- Beranda
- Berita dan Politik
Menag: Pengosongan Kolom Agama Sebagai Jaminan Kebebasan Beragama
...
TS
uruhara16
Menag: Pengosongan Kolom Agama Sebagai Jaminan Kebebasan Beragama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan pemerintah yang tidak mewajibkan kolom agama diisi di Kartu Tanda Penduduk adalah jaminan untuk kebebasan beragama. Demikian disampaikan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin.
Ia mengimbau agar masyarakat tidak melulu mempermasalahkan apakah pemerintah akan mengakui kepercayaan lokal. [Baca: Alasan Mendagri Kosongkan Kolom Agama di KTP]
"Terkait pengakuan (kepercayaan) pandangan kita beragam. Kita jangan terjebak pada diskursus itu," kata Lukman di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2014).
Kata dia, yang terpenting adalah pemerintah memiliki niatan menjamin kebebasan beragama warga Indonesia. Hal itu adalah merupakan amanah dari konstitusi yang harus dijalankan pemerintah.
"Setiap WNI (Warga Negara Indonesia) harus dijamin kebebasannya, kemerdekaannya untuk memeluk agama dan menjalankan agama yang dipeluknya itu," ujar Lukman.
http://www.tribunnews.com/nasional/2...basan-beragama
Ia mengimbau agar masyarakat tidak melulu mempermasalahkan apakah pemerintah akan mengakui kepercayaan lokal. [Baca: Alasan Mendagri Kosongkan Kolom Agama di KTP]
"Terkait pengakuan (kepercayaan) pandangan kita beragam. Kita jangan terjebak pada diskursus itu," kata Lukman di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2014).
Kata dia, yang terpenting adalah pemerintah memiliki niatan menjamin kebebasan beragama warga Indonesia. Hal itu adalah merupakan amanah dari konstitusi yang harus dijalankan pemerintah.
"Setiap WNI (Warga Negara Indonesia) harus dijamin kebebasannya, kemerdekaannya untuk memeluk agama dan menjalankan agama yang dipeluknya itu," ujar Lukman.
http://www.tribunnews.com/nasional/2...basan-beragama
Spoiler for Alasan Mendagri Kosongkan Kolom Agama di KTP:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana mengenai penghapusan kolom agama di kartu tanda penduduk menimbulkan polemik di masyarakat.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan polemik tersebut tidak usah diperpanjang, lantaran permasalahannya sudah tuntas.
"Clear itu menurut saya sudah nggak ada masalah. Yang agamanya diakui negara seperti Islam, Kristen, Budha, Hindu, Katolik, Konghucu yang sudah sah, sudah otomatis harus masuk kolom KTP," ujar Tjahjo usai mengikuti upacara hari pahlawan nasional di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, Senin (10/11/2014).
Tjahjo mengatakan yang menjadi masalah adalah pengaturan bagi mereka yang beragama di luar enam agama yang diakui negara.
Pasalnya segala pengurusan administrasi negara pada umumnya menyertakan kolom agama yang mesti diisi.
Menurut Tjahjo, itulah yang menyebabkan munculnya pengosongan kolom agama, bagi mereka di luar enam agama resmi.
"Banyak permasalahannnya bila mereka enggak punya KTP nanti mereka kalau ditilang bagaimana? Mau mengurus Kartu Sehat, Akte, Kartu Sakti kan harus pakai KTP. Poinnya disitu. Wacana yang berkembang sekarang ini merupakan kesalahpahaman, bukan berarti kolom agama harus dikosongkan, nggak seperti itu," ungkap Tjahjo.
Politisi PDIP tersebut mengatakan menyerahkan sepenuhnya kepada kementerian agama untuk menampung masukan dan pendapat dari sejumlah lembaga keagamaan mengenai wacana tersebut.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan polemik tersebut tidak usah diperpanjang, lantaran permasalahannya sudah tuntas.
