Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Menanti skema ideal untuk penyelamatan Bumiputera
Menanti skema ideal untuk penyelamatan Bumiputera
Petugas melayani keluhan masyarakat melalui Layanan Konsumen "Sigap" di kantor Finansial Customer Care Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Kamis (17/11/2016).
Mungkin tidak semua pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 yang tahu bahwa nasib mereka sedang dipertaruhkan. Perusahaan asuransi tertua ini terancam tak mampu membayar premi jatuh tempo nasabahnya pada masa mendatang.

Kondisi keuangan AJB Bumiputera tengah berdarah-darah. Berdasarkan laporan keuangan per akhir 2015, disebutkan bahwa perusahaan beraset Rp28 triliun ini memiliki rasio Risk Based Capital (RBC) sebesar 256 persen.

Angka itu dua kali lipat lebih tinggi dari ketentuan minimal RBC yang dipersyaratkan, yakni 120 persen. Rasio ini mengukur tingkat solvabilitas atau kekuatan modal perusahaan asuransi dalam membayar klaim seluruh nasabahnya, termasuk risiko-risiko yang ditimbulkannya.

Namun, berdasarkan data yang dihimpun Katadata, aset Bumiputera yang sebenarnya hanya sekitar Rp15 triliun, dengan aset likuidnya hanya Rp6 triliun. Sementara, kewajiban Bumiputera hampir mencapai tiga kali nilai asetnya. Artinya, ada selisih sekitar Rp20 triliunan.

AJB Bumiputera tercatat memiliki 6,7 pemegang polis dengan periode jatuh tempo pembayaran klaim terlama adalah di 2077. Perolehan premi tahunan Bumiputera sebenarnya cukup baik, yakni Rp5,5 triliun per tahun.

Namun, banyaknya polis yang jatuh tempo, sehingga perusahaan harus menyiapkan dana untuk membayarnya. "Sebagai perusahaan tua, (polis) yang jatuh tempo banyak, itu kenapa butuh tambahan modal," kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, Firdaus Djaelani.

Klaim AJB Bumiputera diramalkan mencapai Rp6 triliun tahun ini. Pada 2017, nilai klaim diperkirakan hampir Rp7 triliun, lalu di atas Rp7 triliun pada 2018. Pembengkakan klaim terus berlanjut menembus Rp8 triliun pada 2019 dan terus menanjak pada tahun-tahun selanjutnya.

Oktober lalu, OJK melakukan intervensi atas krisis yang sudah tercium sejak Juni 2016 ini. OJK merombak pengurus Bumiputera, sebab restrukturasi yang sebelumnya sudah dilakukan belum juga sesuai dengan tujuan penguatan kinerja perusahaan asuransi non-PT tersebut.

Kondisi ini juga dianggap belum membawa perubahan dalam tubuh perusahaan, meski penguatan restrukturisasi didukung oleh konsultan keuangan Pricewaterhouse Coopers, Tax Auditor Rustam Consulting, Actuary PT Milliman Indonesia, PT BNP Paribas dan perusahaan sekuritas seperti PT Mandiri Sekuritas, PT Bahana Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas, dan PT BNI Sekuritas Indonesia.

OJK pun dihadapkan pada pilihan sulit: membiarkan perusahaan hingga kehabisan darah dan menutupnya, atau menyelamatkannya dengan menggelontorkan dana talangan seperti ketika menyelamatkan Bank Century pada 2008.

Jika harus ditutup, dikhawatirkan akan mengguncang sistem finansial dan memunculkan keributan, mengingat jumlah pemegang polis Bumiputera mencapai 6,7 juta. Dan lagi, di sektor asuransi tidak terdapat Lembaga Penjamin Simpanan seperti halnya sektor perbankan yang menjamin dana simpanan nasabah di bawah Rp2 miliar.

Namun, jika diselamatkan dengan mekanisme bailout dengan uang negara juga akan sulit. Trauma akan penyelamatan Bank Century masih membayangi hingga kini. Bisa jadi, tidak ada pihak pemerintah yang mau mengambil risiko lagi tanpa mendapat restu dari DPR.

