- Beranda
- Berita dan Politik
Tarif Urus STNK Selangit, Jokowi Blunder Komunikasi (Lagi)
...
TS
bottle17oz
Tarif Urus STNK Selangit, Jokowi Blunder Komunikasi (Lagi)
Spoiler for Jokowi STNK:
Quote:
Jakarta, CNN Indonesia -- Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta kenaikan tarif penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) jangan terlalu tinggi, menjadi bukti adanya miskomunikasi antara Presiden dengan para pembantunya.
Pengamat Kebijakan Publik Yayat Supriyatna menilai, setiap kebijakan pemerintah yang diteken oleh seorang presiden seharusnya merupakan produk hukum yang telah terkoordinasi lintas kementerian dan instansi. Sama halnya dengan lonjakan tarif penerbitan STNK dan BPKB yang tertuang dalam payung hukum Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kepolisian Republik Indonesia.
Aturan yang diteken Jokowi pada 2 Desember 2016, kemudian terbit 6 Desember 2016 dan berlaku 30 hari setelah diterbitkan tersebut sudah secara sah dibubuhi tandatangan sang RI 1. Beleid tersebut sekaligus menggantikan peraturan lama PP Nomor 50 Tahun 2010.
"Ini soal miskomunikasi di antara pengambil keputusuan. Di mana ada satu kepentingan maka dikeluarkan dengan Peraturan Pemerintah (PP), dan itu merupakan perubahan PP. Kalau presiden sampai mempertanyakan itu artinya ada miskomunikasi informasi kenaikan tarif yang tidak lengkap,"ujar Yayat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (5/1).
Yayat menyayangkan hal tersebut bisa terjadi. Pasalnya miskomunikasi Jokowi dan para Menterinya dalam mengambil kebijakan bukan pertama kalinya terjadi.
Pada 2015 lalu, Jokowi dan para menterinya juga pernah melakukan silang pendapat serupa soal pemberian fasiliats uang muka kendaraan bagi pejabat. Silang pendapat ini berujung Jokowi mencabut kembali Perpres Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan.
Yayat menduga ketika menandatangani PP kenaikan tarif penerbitan STNK dan BPKB kali ini, Jokowi tidak menyangka besaran lonjakan tarifnya bisa mencapai 300 persen. Ia menilai Jokowi hanya menangkap pesan adanya kenaikan tarif akibat sudah bertahun-tahun tidak mengalami perubahan.
Yayat juga menilai, keputusan untuk menaikkan tarif tiga kali lipat tarif pembuatan STNK dan BPKB di lingkungan Polri dilakukan pada saat yang tidak tepat. Hal ini membuat masyarakat resah karena kebijakan ini meluncur bersamaan dengan kenaikkan harga BBM, bahan pokok, hingga tarif listrik golongan 900 VA.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut keputusan kenaikkan tarif tersebut dibuat dengan mempertimbangkan beberapa hal yakni tingkat inflasi, tarif yang tidak pernah berubah sejak tujuh tahun serta pertimbangan peningkatan pelayanan di lingkungan Polri.
"Di samping itu orang-orang juga mempertanyakan kenaikkan hingga 300 persen itu apakah benar mencerminkan biaya administrasinya? Apa sebegitu mahalnya untuk mencetak blangko dan lainnya? Apakah semahal itu dengan alasan 7 tahun tidak dinaikkan? Ini perlu diklarikasi pertimbangannya," tegasnya.
Sebelumnya dalam rapat di Istana Bogor kemarin, Jokowi sempat mempertanyakan kenaikan signifikan pada tarif penerbitan STNK dan BPKB yang mulai berlaku 6 Januari 2017 mendatang. Menurut Jokowi kenaikan tarif hingga tiga kali lipat dianggap membebani masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution setelah menerima arahan dalam rapat Sidang Kabinet di Istana Bogor, Rabu (4/1) kemarin.
