Jika saudara menggunakan kendaraan dari arah Pulau Jawa melewati tempat ini di Lampung, maka berhentilah sejenak, dan yakinlah sekitar 5 menit lagi anda akan memasuki kota Bandar Lampung.
Laut yang terlihat di depan itu adalah bagian dari perairan Teluk Lampung, teluk ini adalah salah satu teluk terbesar di Sumatera. Dan salah satu rangkaian dari 'Mulut Naga', dimana ujung lidahnya adalah 'Krakatau' yang akan selalu menyemburkan api.
Motif penggambaran sosok Naga paling primitif dan paling 'tua' yang ada di muka Bumi adalah 'Pulau Sumatera' itu sendiri. Di sini dan bahkan di belahan Bumi lain, Naga sudah menjadi mahluk mithos yang muncul dalam banyak seni rupa, namun sejatinya Naga terus bergerak dan tak henti-henti menyemburkan api.
Catatan Tiongkok kuno sejak abad ke-3 M, sudah membicaran tentang 'Pulau-pulau di Laut Selatan' dengan sebutan 'Negri Gunung Api', bahkan salah satu utusannya dengan kagumnya menceritakan tentang beberapa gunung yang apinya tak pernah padam.
Kekuatan-kekuatan alam yang menimbulkan rasa takut dan kekaguman, bencana dan hikmahnya, telah diterjemahkan dalam bentuk biologis dan terus tersimpan dalam ruang imajinasi yang muncul di hampir semua tempat dan zaman. Naga menjadi bentuk terpilih mewakili pergerakan alam itu sendiri, dimana variasinya adalah keragaman dari banyaknya kekuatan alam yang menjadi misteri berlanjut.
Motif-motif naga yang primitif muncul juga diberbagai seni rupa masyarakat kuno Lampung dalam banyak varian bentuk dan media pengungkapannya, mulai dari media kain, baik tenun dan sulam, media kulit kayu, batu dan bambu. Pada masa klasik motif Naga sudah menemukan bentuk kematangan usianya, penggambaran yang hampir serempak telah banyak mewarnai alat perlengkapan adat maupun perlengkapan sehari-hari, contoh yang terpopuler seperti motif-motif di gerabah dan motif ukir kayu pada Pepadun (singgasana) masyarakat Lampung.
Danau-danau indah adalah naskah atau tambo yang menuliskan tentang jalur geneologi Naga.
Pulau-pulau laut selatan yang pernah diwartakan pelancong, peziarah, dan utusan Tiongkok kuno adalah tanah yang kita huni sekarang, yang telah lama menjadi Istana besar dari klan Naga bumi. Dan setiap galaksi dari gugusan alam semesta adalah rumah bagi klan Naga Langit.
Naga terus bergerak, keluarnya api dari rahim Bumi dan rekahan langit adalah adalah nafas dari rentetan kehidupan Naga. Kematian Naga adalah sebuah keniscayaan, dan menjadi tanda tentang kepastian musnahnya alam semesta.
Semesta adalah naskah yang mengenalkan kita pada Sang Pencipta, dan indra kita butuh aksara untuk menerjemahkan pengetahuan yang terkandung dalam semesta. Manusia-manusia terpilih telah bergilir menjadi perantara untuk menerima limpahan pengetahuan semesta yang memantul dari cermin mengkilap. Karena usia peradaban manusia yang sudah cukup matang, dan makin dewasanya umur klan setiap Naga, maka tibalah dia seorang manusia Agung menjadi penutup dan penyempurna dari seluruh rangkaian penerima ayat suci yang berisi pengetauan semesta dari Dewata Mulia Raya.
Penutup dari segala limpahan itu adalah Al-Qur'an yang menjadi kunci pembuka kotak misteri Naga, sekaligus menjadi panduan sempurna dari semua informasi pokok untuk seluruh bentuk kehidupan manusia.
Dan sungguh, kesemuanya tercipta dan hadir diawali dari kerinduan-Nya untuk dikenal.

Jika hasil tangkapan indra tak mampu mengungkap tentang bagaimana hadirnya dan kapan musnahnya kekuatan semesta, maka seni atau daya cipta manusia akan mengambil peran untuk membentuk simbol imajinasi. Segala jenis seni rupa yang pernah dan akan muncul dalam ragam budaya manusia hanya mampu menggambarkan apa yang terungkap pada indra. Diluar daripada itu ajaran Agama lah yang mengambil peran utama untuk dapat mengenali dan merasakan kehadiran 'Pencipta' dari segala sesuatu di Semesta Raya, baik yang luput dari indra maupun yang tertangkap olehnya.
Arya Purbaya

katarosim.com