"Clear itu menurut saya sudah nggak ada masalah. Yang agamanya diakui negara seperti Islam, Kristen, Budha, Hindu, Katolik, Konghucu yang sudah sah, sudah otomatis harus masuk kolom KTP," ujar Tjahjo usai mengikuti upacara hari pahlawan nasional di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, Senin (10/11/2014).
Tjahjo mengatakan yang menjadi masalah adalah pengaturan bagi mereka yang beragama di luar enam agama yang diakui negara.
Pasalnya segala pengurusan administrasi negara pada umumnya menyertakan kolom agama yang mesti diisi.
Menurut Tjahjo, itulah yang menyebabkan munculnya pengosongan kolom agama, bagi mereka di luar enam agama resmi.
"Banyak permasalahannnya bila mereka enggak punya KTP nanti mereka kalau ditilang bagaimana? Mau mengurus Kartu Sehat, Akte, Kartu Sakti kan harus pakai KTP. Poinnya disitu. Wacana yang berkembang sekarang ini merupakan kesalahpahaman, bukan berarti kolom agama harus dikosongkan, nggak seperti itu," ungkap Tjahjo.
Politisi PDIP tersebut mengatakan menyerahkan sepenuhnya kepada kementerian agama untuk menampung masukan dan pendapat dari sejumlah lembaga keagamaan mengenai wacana tersebut.
Spoiler for Penghapusan Kolom Agama di KTP Hilangkan Identitas Bangsa:
REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR--Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) AM Iqbal Parewangi berpendapat bahwa penghapusan kolom agama dalam kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sama halnya dengan menghilangkan identitas bangsa.
"Ini benar-benar wacana yang keterlaluan. Kalau mau menghilangkan kolom agama, sekalian saja menghilangkan nama Indonesia karena identitas dari bangsa ini adalah agamanya, kebhinnekaan itu sendiri," katanya di Makassar, Senin.
Iqbal Parewangi mengatakan wacana Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo itu adalah hal yang sangat sulit diterima oleh warga negara yang beragama, yang memiliki identitas.
Dia menyebutkan dasar dari Negara Indonesia adalah Pancasila dan dalam sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa serta pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945. Jika menghilangkan kolom agama dalam KTP, juga dinilai sebagai penghapusan identitas serta menyalahi sila pertama tersebut.
Dijelaskannya, sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 secara eksplisit menegaskan bahwa setiap warga negara diwajibkan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Saya justru malu ketika identitas saya sebagai orang beragama dihilangkan. Hampir seluruh orang Indonesia adalah orang yang beragama dan ketika berbicara agama, pasti ada Tuhan yang menjadi sandaran dan tentunya alam semesta ini juga diciptakan Tuhan. Kalau tidak mau mengakui Tuhan, pindah saja ke alam semesta lainnya karena dunia ini diciptakan Tuhan," katanya.
Menurut dia, jika ada warga Indonesia yang tidak mempercayai Ketuhanan dan tidak memeluk satu agama pun, itu adalah pilihannya dan kolom agama dalam e-KTP itu tidak perlu diisi.
"Semua ada pilihan. Kalau memang ada orang tidak beragama dan tidak percaya sama Tuhan, tidak usah saja diisi kolom agama itu. Mudah kan, tidak perlu membuat wacana yang sangat keterlaluan seperti itu," jelasnya.
Iqbal menerangkan Indonesia memang bukan negara agama namun pengakuan terhadap eksistensi agama dijamin oleh negara.
Dia mempertanyakan apabila identitas agama dihapus, lalu bagaimana negara bisa memberikan perlindungan kepada warga negara untuk beribadah dan menjalankan agama dan keyakinannya.
"Penghapusan identitas agama dalam KTP dikhawatirkan akan berdampak pada upaya liberalisasi dalam semua sektor kehidupan," katanya.
Dia menegaskan apabila ada yang ingin menghapuskan identitas agama dalam KTP, perlu ditelusuri motif dari pernyataan tersebut, jangan-jangan hanya karena ingin tampil beda dan cari perhatian saja.
Sebelumnya Kementerian Dalam Negeri akan mengizinkan pengosongan kolom agama pada kartu identitas penduduk yang ditujukan bagi warga negara penganut aliran kepercayaan yang belum diakomodasi undang-undang.
