Kaskus

News

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dic.thoriumAvatar border
TS
dic.thorium 
[Serial Edukasi Nuklir] Elemen Transuranik, Berbahaya Selama Ribuan Tahun?
Spoiler for Disclaimer:


Dari semua elemen penyusun limbah nuklir, mungkin elemen yang satu ini yang paling banyak ditakutkan dan digunakan sebagai alat menakut-nakuti. Elemen transuranik. Yang paling sering didengungkan adalah bagaimana elemen transuranik memiliki waktu paruh ekstra panjang dan toksik, sehingga dianggap beban dari energi nuklir. Dalam taraf tertentu, informasi ini benar adanya. Yang lebih sering keliru, lagi-lagi, adalah penyikapannya.

Sebelumnya, mari kita berkenalan dulu...

Elemen transuranik adalah elemen dalam tabel periodik yang memiliki nomor massa lebih tinggi dari uranium. Artinya, nomor atom 93 ke atas. Elemen ini (selanjutnya kita sebut TRU) tidak ada secara alami, melainkan harus disintetis entah di laboraturium maupun di reaktor nuklir. Unsur-unsur TRU pertama disintetis oleh Glenn T. Seaborg dan rekan sejawatnya dalam Manhattan Project.

Kadang-kadang, TRU disebut juga aktinida minor, walau sebenarnya aktinida minor mencakup isotop thorium. TRU umumnya terdiri dari neptunium, plutonium, americium, curium, berkelium dan californium. Tiap-tiap unsur ini punya beberapa isotop. Di atasnya, masih ada einsteinium, fermium, mendelevium, nobelium, sampai lawrencium. Tapi karena deret terakhir ini tidak ada di limbah nuklir, melainkan mesti disintetis di laboraturium, selanjutnya kita abaikan. Yang kelimpahannya paling banyak adalah plutonium, tapi karena sebelumnya sudah dibahas, ini juga kita abaikan. Selain plutonium, kelimpahan TRU bervariasi, tergantung derajat bakar, waktu pendinginan bahan bakar bekas dan lainnya. Walau begitu, secara umum, neptunium dan curium adalah yang paling banyak.

Dalam limbah nuklir, perbandingan plutonium dan TRU lain kira-kira 9:1. Artinya, kalau ada 300 kg plutonium dalam bahan bakar bekas, maka 270 kg merupakan plutonium dan 30 kg adalah TRU. Seperti uranium dan plutonium, TRU memiliki densitas tinggi, sehingga volumenya kecil. Walau demikian, yang kecil ini tetap saja dianggap bermasalah oleh sebagian kalangan.

Coba kita tengok di mana bagian yang sering didengungkan...

Pertama soal waktu paruh panjang. Ini yang paling sering digunakan untuk menakut-nakuti orang awam, bahwa limbah radioaktif berbahaya selama puluhan ribu tahun. Bagaimana bentuk bahaya yang digembar-gemborkan ini, sepertinya 99,99% orang tidak tahu. Bahkan mungkin yang mengatakannya sendiri tidak paham. Tapi memang, TRU adalah “biang kerok” dari “bahaya puluhan ribu tahun” ini.

Sebelum bahas lebih jauh, saya mau meluruskan sedikit. Yang sering disebut-sebut sebagai “berbahaya selama puluhan ribu tahun” itu sebenarnya waktu yang diperlukan bagi unsur TRU agar radioaktivitasnya turun hingga setara uranium alam. Karena uranium adalah unsur alami dengan radioaktivitas tertinggi, unsur ini jadi patokan. Jadi masalahnya itu saja. Ingat bahwa unsur radioaktif itu tidak bersifat radioaktif selamanya. Aktivitas radiasinya makin lama akan makin turun, sampai kemudian levelnya tidak penting lagi untuk diperhatikan.

