Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

manjuntak15Avatar border
TS
manjuntak15
Pengacara Ahok Tidak Terima Keterangan Saksi karena Mengandung Fitnah
Jakarta - Pengacara terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama menyatakan tidak dapat menerima kesaksian dari keenam saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terutama Novel Chaidir Hasan. Kesaksian Novel dinilai cenderung berdasarkan asumsi pribadi dan mengarah ke fitnah.

"Sentimen negatif dan kebencian terhadap Basuki sudah ada sebelum kunjungan ke Kepulauan Seribu," kata salah satu pengacara Ahok, Trimoelja di Gedung Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (3/1).

Ini beberapa alasan kesaksian Novel tak dapat diterima pengacara Ahok yang tergabung dalam Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika Basuki Tjahaja Purnama.

Trimoelja menyebutkan Novel Chaidir Hasan Bamukmin Melaporkan Basuki Tjahaja Purnama sebelum ada pendapat dan sikap Keagamaan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Terhadap keterangan dari saksi-saksi yang telah dimintai keterangannya pada hari ini, Tim Penasihat Hukum Basuki menyatakan keyakinan dan jelas terhadap saksi–saksi atas keterangan mereka yang secara nyata hanya merupakan keterangan bersifat sentimen atau ketidaksukaan secara personal terhadap Basuki.

"Dan bukan berdasar pada fakta hukum bahwa Basuki melakukan dugaan tindak pidana, dan terhadap kasus yang kini bergulir diyakini merupakan crime engineering atau telah terencana terhadap Basuki," ujarnya.

Kesimpulan ini dapat dijelaskan oleh tim Penasihat Hukum Basuki berdasar pada hal-hal sebagai berikut. Terhadap Saksi Novel Chaidir Hasan Bamukmin (Novel) yang merupakan Pengurus Ormas FPI, jelas dan nyata pada tanggal 02 September 2016
bertempat di rumah Amanah Rakyat di Jalan Cut Nyak Dien 5 Menteng Jakarta, dalam pertemuan dengan judul “Jakarta Tanpa Ahok”, yang dihadiri oleh beberapa elemen organisasi masyarakat, Novel hadir mewakili FPI.

Dalam pertemuan tersebut, Novel menyatakan dalam orasinya yang isinya mencaci dan menghina Basuki. Yakni dengan kalimat, "Belum ada Gubernur Seburuk Ahok. Dia Makan Babi, Minumnya Air Comberan, Perutnya Kotor, Dia Haram”.

Dan dalam orasinya tersebut Novel juga menyampaikan kata-kata provokatif yang isinya “Yang tidak berani lawan Ahok akan masuk neraka. Salatnya, ibadahnya tidak akan diterima Tuhan. Lawan Ahok sampai darah penghabisan, tidak usah takut.

"Jelas sudah terhadap saksi Novel telah memiliki sentimen atau ketidaksukaan secara personal dan memiliki tujuan menjatuhkan Basuki, jauh sebelum pidato Basuki di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016, sehingga sudah ada niatan untuk mengkriminalisasi Basuki Tjahaja Purnama," terangnya.

Ia menjelaskan di dalam fakta persidangan yang bersesuaian dengan BAP saksi pada tanggal 16 November 2016, pada saat ditanyakan oleh Majelis Hakim bahwa saksi melihat video dari Whatsapp yang isinya “jangan mau dibohongi pakai surat Al Maidah 51 macam – macam itu."

Hal tersebut jelas bahwa saksi tidak mengetahui secara jelas dan pasti atas kebenaran isi pidato oleh Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu tersebut karena isi pidato yang disampaikan oleh saksi tidak lengkap.

Di dalam fakta persidangan terungkap bahwa saksi melakukan laporan sebelum adanya Pendapat dan Sikap Keagamaan dari MUI (yang menurut saksi adalah fatwa). Dengan demikian dapat dikatakan, pada saat melakukan pelaporan saksi hanya menyimpulkan dan berdasarkan asumsi pribadi bahwa Basuki telah menistakan agama.