"Ini benar-benar wacana yang keterlaluan. Kalau mau menghilangkan kolom agama, sekalian saja menghilangkan nama Indonesia karena identitas dari bangsa ini adalah agamanya, kebhinnekaan itu sendiri," katanya di Makassar, Senin.
Iqbal Parewangi mengatakan wacana Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo itu adalah hal yang sangat sulit diterima oleh warga negara yang beragama, yang memiliki identitas.
Dia menyebutkan dasar dari Negara Indonesia adalah Pancasila dan dalam sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa serta pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945. Jika menghilangkan kolom agama dalam KTP, juga dinilai sebagai penghapusan identitas serta menyalahi sila pertama tersebut.
Dijelaskannya, sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 secara eksplisit menegaskan bahwa setiap warga negara diwajibkan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Saya justru malu ketika identitas saya sebagai orang beragama dihilangkan. Hampir seluruh orang Indonesia adalah orang yang beragama dan ketika berbicara agama, pasti ada Tuhan yang menjadi sandaran dan tentunya alam semesta ini juga diciptakan Tuhan. Kalau tidak mau mengakui Tuhan, pindah saja ke alam semesta lainnya karena dunia ini diciptakan Tuhan," katanya.
Menurut dia, jika ada warga Indonesia yang tidak mempercayai Ketuhanan dan tidak memeluk satu agama pun, itu adalah pilihannya dan kolom agama dalam e-KTP itu tidak perlu diisi.
"Semua ada pilihan. Kalau memang ada orang tidak beragama dan tidak percaya sama Tuhan, tidak usah saja diisi kolom agama itu. Mudah kan, tidak perlu membuat wacana yang sangat keterlaluan seperti itu," jelasnya.
Iqbal menerangkan Indonesia memang bukan negara agama namun pengakuan terhadap eksistensi agama dijamin oleh negara.
Dia mempertanyakan apabila identitas agama dihapus, lalu bagaimana negara bisa memberikan perlindungan kepada warga negara untuk beribadah dan menjalankan agama dan keyakinannya.
"Penghapusan identitas agama dalam KTP dikhawatirkan akan berdampak pada upaya liberalisasi dalam semua sektor kehidupan," katanya.
Dia menegaskan apabila ada yang ingin menghapuskan identitas agama dalam KTP, perlu ditelusuri motif dari pernyataan tersebut, jangan-jangan hanya karena ingin tampil beda dan cari perhatian saja.
Sebelumnya Kementerian Dalam Negeri akan mengizinkan pengosongan kolom agama pada kartu identitas penduduk yang ditujukan bagi warga negara penganut aliran kepercayaan yang belum diakomodasi undang-undang.
Spoiler for Wacana Penghapusan Kolom Agama di KTP Diimbau Tidak Dimunculkan Lagi:
Jakarta - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengimbau sebaiknya persoalan wacana penghilangan kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) tidak usah dimunculkan kembali. Selain hanya menimbulkan masalah, isu ini hanya menjadikan kebijakan yang kontraproduktif.
"Sebaiknya agar tidak memulai hal yang menimbulkan masalah, saya respek terhadap Pak Tjahjo. Tapi, hal ini bepeluang jadi masalah," ujar Din usai acara pengajian bulanan di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2014).
Dia pun coba mengimbau kepada pihak-pihak agar tidak memancing di air keruh dengan memanfaatkan isu SARA. Din tidak menginginkan seperti ketika Pilpres lalu yang memunculkan tuduhan kalau pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla kurang membawa aspirasi umat islam. Demikian juga dengan PDIP.
"Seharusnya tidak ada persoalan soal kolom agama lagi. Persoalan agama itu selalu menjadi masalah. Bahkan berpotensi menjadi masalah besar," sebutnya.
usia acara pengajian bulanan.
Sebelumnya, beredar isu kalau kolom agama dalam KTP bakal dihapus. Namun, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memberikan tanggapan kalau kolom agama tidak bisa dihilangkan dari KTP. Pasalnya, Undang-Undang Administrasi Kependudukan telah melindungi keberadaan kolom agama ini.