"Tadi sebenarnya Presiden mengingatkan waktu di Bogor, kalau tarif PNBP untuk pelayanan masyarakat janganlah naik tinggi-tinggi," ujar Darmin ditemui di kantornya, Rabu (4/1) malam. (gen) http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/...nikasi--lagi-/
Pengamat Kebijakan Publik Yayat Supriyatna menilai, setiap kebijakan pemerintah yang diteken oleh seorang presiden seharusnya merupakan produk hukum yang telah terkoordinasi lintas kementerian dan instansi. Sama halnya dengan lonjakan tarif penerbitan STNK dan BPKB yang tertuang dalam payung hukum Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kepolisian Republik Indonesia.
Aturan yang diteken Jokowi pada 2 Desember 2016, kemudian terbit 6 Desember 2016 dan berlaku 30 hari setelah diterbitkan tersebut sudah secara sah dibubuhi tandatangan sang RI 1. Beleid tersebut sekaligus menggantikan peraturan lama PP Nomor 50 Tahun 2010.
"Ini soal miskomunikasi di antara pengambil keputusuan. Di mana ada satu kepentingan maka dikeluarkan dengan Peraturan Pemerintah (PP), dan itu merupakan perubahan PP. Kalau presiden sampai mempertanyakan itu artinya ada miskomunikasi informasi kenaikan tarif yang tidak lengkap,"ujar Yayat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (5/1).
Yayat menyayangkan hal tersebut bisa terjadi. Pasalnya miskomunikasi Jokowi dan para Menterinya dalam mengambil kebijakan bukan pertama kalinya terjadi.
Pada 2015 lalu, Jokowi dan para menterinya juga pernah melakukan silang pendapat serupa soal pemberian fasiliats uang muka kendaraan bagi pejabat. Silang pendapat ini berujung Jokowi mencabut kembali Perpres Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan.
Yayat menduga ketika menandatangani PP kenaikan tarif penerbitan STNK dan BPKB kali ini, Jokowi tidak menyangka besaran lonjakan tarifnya bisa mencapai 300 persen. Ia menilai Jokowi hanya menangkap pesan adanya kenaikan tarif akibat sudah bertahun-tahun tidak mengalami perubahan.
Yayat juga menilai, keputusan untuk menaikkan tarif tiga kali lipat tarif pembuatan STNK dan BPKB di lingkungan Polri dilakukan pada saat yang tidak tepat. Hal ini membuat masyarakat resah karena kebijakan ini meluncur bersamaan dengan kenaikkan harga BBM, bahan pokok, hingga tarif listrik golongan 900 VA.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut keputusan kenaikkan tarif tersebut dibuat dengan mempertimbangkan beberapa hal yakni tingkat inflasi, tarif yang tidak pernah berubah sejak tujuh tahun serta pertimbangan peningkatan pelayanan di lingkungan Polri.
"Di samping itu orang-orang juga mempertanyakan kenaikkan hingga 300 persen itu apakah benar mencerminkan biaya administrasinya? Apa sebegitu mahalnya untuk mencetak blangko dan lainnya? Apakah semahal itu dengan alasan 7 tahun tidak dinaikkan? Ini perlu diklarikasi pertimbangannya," tegasnya.
Sebelumnya dalam rapat di Istana Bogor kemarin, Jokowi sempat mempertanyakan kenaikan signifikan pada tarif penerbitan STNK dan BPKB yang mulai berlaku 6 Januari 2017 mendatang. Menurut Jokowi kenaikan tarif hingga tiga kali lipat dianggap membebani masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution setelah menerima arahan dalam rapat Sidang Kabinet di Istana Bogor, Rabu (4/1) kemarin.
"Tadi sebenarnya Presiden mengingatkan waktu di Bogor, kalau tarif PNBP untuk pelayanan masyarakat janganlah naik tinggi-tinggi," ujar Darmin ditemui di kantornya, Rabu (4/1) malam. (gen) http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/...nikasi--lagi-/
0
3.3K
Kutip
28
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
680.9KThread•48.8KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya