- Beranda
- The Lounge
Studi Ilmiah : Laki-Laki Mahluk Shopaholic
...
TS
hamzahnasution9
Studi Ilmiah : Laki-Laki Mahluk Shopaholic
Di berbagai media, kita sering menyaksikan visual, seorang perempuan muda menenteng tas belanja berbagai merek produk. Si perempuan muda nampak lelah, bercampur gembira dengan wajah sumringah membawa tentengan belanjaan. Ilustrasi tersebut merupakan pandangan umum di tengah-tengah masyarakat, bahwa perempuan merupakan yang paling layak diberi predikat sebagai mahluk shopaholic.
Faktanya, di pusat-pusat perbelanjaan, kita memang lebih banyak menjumpai perempuan sebagai pembeli.
Lantas, apakah laki-laki bukan merupakan mahluk shopaholic? Mengutip livescience.com, sebuah studi yang dipublikasikan di American Journal of Psychiatry mengungkapkan, rupanya lelaki juga termasuk mahluk shopaholic. Kadar gila belanja kaum laki-laki, bahkan bisa menjadi penyakit. Satu tingkat di atas shopaholic yang dalam dunia psikologi disebut compulsive buyers.
Lantas, apakah laki-laki bukan merupakan mahluk shopaholic? Mengutip livescience.com, sebuah studi yang dipublikasikan di American Journal of Psychiatry mengungkapkan, rupanya lelaki juga termasuk mahluk shopaholic. Kadar gila belanja kaum laki-laki, bahkan bisa menjadi penyakit. Satu tingkat di atas shopaholic yang dalam dunia psikologi disebut compulsive buyers.
Quote:
Gila belanja tidak haram!
Ya, jika hasrat belanja ditujukan untuk memperoleh manfaat akan barang yang dibeli, serta uangnya diperoleh dengan cara yang halal dan terhormat. Tidak mencuri atau ngutang.
Para shopaholic punya slogan sendiri untuk membenarkan hobi yang memang nikmat tersebut. Bahwa mereka bukan shopaholic, namun sedang membantu menggerakkan roda ekonomi. “I’m not a shopaholic, I’m helping the economy”. Jika dipikir-pikir, betul juga sih
Meskipun dalam survei yang dipublikasikan oleh American Journal of Psychiatry tersebut disebutkan selisih tingkat gila belanja kompulsif antara perempuan dan laki-laki hanya selisih 0,5%, perempuan tetap saja keluar sebagai juaranya. Hanya saja, predikat tersebut tidak lagi menjadi dominasi perempuan. Skor hampir imbang.
Terlebih, pemegang alokasi belanja sebuah kelurga dipegang oleh perempuan. Maka wajar jika perempuan tetap menjadi target berbagai merek dalam menggaet pembeli.
Ada banyak cara untuk memanjakan selera belanja perempuan, bahkan masuk ke dalam regulasi. Di mal misalnya, ada ruang laktasi (menyusi) agar kaum ibu yang belanja membawa bayi tidak khawatir jika bayinya rewel.
Beberapa pusat perebelanjaan bahkan memberikan servis khusus pada perempuan dengan menyediakan parkir kendaraan di tempat VIP.
Di pusat batik dan busana muslim trade mall Thamrin City, pengelola yang memberdayakan pedagang dari kalangan UKM itu bahkan menyiapkan Ladies Corner yang didesain khusus.
Inovasi pusat belanja yang terletak di kawasan sekitar Bundaran Hotel Indonesia itu memanjakan pengunjung perempuan dengan suasana belanja eksklusif. Di dalam Ladies Corner tentu saja suasananya sangat feminin. Butik-butiknya khusus menjual produk wanita, seperti pakaian dan aksesoris. Selain itu, tersedia juga parkir khusus bagi perempuan.
Selain bagian dari strategi marketing,
layanan untuk perempuan itu sebetulnya juga merupakan wujud penghargaan.
Hal-hal inilah yang membuat perempuan makin tak tertandingi dalam hal kemampuan belanja. Kalau saja ada Gentleman Corner, laki-laki bisa saja jadi menyalip ke garis terdepan dalam hal hasrat belanja.
Ya, jika hasrat belanja ditujukan untuk memperoleh manfaat akan barang yang dibeli, serta uangnya diperoleh dengan cara yang halal dan terhormat. Tidak mencuri atau ngutang.
Para shopaholic punya slogan sendiri untuk membenarkan hobi yang memang nikmat tersebut. Bahwa mereka bukan shopaholic, namun sedang membantu menggerakkan roda ekonomi. “I’m not a shopaholic, I’m helping the economy”. Jika dipikir-pikir, betul juga sih
Meskipun dalam survei yang dipublikasikan oleh American Journal of Psychiatry tersebut disebutkan selisih tingkat gila belanja kompulsif antara perempuan dan laki-laki hanya selisih 0,5%, perempuan tetap saja keluar sebagai juaranya. Hanya saja, predikat tersebut tidak lagi menjadi dominasi perempuan. Skor hampir imbang.
Terlebih, pemegang alokasi belanja sebuah kelurga dipegang oleh perempuan. Maka wajar jika perempuan tetap menjadi target berbagai merek dalam menggaet pembeli.
Ada banyak cara untuk memanjakan selera belanja perempuan, bahkan masuk ke dalam regulasi. Di mal misalnya, ada ruang laktasi (menyusi) agar kaum ibu yang belanja membawa bayi tidak khawatir jika bayinya rewel.
Beberapa pusat perebelanjaan bahkan memberikan servis khusus pada perempuan dengan menyediakan parkir kendaraan di tempat VIP.
Di pusat batik dan busana muslim trade mall Thamrin City, pengelola yang memberdayakan pedagang dari kalangan UKM itu bahkan menyiapkan Ladies Corner yang didesain khusus.
Quote:
Inovasi pusat belanja yang terletak di kawasan sekitar Bundaran Hotel Indonesia itu memanjakan pengunjung perempuan dengan suasana belanja eksklusif. Di dalam Ladies Corner tentu saja suasananya sangat feminin. Butik-butiknya khusus menjual produk wanita, seperti pakaian dan aksesoris. Selain itu, tersedia juga parkir khusus bagi perempuan.
Selain bagian dari strategi marketing,
layanan untuk perempuan itu sebetulnya juga merupakan wujud penghargaan.
Hal-hal inilah yang membuat perempuan makin tak tertandingi dalam hal kemampuan belanja. Kalau saja ada Gentleman Corner, laki-laki bisa saja jadi menyalip ke garis terdepan dalam hal hasrat belanja.
Diubah oleh hamzahnasution9 05-01-2017 05:53
0
2.9K
30
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.1KThread•83.5KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru