BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Indonesia dan negara-negara Pasifik berdebat soal Papua

Seorang pejabat Perwakilan Tetap RI di PBB, Nara Masista Rakhmatia, menyampaikan pandangan Indonesia ihwal Papua di hadapan Sidang Umum PBB, di New York, Amerika Serikat, Sabtu (24/9).
Para pemimpin dari enam negara Kepulauan Pasifik menyoroti kondisi hak asasi manusia (HAM) di Papua, saat berpidato di Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa.

Mereka menuding Indonesia telah berlaku represif di provinsi paling timur itu. Pun melempar desakan ihwal penentuan nasib sendiri untuk warga Papua.

Keenam negara yang menyampaikan kritik adalah Vanuatu, Kepulauan Solomon, Tonga, Nauru, Kepulauan Marshall, dan Tuvalu. Kritik disampaikan dalam Sidang Umum PBB, yang berlangsung di New York, Amerika Serikat (20-26 September 2016).

Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasye Sogavare, mengatakan bahwa pelanggaran HAM di Papua, dan tuntutan penentuan nasib sendiri adalah perkara yang tak bisa dipisahkan satu sama lain.

"Banyak laporan soal pelanggaran HAM di Papua Barat, memberi tekanan pada hak menentukan nasib sendiri yang telah menghasilkan pelanggaran HAM oleh Indonesia, dalam upaya untuk meredam oposisi," kata Sogavare, dilansir ABC News.

Perdana Menteri Tuvalu, Enele Sopoaga, menyebut bahwa PBB tak bisa lagi berpangku tangan atas "situasi meyedihkan" di Papua, dengan bersembunyi "di balik kedok prinsip tanpa campur tangan dan kedaulatan."

Wakil Presiden, Jusuf Kalla, dalam sesi pidatonya tidak memberikan pernyataan soal Papua. Adapun respons atas kritik itu datang dari seorang pejabat Perwakilan Tetap Indonesia di PBB, Nara Masista Rakhmatia.

Nara balik menuding, keenam negara Kepulauan Pasifik itu telah ikut campur urusan dalam negeri Indonesia. "Para pemimpin yang sama memilih untuk melanggar Piagam PBB, dengan mencampuri kedaulatan negara lain, dan melanggar integritas teritorialnya," ujarnya.

Kata Nara, para pemimpin itu sengaja membawa masalah Papua ke PBB, demi mengalihkan perhatian atas perkara domestik yang terjadi di negara mereka.

Nara pun menyebut bahwa laporan-laporan pelanggaran HAM yang dikeluhkan punya motif politik untuk mendukung gerakan separatis di Papua.

"Laporan bermotif politik, mereka rancang untuk mendukung kelompok-kelompok separatis di provinsi tersebut (Papua Barat dan Papua), yang secara konsisten terlibat dalam menghasut publik dan melakukan serangan teroris bersenjata," kata Nara.

Pasar Mama-Mama, di Jayapura. Pasar ini mengakomodir para pedagang asli Papua.Selintas masalah Papua
Papua bergabung dengan Indonesia pada 1969, setelah lepas dari jajahan Belanda. Integrasi itu ditandai dengan referendum bertajuk Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Di sisi lain, bagi kalangan pro-pembebasan, Pepera dianggap tidak sah karena berlangsung di bawah tekanan.

Selama puluhan tahun, gerakan separatis eksis di Papua. Sikap pemerintah Indonesia dalam menangani gerakan separatis itu kerap berbenturan dengan dugaan pelanggaran HAM.

Satu contoh laporan kondisi HAM di Papua datang dari Koalisi Internasional untuk Papua (2015), yang beranggotakan sejumlah organisasi pegiat HAM internasional. Laporan itu menunjukkan selama periode pemantauan (April 2013 - Desember 2014), ada 47 aksi demonstrasi pro-pembebasan Papua yang berlangsung, dan hanya lima yang berakhir tanpa penangkapan.

Laporan yang sama juga memuat 18 kasus penyiksaan yang terjadi di Papua selama periode pemantauan. Secara keseluruhan 22 warga sipil Papua terbunuh selama periode pemantauan. Termasuk peristiwa Paniai Berdarah (8 Desember 2014), yang menewaskan empat penduduk sipil berusia belasan.

Itu belum lagi menyorot angka penduduk asli Papua yang menurun tajam, berbanding dengan arus transmigrasi. Ada pula catatan ihwal tingkat kematian balita nan tinggi. Hal-hal macam itu ikut memunculkan tudingan ihwal "genosida perlahan" di Papua.

Belakangan, Presiden Joko "Jokowi" Widodo, berusaha menunjukkan perhatian Indonesia kepada Papua. Selama dua tahun kepemimpinannya, Jokowi sudah empat kali mengunjungi Papua--tercatat sebagai presiden yang paling sering berkunjung ke sana.

Sejumlah proyek infrastruktur ikut dibangun, misalnya Pelabuhan Wasior, dan Pasar Mama-Mama. Pengampunan dan pembebasan juga diberikan kepada sejumlah tahanan politik Papua. Pemerintah juga berusaha memangkas kerumitan administrasi--kerap disebut sensor--bagi jurnalis asing yang ingin meliput di Papua.

Meski demikian, celah masih terlihat dalam perlakuan Indonesia terhadap Papua. Semisal, sikap Indonesia yang terkesan represif dalam menyikapi aksi-aksi pro-pembebasan Papua. Indonesia sering menyikapi aksi-aksi itu dengan penangkapan.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...bat-soal-papua

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Upaya KPAI mempersoalkan Awkarin dan Anya Geraldine

- Mutasi Krishna Murti bukan karena kasus penganiayaan

- Jangan bangga mempunyai anak terlalu penurut

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
17.2K
78
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread730Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.