibuat Milan Tanpa Bonaventura?
Hampir tiga tahun lalu, mungkin tidak akan ada yang mengira bahwa peran pemuda kelahiran Marche ini akan sebegitu vital untuk Milan. Sebuah klub sarat sejarah yang pernah melahirkan pemain flamboyan seperti Pirlo, Rui Costa, dan Kaka terdengar seperti tidak mungkin akan bergantung pada pemain yang pernah menghabiskan hampir 8 musim berkostum Atalanta, plus 2 musim pengalaman bermain di Serie-B dan Lega Pro—kompetisi kasta ketiga di Italia. Tapi suka tidak suka, mau tidak mau, harus diakui bahwa Giacomo Bonaventura adalah sebuah pengecualian. Ia tidak lagi menyandang status sebagai pemain medioker yang ‘kebetulan’ punya pengalaman berkostum tim besar; lebih dari itu, Bonaventura kini memegang peran integral di dalam nadi Rossoneri.



Di dua musim perdana, Bonaventura langsung memikat perhatian banyak orang. Dari 59 laga Serie-A, ia mampu mengemas 13 gol dan 11 assists. Tidak berhenti sampai di situ, musim ini, Bonaventura juga kembali menampilkan magisnya dalam skema anyar Milan, sehingga ia mampu mengoleksi 3 gol dan assists dari 19 laga di Serie-A. Anda mungkin akan mengernyitkan alis jika melihat capaian yang ditorehkan Bonaventura musim ini dari segi kuantitas semata. Padahal, kualitas performa yang disuguhkan oleh Bonaventura adalah alasan kenapa Milan (sempat) kembali mendapatkan rispek dan terlihat cukup meyakinkan untuk lolos ke zona Eropa—meksipun hanya di kasta kedua.

Mari berbicara dari aspek taktikal. Bermain sebagai striker sayap yang beroperasi di sisi kiri pada skema 4-3-3, Bonaventura kini menjelma menjadi salah satu kreator peluang paling berbahaya di Italia. Memiliki kelihaian menggocek bola dan visi yang cukup jeli, Bonaventura adalah pemilik rataan dribble (3,2), umpan kunci (2,2) dan kreasi peluang (40) paling banyak untuk AC Milan saat ini. Bisa secara fleksibel bermain sebagai playmaker juga gelandang tengah, penempatan posisi yang tidak mengekang ini cukup memanjakan Bonaventura untuk menahan penguasaan bola saat dibutuhkan, kemudian melepasnya ketika rekannya sudah menemukan ruang. Skema ini berulangkali membuat Suso dan Carlos Bacca berhasil menceploskan bola ke jala gawang lawan, terlebih ketika dirinya mengalami kesulitan untuk melakukan penyelesaian akhir.

Tapi malang tidak bisa ditolak. Pada kunjungan ke Friuli yang selalu menyulitkan mereka dalam 5 musim terakhir, Udinese semakin memberikan alasan kenapa mereka akan selalu tidak disukai oleh Milan. Laga terlihat cukup menjanjikan, karena Bonaventura berhasil mencuri gol cepat meski laga baru berjalan 8 menit, tapi 20 menit berselang, Milan menemui mimpi buruk yang terlalu dini untuk mereka temui: Bonaventura harus ditarik keluar karena menderita cedera parah. Spekulasi bertebaran, mulai dari cedera tulang, patah kaki, hanya terbentur ringan, sampai kerusakan syaraf kaki. Tapi yang pasti, berdasarkan raut wajah yang dilihat dari layar kaca, sepertinya Bonaventura tidak sedang bercanda. Ia meringis memang karena sedang menahan sakit yang teramat sangat, dan itu bukan pertanda baik yang diharapkan oleh Milan. Dan benar saja, selang 2 hari setelah laga, Bonaventura dipastikan harus absen selama 4 bulan karena mengalami cedera paha parah. Ia harus naik meja operasi supaya bisa tampil kembali, dan situasi tersebut membuat Bonaventura dipastikan absen sampai sisa musim 2016-2017. Kalah dari Udinese—yang juga menjadi kekalahan ketiga beruntun Milan, makin kesulitan mengejar zona Eropa, plus kehilangan Bonaventura dan De Sciglio untuk kurun waktu yang cukup lama karena cedera. Milan bukan hanya terjatuh lalu tertimpa tangga, tapi mereka juga ketiban pekerja, sisa bangunan, dan alat-alat berat lain yang ada di sekitarnya.