"Menurut UU kolom agama itu harus ada. Diisi dengan enam agama itu. Tapi masalahnya sekarang bagaimana dengan di luar itu," kata Mendagri Tjahjo Kumolo di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakpus, Jumat (7/11/2014).
"Sebaiknya agar tidak memulai hal yang menimbulkan masalah, saya respek terhadap Pak Tjahjo. Tapi, hal ini bepeluang jadi masalah," ujar Din usai acara pengajian bulanan di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2014).
Dia pun coba mengimbau kepada pihak-pihak agar tidak memancing di air keruh dengan memanfaatkan isu SARA. Din tidak menginginkan seperti ketika Pilpres lalu yang memunculkan tuduhan kalau pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla kurang membawa aspirasi umat islam. Demikian juga dengan PDIP.
"Seharusnya tidak ada persoalan soal kolom agama lagi. Persoalan agama itu selalu menjadi masalah. Bahkan berpotensi menjadi masalah besar," sebutnya.
usia acara pengajian bulanan.
Sebelumnya, beredar isu kalau kolom agama dalam KTP bakal dihapus. Namun, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memberikan tanggapan kalau kolom agama tidak bisa dihilangkan dari KTP. Pasalnya, Undang-Undang Administrasi Kependudukan telah melindungi keberadaan kolom agama ini.
"Menurut UU kolom agama itu harus ada. Diisi dengan enam agama itu. Tapi masalahnya sekarang bagaimana dengan di luar itu," kata Mendagri Tjahjo Kumolo di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakpus, Jumat (7/11/2014).
Spoiler for Penghapusan kolom agama KTP elektronika dipertanyakan:
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay, mempertanyakan rencana pemerintah menghapus kolom agama di KTP elektronika, karena tidak memiliki dasar hukum.
Dia menenggarai, cetusan wacana dari Menteri Dalam Negeri asal PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, itu cuma sekedar yang bersangkutan ingin curi perhatian dan tampil beda saja.
"Apabila hal itu diterapkan akan bertentangan dengan semangat sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945," kata Daulay, melalui pesan BlackBerry, di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 secara eksplisit menegaskan bahwa setiap warga negara diwajibkan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Daulay yang juga ketua Komisi VIII DPR itu mengatakan salah satu bukti seseorang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah melalui agamanya.
"Karena itu, menghilangkan kolom agama dalam identitas kependudukan sama saja memperbolehkan warga negara untuk tidak percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa," ujarnya.
Dia mengatakan Indonesia memang bukan negara agama namun pengakuan terhadap eksistensi agama dijamin oleh negara.
Dia mempertanyakan apabila identitas agama dihapus, lalu bagaimana negara bisa memberikan perlindungan kepada warga negara untuk beribadah dan menjalankan agama dan keyakinannya.
"Penghapusan identitas agama dalam KTP dikhawatirkan akan berdampak pada upaya liberalisasi dalam semua sektor kehidupan," katanya.
Menurut dia, apabila hal itu terjadi, artinya mereka yang tidak beragama akan dengan mudah mengembangkan ajaran-ajarannya.
Dia mengatakan tidak tertutup kemungkinan, suatu hari nanti Indonesia tidak lagi mempedulikan aspek religiusitas dan spiritualitas warga negara.
"Kalau itu terjadi, Indonesia tidak akan ada perbedaan dengan negara-negara lain. Apa Indonesia harus mengikuti semua apa yang datang dari Barat?," ujarnya.
Selain itu dia menegaskan penghapusan identitas agama sama saja mencederai kesepakatan para pendiri bangsa ini, yang merumuskan dasar negara. Padahal menurut dia, perdebatan tentang hal itu masih dengan mudah dibaca dalam sejarah perumusan dasar negara.
"Jangan sampai hanya karena pemikiran dan pendapat seseorang, lalu sebagian sejarah perjalanan bangsa ini dihapuskan begitu saja," ujarnya.
