Front Pembela Islam (FPI) mengklaim akan menggelar unjuk rasa di depan Mabes Polri, Jakarta, hari Senin ini (16/01) menuntut agar Kapolda Jabar Irjen Pol Anton Charliyan diganti.
Ini terkait bentrokan antara massa FPI dengan sebuah ormas di Bandung, pekan lalu, usai pemeriksaan pimpinan FPI oleh polisi karena dituduh melecehkan Pancasila.
Pada Kamis (12/1) lalu, FPI (Front Pembela Islam) bentrok dengan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) usai pemeriksaan pimpinan FPI Rizieq Shihab di Markas Polda Jawa Barat, yang kemudian berlanjut perusakan dan pembakaran kantor GMBI di Bogor pada keesokan harinya.
FPI lalu mengancam menggelar demonstrasi di depan Mabes Polri menuntut Kapolri mencopot Kapolda Jabar Irjen Pol Anton Charliyan yang dianggap telah membiarkan bentrokan di Bandung, Jawa Barat.
Juru bicara Polri Kombespol Rikwanto mengatakan polisi siap mengamankan serta mengatur lalu lintas di depan gedung Mabes Polri di Jakarta Selatan serta menerima aspirasi ormas tersebut.
"Kalau menyampaikan pendapat di muka umum boleh. Yang tidak boleh memaksakan kehendak. Masalah apa yang disampaikan itu diterima atau tidak, nanti kita internal yang akan menganalisanya", kata Rikwanto.
'Pembiaran ormas'
Belakangan beberapa ormas, terutama FPI, makin rajin menggelar kekuatan massa untuk menekan pemerintah atau pihak-pihak lain.
Pengamat masalah keislaman Budhy Munawar Rachman berpendapat ini bisa terjadi karena polisi kurang bersikap tegas terhadap ormas keagamaan yang pernah melakukan kekerasan.
"Kita masih belum melihat hal yang optimal dari kepolisian kalau berkaitan dengan soal keagamaan. Misalnya, kelompok-kelompok keagamaan yang di setiap kota setiap kali muncul dengan isu-isu keagamaan, ada kegamangan di kepolisian untuk menindaknya", kata Budhy Munawar.
"Kepolisian seharusnya tidak melihat ini sebagai isu keagamaan tapi ini isu kekerasan. Itu harus segera ditindak karena itu kriminal."
Wacana tandingan
Namun menurut Rikwanto, dibutuhkan juga peran masyarakat untuk memberikan wacana tandingan dalam mengatasi dominasi ormas yang muncul.
"Kalau memang ada sesuatu yang tidak pas dengan perikehidupan sosial masyarakat masyarakat saya harapkan bereaksi dengan cara-cara positif tentunya. Saya harapkan di masyarakat kalau ada suara yang tidak pas, ya bersuara jangan diam saja juga. Kalau tidak, yang biasa demo seperti itu akan merasa dibenarkan oleh masyarakat", kata Rikwanto.
"Kalau kepolisan semua diakomodir karena undang-undangnya membolehkan demo", tambahnya.
Hamid Basyaib, pengamat isu sosial dan Islam menuturkan wacana tandingan seharusnya muncul dari dua ormas Islam terbesar di Indonesia: Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
"Dua kelompok itu bisa membentuk mungkin 70% warga Muslim indonesia, itu 100 juta lebih (orang) mereka digabung", kata Hamid.
"Yang kita harapkan justru yang jauh lebih dominan, yaitu NU dan Muhammadiyah yang ikut turun tangan, seperti melakukan mediasi, melunakkan situasi.
"Kita memang lihat kedua raksasa itu masih belum terlalu bangun. Padahal potensinya ribuan kali lebih kuat", jelas Hamid.
Unjuk kekuatan dengan mengerahkan massa dalam jumlah besar berulangkali dilakukan FPI, di antaranya ketika mereka menggalang kekuatan dengan ormas-ormas Islam lainnya untuk menekan kepolisian agar mengadili gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama terkait kasus dugaan penistaan agama.
sumur