Apakah radioaktivitas lebih tinggi dari uranium itu secara otomatis berbahaya? Kalau tidak dikuantifikasi, ya susah menentukannya. Tapi prinsip dasarnya, “Semakin tinggi radioaktivitas, semakin pendek waktu paruh. Semakin rendah radioaktivitas, semakin panjang waktu paruh”. Karena waktu paruh TRU bisa mencapai ribuan tahun, maka radioaktivitasnya kecil. Sudah hukum alams seperti itu, tidak bisa diubah-ubah.

Nah, bagaimana dengan radioaktivitasnya?

Coba kita hitung. Data TRU diambil dari salah satu makalah (Waris et al, 2015). Diolah dari data di sana, mengasumsikan berat tubuh seseorang 50 kg, ditemukan dosis radiasi per jamnya sebagai berikut.

Spoiler for Tabel 1. Radioaktivitas elemen TRU:


Untuk manusia, terpapar radiasi sebesar 10 ribu mSv saja sudah berakibat fatal, 100% pasti akan mati. Lha ini levelnya belasan sampai ratusan ribu! Berdiri di dekat TRU dengan komposisi volume seperti ini selama beberapa detik saja, goodnight Vienna. Radiasi-gamma yang dilepaskan sangat lebih dari cukup untuk “menggoreng” seluruh organ tubuh dan membuat kerusakan permanen dengan lebih cepat daripada seseorang mampu mengeja nama Uvuvwevwe Onyetenyevwe Ugwemubwem Osasdengan benar.

Jadi, dalam taraf ini, bahayanya jelas sekali. Tidak ada manusia yang bisa mendekati TRU seperti ini tanpa mengalami kematian yang menyakitkan.

Yang kedua, TRU juga bersifat toksik. Beracun. Californium kira-kira 500 ribu kali lebih beracun daripada plutonium, walau eksistensinya hampir tidak terdeteksi dalam bahan bakar bekas. Walau demikian, toksisitas TRU tidak lebih perlu diperhatikan daripada radioaktivitas TRU. Siapa yang peduli seberapa beracun suatu elemen TRU, sementara radiasinya bisa membunuh seseorang dari luar?

Kesimpulannya, TRU memang berbahaya. Dalam hal apa? Sinar-gamma yang dipancarkan. Walau energi sinar-gamma-nya rendah, tapi karena aktivitas spesifiknya tinggi (ribuan hingga jutaan kali lebih tinggi dari uranium), fluks radiasinya jadi tinggi-tinggi juga. Toksisitasnya lumayan berbahaya, tapi proporsinya relatif minor ketimbang potensi bahaya radiasinya.

Oke, cukup dengan informasi menakutkannya. Pertanyaan berikutnya, seberapa besar risiko TRU ini membahayakan masyarakat? Soal risiko ini mesti jelas, karena potensi bahaya sebesar apapun tidak akan berarti kalau tidak bisa mengenai objek yang dituju. Aspek risiko, sejauh yang saya amati, jarang sekali dibahas oleh para “pendakwah” anti-nuklir. Yang dibahas cuma bahayanya saja.

Ingat bahwa risiko merupakan faktor dampak x probabilitas. Dampak besar tapi probabilitas sangat kecil, risikonya juga kecil. Dampak kecil tapi probabilitas sangat besar, risikonya ikut jadi besar. Seberapa besar risiko TRU pada masyarakat?

Nah, mari kita beranjak ke berita yang baik-baik...

Berita baik pertama, TRU ini tidak terkonsentrasi. Jadi terpisah-pisah dalam tiap elemen bakar, baik kelongsong maupun bundel bahan bakar. PWR berdaya 1 GWe memiliki setidaknya 193 bundel bahan bakar. Sepertiganya dikeluarkan tiap tahun, artinya sekitar 65 bundel. Karena terpisah dalam 65 bundel berbeda, yang tidak mungkin ditumpuk dan diolah dalam waktu yang sama, potensi bahaya radiasinya berkurang menjadi 1/65 potensi awal. Tiap bundel sendiri terdiri dari 264 batang bakar. Dengan kata lain, potensi bahayanya lagi-lagi turun sehingga tinggal 1/17160 atau 0,0000583 kali potensi awal! Jadi, kalikan saja yang ada di tabel tadi dengan angka ini. Maka potensi bahayanya pun jelas sekali akan menjadi ribuan kali lebih rendah.