"Di sini jelas atas sikap ketidaksukaan saksi terhadap Basuki sedari awal padahal seharusnya sebelum melakukan laporan haruslah melakukan tabayyun (klarifikasi) terlebih dahulu kepada Basuki," jelasnya.

Selanjutnya, di dalam fakta persidangan terungkap, saksi tidak konsisten dalam menerangkan atas keterangan yang dimaksudkan saksi dalam BAP pada tanggal 16 November 2016 pada poin 14. Apakah fatwa ataukah sikap dan pendapat karena mengenai isi dari keterangan saksi di persidangan dengan keterangan dalam BAP tidak sesuai.

Diungkapkannya, dalam fakta persidangan terungkap bahwa pada saat Penasihat Hukum dari Basuki, Humprey Djemat menanyakan saksi Novel mengakui memang telah lebih dulu memilki sikap tidak suka atau kebencian terhadap Basuki.

"Juga terungkap bahwa saksi pernah dihukum oleh Pengadilan karena malakukan penghasutan," paparnya.

Di dalam BAP, Saksi Novel pada tanggal 16 November 2016, pada poin 13 ditanyakan oleh Penyidik “atas kehendak siapa saudara melaporkan kejadian tersebut?” dan dijawab “pelaporan tersebut atas kehendak umat Islam se–Indonesia”.

"Atas hal tersebut menjadi pertanyaan bagi Tim Penasihat Hukum Pelaporan tersebut atas kehendak dan mewakili umat
Islam yang mana? Karena apabila mewakili pada prinsipnya harus ada Surat Kuasa terhadap para saksi pelapor sedangkan dalam perkara ini tidak ada Surat Kuasa untuk mewakili siapa namun hanya laporan pribadi - pribadi. Dan apabila dikatakan kehendak dan mewakili umat Islam sedangkan OKI sendiri sebagai Organisasi Islam yang Besar tidak mengakui hal tersebut," terangnya.

Kemudian, di dalam fakta persidangan yang bersesuaian dengan BAP Saksi Novel pada tanggal 21 November 2016 terungkap, pada poin 4 ditanyakan oleh Penyidik “apakah saudara sudah melakukan diskusi dengan para ulama, kalau sudah dengan ulama mana saja dan dalam kapasitas saudara sebagai apa?” dan dijawab “ya saya sudah ber-tabayyun dengan para ulama yang lainnya, sebelum melaporkan Saudara Basuki Tjahaja Purnama, diantaranya dengan KH. Mahfuz Thoyib.”

Kembali menjadi pertanyaan besar bagi Tim Penasihat Hukum, mengapa tidak dilakukan proses tabayyun (klarifikasi) secara langsung terhadap Basuki. Sehingga tidak menimbulkan fitnah kepada Basuki.

"Di sini terlihat jelas adanya tebang pilih dalam proses tabayyun khususnya pada perkara Basuki, yang kemudian
dibenarkan oleh saksi bahwa terhadap Basuki tidak perlu tabayyun karena Tabayyun boleh pilih-pilih orang," tukasnya.

Trimoelja menegaskan, terhadap keterangan Para Saksi Pelapor dalam BAP, telah jelas dari semua Pelapor tidak satu pun yang melihat secara langsung pidato Basuki pada tanggal 27 September 2016 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

"Namun, hanya berdasarkan informasi dari orang. Yang kemudian mendengar dan melihat dari unggahan video di Youtube dan atas unggahan tersebut diduga unggahan yang telah dibuat komentar sedemikian rupa oleh Buni Yani. Sehingga memiliki makna dan arti berbeda yang kemudian menjadi viral di masyarakat dan menjadi fitnah bagi Basuki. Kemudian menjadi alat untuk mengkriminalisasi Basuki," ungkapnya.

http://www.beritasatu.com/megapolita...ng-fitnah.html
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
4.5K
63
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.