Montella tentu dibuat pusing bukan kepalang menghadapi situasi ini. Betul bahwa mereka baru saja mendatangkan, Deulofeu, pemuda berbakat dari Everton yang sudah mencuri perhatian sejak lulus dari La Masia dan meniti karir di La Liga. Hanya saja, di tengah rimba Serie-A yang kaya akan duel taktikal dan menjunjung tinggi pengalaman bermain di level senior, peran Deulofeu seorang muskil bisa menggantikan servis yang disuguhkan oleh Bonaventura selama ini. Kepergian Niang ke Premier League juga makin membuat ketersediaan opsi pemain pada skema 3 striker makin terbatas. Montella harus membuat pilihan: memberi kepercayaan penuh kepada Deulofeu untuk menggantikan peran Bonaventura dengan segala pertaruhan yang ada, atau putar otak mencari skema terbaik dengan komposisi pemain yang ia miliki saat ini.

Untuk opsi kedua, Milan bisa menjajal skema 4-2-3-1 atau 4-2-2-2 yang bergantian dipilih oleh Montella jika skema utamanya dirasa tidak lagi relevan dengan situasi pertandingan. Dengan ketidakhadiran Bonaventura, dukungan kreativitas dan aspek teknikal jelas akan diemban oleh Suso dari sisi kanan. Dengan akselerasi dan keahlian membawa bola yang ia miliki, ia bisa menjelajah ruang dari dari berbagai kemungkinan yang ia temui di lapangan. Suso memang bukan tipikal classic no 10 seperti para pendahulunya di Milan, tapi Montella bisa mengupayakan Suso untuk bermain di ruang tersebut dengan sodoran bola-bola panjang. Skema ini sangat membutuhkan pemain dengan karakter petarung seperti Kucka, yang siap 'melindungi' Suso sehingga ia bisa berkreasi sebebas mungkin untuk rekan-rekannya.

Montella juga bisa meniru taktik serupa yang dilakukan oleh Conte ketika gelandang kreatif yang ia miliki di tim nasional Italia—Marchisio & Verratti—absen, dengan mengoptimalkan gelandang pekerja untuk membangun serangan. Locatelli dan Palasic bisa menjalin koneksi yang bagus dengan bek tengah Milan untuk memulai penetrasi ke daerah pertahanan lawan. Karenanya, peran Gabriel Paletta untuk menduplikasi gaya bermain Bonucci di Italia juga sangat diperlukan. Milan tidak perlu seorang regista jika peran eks-penggawa Parma itu sedang berada di fase terbaiknya. Paletta tercatat memiliki rataan bola panjang terbanyak (6,3) dengan tingkat akurasi mencapai 84,7 persen. Dengan Kucka yang turun ke lapisan lebih dalam, maka empat pemain yang ada di depan bisa sedikit merasa leluasa untuk menyambut bola-bola panjang yang dilepaskan oleh Paletta. Montella masih punya banyak waktu agar build-up ini makin terjaga dan bisa mengacaukan lini pertahanan lawan dengan lebih efektif di kemudian hari.

Milan jelas akan merindukan kehadiran Bonaventura dalam beberapa laga ke depan. Bersama Suso dan Donnarumma, eks-penggawa Atalanta itu kerap bertugas untuk menghadirkan magis dari situasi yang tak terduga. Tapi di satu sisi, kehilangan Bonaventura akan menjadi proses pendewasaan yang sangat berharga untuk Milan. Bahwa sejatinya titah sebuah klub besar, sebagus apapun performa individu tidak akan melebihi karakter bermain tim yang ditampilkan secara kolektif. Akhir pekan ini mereka akan menghadapi Sampdoria, tim yang sedang dalam kepercayaan diri meningkat pasca menekuk Roma di Luigi Ferraris. Andai Milan ingin membuktikan kapasitasnya sebagai salah satu raksasa paling bertaji di Italia, maka kegagalan mendulang poin sempurna di San Siro ‘hanya’ karena kehilangan seorang pemain bintang tak akan pernah ada dalam daftar rencana mereka untuk sisa 17 laga ke depan.

Supported by:





www.kaskus.co.id
0
4.4K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Liga Italia
Liga ItaliaKASKUS Official
1.5KThread8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.