Di tengah pilihan itu, kemudian muncullah opsi ketiga, yakni upaya penyelamatan dan restrukturisasi perusahaan melalui mekanisme right issue atau penawaran saham baru yang melibatkan emiten tekstil di bursa efek yang selama ini tidak cukup aktif beroperasi, yakni PT Evergreen Invesco Tbk (GREN).

Skema yang akan diambil adalah melalui aksi backdoor listing di bursa saham. GREN akan melepas saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) untuk menyelamatkan Bumiputera.

Untuk memuluskan ini, Bumiputera sebelumnya telah mendirikan sebuah induk usaha baru bernama PT Bumiputera Sembilan Belas Dua Belas (B1912). Di bawah B1912, dibentuk dua anak usaha, yakni PT Bumiputera Properti Indonesia (BPI), dan PT Bumiputera Investama Indonesia (BII) yang sekaligus menaungi PT Bumiputera Life Insurance (BLI).

Kemudian, pada 23 Oktober lalu, anak perusahaan GREN, PT Pacific Multi Industri (PMI) membeli B1912. Melalui transaksi ini, terjadilah tukar guling kewajiban dengan aset. GREN akan membayar kewajiban Bumiputera melalui dana hasil right issue, sedangkan aset Bumiputera akan turun ke anak usaha B1912 yang sudah diakuisisi GREN.

Dengan demikian, secara perlahan aset Bumiputera akan masuk ke GREN yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Proses ini otomatis juga membuat Bumiputera masuk ke lantai bursa tanpa proses penawaran saham perdana atau initial publik offering (IPO).

Dari right issue, GREN menargetkan dana sebesar Rp10,33 triliun, lebih kecil dari target awalnya yang sebesar Rp30 triliun. GREN juga akan menawarkan 18,77 miliar saham baru atau setara 80 persen dari modal ditempatkan dan disetorkan dalam Penawaran Umum Terbatas (PUT) I.

Setiap pemegang satu saham lama yang tercatat dalam Daftar Pemegang Saham per 13 Desember 2016 pukul 16.00 WIB berhak atas empat HMETD. Setiap satu HMETD berhak untuk membeli sebanyak satu saham baru dengan harga pelaksanaan Rp550 per saham.

Tidak ada yang bisa menjamin apakah penjualan saham baru ini akan laris diborong investor. Akan tetapi, jika pun tidak laku, Bumiputera akan bertindak sebagai standby buyer atau pembeli siaga. Hal ini tentu saja mengundang tanya, bagaimana mungkin perusahaan yang sedang berdarah-darah keuangannya bisa bertindak sebagai pembeli siaga.

Apa pun itu, rencana penerbitan saham baru ini juga masih terganjal. OJK belum memberikan pernyataan efektif aksi korporasi yang ditargetkan rampung akhir tahun ini karena masih menunggu kelengkapan dokumen.

Nurhaida, Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Pasar Modal OJK, menyebut GREN masih sering mengubah rencana right issue sehingga OJK belum menerima dokumen lengkap. "Masih dalam proses dan masih ada perubahan-peruabahan yang disampaikan oleh emiten, sehingga kami belum melihat finalnya seperti apa," ujar Nurhaida.

OJK pun tidak menekan AJB Bumiputera untuk terburu-buru melakukan restrukturisasi perusahaan. "Kita nggak 2016, kalau baru masuk 2017 oke saja. Sekarang kita minta benahi saja, rapikan, kalau sudah rapi saja sudah bagus, investor lebih percaya untuk menanamkan modalnya," tutupnya.
Menanti skema ideal untuk penyelamatan Bumiputera


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...tan-bumiputera

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Menanti skema ideal untuk penyelamatan Bumiputera Dian Yulia, pengantin bom mother of satan (TATP)

- Menanti skema ideal untuk penyelamatan Bumiputera Fakta seputar sidang perdana Ahok

- Menanti skema ideal untuk penyelamatan Bumiputera Bagaimana Indonesia berhasil mengalahkan Thailand

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
13.1K
15
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread739Anggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.