Dia menegaskan apabila ada yang ingin menghapuskan identitas agama dalam KTP, perlu ditelusuri motif dari pernyataan tersebut, jangan-jangan hanya karena ingin tampil beda dan cari perhatian saja.
Sebelumnya Kementerian Dalam Negeri akan mengizinkan pengosongan kolom agama pada kartu identitas penduduk yang ditujukan bagi warga negara penganut aliran kepercayaan yang belum diakomodasi undang-undang.
"Dalam undang-undang memang hanya tercantum enam agama dan kalau mau menambah keyakinan harus mengubah undang-undang. Jadi untuk sementara dikosongkan dulu tidak masalah," kata Kumolo, Kamis (6/11).
Negara melalui pemerintah, sejauh ini mengakui cuma ada enam agama resmi di Indonesia, yaitu Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Budha, Hindu, dan Konghuchu.
Pada sisi lain, terdapat komunitas dan pribadi WNI penganut aliran kepercayaan tradisional Indonesia, di antara aliran itu adalah Sunda Wiwitan, Kejawen, ataupun Parmalim.
Dia menenggarai, cetusan wacana dari Menteri Dalam Negeri asal PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, itu cuma sekedar yang bersangkutan ingin curi perhatian dan tampil beda saja.
"Apabila hal itu diterapkan akan bertentangan dengan semangat sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945," kata Daulay, melalui pesan BlackBerry, di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 secara eksplisit menegaskan bahwa setiap warga negara diwajibkan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Daulay yang juga ketua Komisi VIII DPR itu mengatakan salah satu bukti seseorang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah melalui agamanya.
"Karena itu, menghilangkan kolom agama dalam identitas kependudukan sama saja memperbolehkan warga negara untuk tidak percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa," ujarnya.
Dia mengatakan Indonesia memang bukan negara agama namun pengakuan terhadap eksistensi agama dijamin oleh negara.
Dia mempertanyakan apabila identitas agama dihapus, lalu bagaimana negara bisa memberikan perlindungan kepada warga negara untuk beribadah dan menjalankan agama dan keyakinannya.
"Penghapusan identitas agama dalam KTP dikhawatirkan akan berdampak pada upaya liberalisasi dalam semua sektor kehidupan," katanya.
Menurut dia, apabila hal itu terjadi, artinya mereka yang tidak beragama akan dengan mudah mengembangkan ajaran-ajarannya.
Dia mengatakan tidak tertutup kemungkinan, suatu hari nanti Indonesia tidak lagi mempedulikan aspek religiusitas dan spiritualitas warga negara.
"Kalau itu terjadi, Indonesia tidak akan ada perbedaan dengan negara-negara lain. Apa Indonesia harus mengikuti semua apa yang datang dari Barat?," ujarnya.
Selain itu dia menegaskan penghapusan identitas agama sama saja mencederai kesepakatan para pendiri bangsa ini, yang merumuskan dasar negara. Padahal menurut dia, perdebatan tentang hal itu masih dengan mudah dibaca dalam sejarah perumusan dasar negara.
"Jangan sampai hanya karena pemikiran dan pendapat seseorang, lalu sebagian sejarah perjalanan bangsa ini dihapuskan begitu saja," ujarnya.
Dia menegaskan apabila ada yang ingin menghapuskan identitas agama dalam KTP, perlu ditelusuri motif dari pernyataan tersebut, jangan-jangan hanya karena ingin tampil beda dan cari perhatian saja.
Sebelumnya Kementerian Dalam Negeri akan mengizinkan pengosongan kolom agama pada kartu identitas penduduk yang ditujukan bagi warga negara penganut aliran kepercayaan yang belum diakomodasi undang-undang.
"Dalam undang-undang memang hanya tercantum enam agama dan kalau mau menambah keyakinan harus mengubah undang-undang. Jadi untuk sementara dikosongkan dulu tidak masalah," kata Kumolo, Kamis (6/11).
Negara melalui pemerintah, sejauh ini mengakui cuma ada enam agama resmi di Indonesia, yaitu Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Budha, Hindu, dan Konghuchu.