Di sisi lain, pengolahan TRU menggunakan perangkat robotik dan perisai radiasi ekstra tebal, sehingga menjamin keselamatan pekerjanya. Sehingga, risiko radiasi dalam pengelolaannya turut berkurang lebih jauh.

Berita baik kedua, intensitas sinar-gamma berkurang seiring jarak. Pada jarak 1 meter dari permukaan luar bundel bahan bakar, intensitas radiasi berkurang dalam faktor 20. Semakin jauh dari sumber radiasi, semakin turun intensitas radiasinya, mengurangi risiko radiasi yang diterima manusia.

Berita baik ketiga, selayaknya plutonium, TRU “terkunci” entah dalam bahan bakar bekas maupun fasilitas reprosesing. TRU berada dalam bentuk padatan logam, bukan cairan maupun gas. Secara praktis, tidak ada peluang bahwa TRU akan terlepas ke lingkungan dan membahayakan masyarakat.

Berita baik keempat, kolam penyimpanan sementara maupun kontainer kering, tempat TRU disimpan selama ini, adalah perisai radiasi yang handal. Seseorang bisa saja berenang di permukaan kolam penyimpanan sementara tanpa mengalami masalah apa-apa pada kesehatan. Kontainer kering terbuat dari beton, material yang efektif dalam meredam sinar-gamma. Seperti saya sebutkan sebelumnya, orang bisa berdiri di samping kontainer limbah kering tanpa perisai radiasi tanpa masalah apa-apa. TRU yang tersimpan di sana tidak membahayakan siapa-siapa, it’s just sitting there!

Bagaimana kalau sudah dikubur permanen?

Ini berita baik kelima. Untuk disimpan dalam repositori abadi, TRU dipecah-pecah dalam volume limbah yang lebih kecil. Efeknya, intensitas radiasi yang dipancarkan pun jadi lebih kecil. Gelas borosilikat maupun synthetic rock efektif dalam meredam habis-habisan radiasi-gamma yang dipancarkan, sebagai perisai utama sebelum diredam lebih lanjut dengan beton sehingga paparan radiasinya ke lingkungan tidak lagi berarti. Kalau dibuang ke dasar laut, walau ini masih ilegal, maka air laut menjadi perisai radiasi alami. Sehingga, probabilitas TRU untuk membahayakan publik pun secara praktis nol, bahkan sekalipun korosi menggerogoti kontainer dan membuat sebagian kecil limbah bocor ke dasar laut.

Kira-kira begitulah. TRU menyimpan potensi bahaya dari pancaran radiasinya. Tapi, dengan pengelolaan yang tepat dan perlindungan menggunakan perisai radiasi, masalah ini seharusnya tidak menjadi kekhawatiran berlebih. Bahkan menjadi isu saja seharusnya tidak. Toh, setelah lebih dari 50 tahun PLTN beroperasi, tidak ada satupun orang yang pernah celaka apalagi meninggal karena TRU (dan limbah nuklir secara umum). Jika TRU dipisahkan dari bahan bakar bekas dan dikubur permanen, probabilitasnya dalam membahayakan publik secara praktis tidak ada.

“Apa tidak ada cara lain selain menguburnya langsung? Apa tidak bisa diolah atau apalah supaya tidak terlalu berbahaya lagi?”

Kalau ada yang bertanya seperti itu, bagus. Berita baik keenam, memang bisa!

Semua elemen TRU bisa ditransmutasikan dalam reaktor nuklir. Opsinya bermacam-macam, bisa menggunakan MSR, LMFBR maupun reaktor Generasi III seperti PHWR/CANDU. Salah satu contohnya ditunjukkan dalam penelitian di Korean Advance Institute of Science and Technology (Hartanto et al, 2015). Di penelitian itu, dengan menggunakan reaktor CANDU, TRU bisa “dibakar” hingga volumenya berkurang 56%. Di penelitian lain (Ponomarev et al, 2015), menggunakan MSR, pembakaran TRU (dalam hal ini americium) mampu mencapai 520 kg per tahun. Ini cukup untuk melenyapkan TRU yang dihasilkan oleh lebih dari 10 PLTN konvensional tiap tahunnya.

Menggunakan transmutasi, TRU yang “menyebalkan” bisa dipangkas volumenya hingga kurang dari setengah volume awal. Pengelolaannya jadi lebih mudah dan murah, meski sebenarnya biaya pengelolaan limbah radioaktif sebenarnya bukan sesuatu yang sulit-sulit maupun mahal-mahal amat.

Kalau yang digunakan adalah reaktor yang menggunakan siklus thorium, seperti MSR, ada berita baik ketujuh. Limbah TRU yang dihasilkan sekitar 1 kg per tahun, itupun sudah termasuk plutonium. Analisis dari (Zou et al, 2014) menunjukkan bahwa dalam 30 tahun operasi, mengabaikan plutonium, TRU yang dihasilkan dalam MSR sebesar 7,44 kg. Artinya, tiap tahun hanya dihasilkan 0,25 kg TRU, seperseratus dari TRU yang dihasilkan PWR konvensional! Siklus thorium bisa melenyapkan kekhawatiran (yang sebenarnya tidak perlu) akan TRU “berbahaya”.

Apa kesimpulannya?

Dari dua berita buruk yang dimiliki TRU, ada tujuh berita baik yang mampu membatalkannya. Walau secara alami TRU berbahaya, metode pengelolaan limbah dalam industri nuklir yang canggih maksimal, volumenya yang kecil dan probabilitas membahayakan yang kecil sekali (kalau bukan nol) praktis membatalkan sifat berbahaya alami itu. Dampak tinggi, tapi probabilitas sangat rendah. Sehingga, risikonya pun rendah.

Apa TRU benar-benar tidak berguna? Dimanfaatkan untuk apa, gitu?

Yah, sebenarnya ada. Americium-241 sering digunakan sebagai alarm kebakaran. Elemen ini mampu membuat alarm memiliki sensitivitas tinggi, sehingga banyak dicari. Waktu paruhnya juga panjang, 430 tahun, sehingga efektivitasnya sangat lama. Neptunium-237 tidak punya fungsi khusus yang menarik, tapi kalau dibombardir dengan netron, dia akan bertransmutasi menjadi plutonium-238. Sudah dijelaskan sebelumnya, plutonium-238 sangat berguna sebagai radioisotope thermoelectric generator (RTG), sering digunakan di wahana luar angkasa, entah robot penjelajah maupun satelit.

Limbah yang dianggap menjadi persoalan selama puluhan ribu tahun inipun ternyata masih bisa digunakan.

Angka “puluhan ribu tahun” yang sering didengung-dengungkan tentang TRU itu sebenarnya tidak perlu ditakuti berlebih. Malah saya kira cenderung menyesatkan, kalau tidak dijelaskan risiko riilnya. Seperti plutonium, peluang TRU bisa membahayakan masyarakat secara praktis tidak ada. Elemen ini terproteksi aman dari jangkauan publik. Lebih dari itu, TRU tidak berbahaya selamanya. Bahayanya hanya selama intensitas radiasinya cukup untuk membunuh manusia. Setelah itu, tidak ada masalah lagi. Bandingkan dengan limbah industri lain, seperti arsenik, merkuri, timbal dan sebagainya, yang notabene berbahaya untuk selamanya.

Lebih dari itu, TRU bisa ditransmutasikan dalam reaktor nuklir untuk melenyapkan sebagian besar volumenya, mengubahnya menjadi produk fisi yang bisa lebih cepat aman (ratusan tahun alih-alih puluhan ribu tahun). Secara teoretis, seluruh TRU bisa dieliminasi dalam proses transmutasi. Kalau sudah begini, seharusnya eksistensi TRU tidak lagi menjadi isu, apalagi dianggap masalah tanpa solusi.

Spoiler for Penulis:
0
5.4K
23
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sains & Teknologi
Sains & Teknologi
KASKUS Official
15.7KThread12.4KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.