Pada sisi lain, terdapat komunitas dan pribadi WNI penganut aliran kepercayaan tradisional Indonesia, di antara aliran itu adalah Sunda Wiwitan, Kejawen, ataupun Parmalim.
Spoiler for PKS Menentang Penghapusan Kolom Agama di KTP:
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan warga Negara Indonesia (WNI) boleh mengosongi kolom Agama di Kartu Tanda Penduduk elektronik, Kamis, 6 November 2014. (Baca: Mendagri: Kolom Agama di KTP Boleh Dikosongkan)
Atas pernyataan Mendagri ini, Anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Aboe Bakar Al Habsyi menentang penghapusan Kolom Agama di KTP.
Dalam pres rilis yang diterima Piyungan Online hari ini, Wasekjen PKS ini menyebut ada empat hal yang harus diperhatikan dengan statemen yang diberikan oleh Mendagri bahwa Kolom KTP Boleh dikosongkan:
Pertama, harus disadari bahwa negara kita berdasarkan pancasila.
Bukankah dalam sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, bila kita percaya bahwa Pancasila merupakan dasar negara dan identitas jati diri bangsa, kenapa harus malu mencantumkan agama pada kolom KTP kita. Ini kan bisa dikatakan sudah tidak pancasilais lagi. Bukankah seharusnya Pak Tjahyo yang bermainstream ajaran Soekarno memahami hal itu.
Kedua, pengosongan kolom agama akan menyulitkan pengangkatan para pejabat.
Indonesia memang bukan negara agama, namun sangat mengakui keberadaan agama. Oleh karenanya setiap pejabat, sebelum memangku jabatannya akan selalu diwajibkan mengambil sumpah. Ini menunjukkan bahwa jabatan yang dianut bukan sekedar kontrak sosial dengan masyarakat belaka, namun ini juga merupakan perjanjiannya dengan Tuhan. Oleh karenanya Ketua MA akan menyumpah para aggota DPR dan Presiden, sebelum menjalankan tugas. Demikian pula Ketua PT menyumpah para Advokat, sebelum menjalankan profesinya. Selama ini penyumpahan dilakukan berdasarkan identitas yang tercantum dalam kolom KTP. Bila tidak didasarkan pada landasan dokumen yang jelas, bisa kacau pengambilan sumpah para pejabat publik di Republik ini.
Ketiga, pengosongan kolom agama akan membawa ketidakpastian hukum.
Misalkan saja, saat seseorang akan memberikan kesaksian, atau pada saat harus dilakukan pembagian waris, saat akan melangsungkan perkimpoian, atau bahkan ketika akan dilakukan penguburan. Selama ini tindakan hukum tersebut didasarkan pada identitas di KTP, bila nanti dikososngkan lantas apa yang akan menjadi dasar hukumnya.
Keempat, publik akan semakin pesimis dengan janji kampanye Jokowi.
Dulu isu penghapusan kolom agama sudah sempat disampaikan oleh salah satu tim sukses Jokowi JK saat kampanye. Namun hal itu kemudian dibantah, Jokowi JK berjanji akan tetap mempertahankan kolom agama di KTP. Apa yang disampaikan pak Tjayo ini akan akan membuat publik semakin pesimistis dengan janji kampanye Jokowi JK.
Atas pernyataan Mendagri ini, Anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Aboe Bakar Al Habsyi menentang penghapusan Kolom Agama di KTP.
Dalam pres rilis yang diterima Piyungan Online hari ini, Wasekjen PKS ini menyebut ada empat hal yang harus diperhatikan dengan statemen yang diberikan oleh Mendagri bahwa Kolom KTP Boleh dikosongkan:
Pertama, harus disadari bahwa negara kita berdasarkan pancasila.
Bukankah dalam sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, bila kita percaya bahwa Pancasila merupakan dasar negara dan identitas jati diri bangsa, kenapa harus malu mencantumkan agama pada kolom KTP kita. Ini kan bisa dikatakan sudah tidak pancasilais lagi. Bukankah seharusnya Pak Tjahyo yang bermainstream ajaran Soekarno memahami hal itu.
Kedua, pengosongan kolom agama akan menyulitkan pengangkatan para pejabat.
Indonesia memang bukan negara agama, namun sangat mengakui keberadaan agama. Oleh karenanya setiap pejabat, sebelum memangku jabatannya akan selalu diwajibkan mengambil sumpah. Ini menunjukkan bahwa jabatan yang dianut bukan sekedar kontrak sosial dengan masyarakat belaka, namun ini juga merupakan perjanjiannya dengan Tuhan. Oleh karenanya Ketua MA akan menyumpah para aggota DPR dan Presiden, sebelum menjalankan tugas. Demikian pula Ketua PT menyumpah para Advokat, sebelum menjalankan profesinya. Selama ini penyumpahan dilakukan berdasarkan identitas yang tercantum dalam kolom KTP. Bila tidak didasarkan pada landasan dokumen yang jelas, bisa kacau pengambilan sumpah para pejabat publik di Republik ini.
Ketiga, pengosongan kolom agama akan membawa ketidakpastian hukum.
Misalkan saja, saat seseorang akan memberikan kesaksian, atau pada saat harus dilakukan pembagian waris, saat akan melangsungkan perkimpoian, atau bahkan ketika akan dilakukan penguburan. Selama ini tindakan hukum tersebut didasarkan pada identitas di KTP, bila nanti dikososngkan lantas apa yang akan menjadi dasar hukumnya.
Keempat, publik akan semakin pesimis dengan janji kampanye Jokowi.
Dulu isu penghapusan kolom agama sudah sempat disampaikan oleh salah satu tim sukses Jokowi JK saat kampanye. Namun hal itu kemudian dibantah, Jokowi JK berjanji akan tetap mempertahankan kolom agama di KTP. Apa yang disampaikan pak Tjayo ini akan akan membuat publik semakin pesimistis dengan janji kampanye Jokowi JK.
Spoiler for Kemendagri Klaim Sejuta Orang Terpaksa Tuliskan Agama di KTP:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dari data Kementerian Dalam Negeri setidaknya ada 1 juta penduduk yang terpaksa menuliskan salah satu agama dari enam agama yang diakui di Indonesia. Tujuan dari menuliskan agama untuk mendapatkan KTP selama ini.
"Selama ini terpaksa ditulis memeluk agama atau ada kebijakan pengecualian," ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, di Kementerian Keuangan, Sabtu malam (8/11/2014).
Tjahjo pun memberikan istilah 'agama KTP' bagi kepada masyarakat yang dipaksa menulis kepercayaan namun tidak diyakininya." Makanya ada istilah agama KTP. Padahal agama kan harus diyakini," ungkap Tjahjo.
Saat ini Kementerian Dalam Negeri akan mengambil langkah untuk berbicara dengan setiap instansi terkait keagmaan di dalam negeri. Sementara belum ada keputusan, masyarakat tetap harus menuliskan agama yang diakui pada E-KTP.
"Mereka tetap wajib mencantumkan agamanya. Kalau yang lain, saya tidak berani ambil keputusan sendiri," kata Tjahjo.
"Selama ini terpaksa ditulis memeluk agama atau ada kebijakan pengecualian," ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, di Kementerian Keuangan, Sabtu malam (8/11/2014).
Tjahjo pun memberikan istilah 'agama KTP' bagi kepada masyarakat yang dipaksa menulis kepercayaan namun tidak diyakininya." Makanya ada istilah agama KTP. Padahal agama kan harus diyakini," ungkap Tjahjo.
Saat ini Kementerian Dalam Negeri akan mengambil langkah untuk berbicara dengan setiap instansi terkait keagmaan di dalam negeri. Sementara belum ada keputusan, masyarakat tetap harus menuliskan agama yang diakui pada E-KTP.
"Mereka tetap wajib mencantumkan agamanya. Kalau yang lain, saya tidak berani ambil keputusan sendiri," kata Tjahjo.
0
2.7K
Kutip
25
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.4KThread•41.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru