http://nasional.kompas.com/read/2016...ang.kasus.ahok
Quote:
Dewan Pers Imbau Media Tidak Siarkan Langsung Sidang Kasus Ahok
Jumat, 9 Desember 2016 | 13:46 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pers mengimbau institusi pers, khususnya televisi, agar tidak menyiarkan langsung jalannya persidangan kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan, institusi pers harus membangun komitmen untuk tidak menyiarkan secara langsung sidang Ahok. Sebab, siaran langsung itu dikhawatirkan berimplikasi pada disintegrasi bangsa.
Pria yang akrab disapa Stanley itu menjelaskan, banyak pihak yang dapat bertikai di luar persidangan jika hal tersebut disiarkan secara langsung.
"Kami mengimbau kepada komunitas media, kita sama-sama bangun komitmen. Ada bahaya besar kalau ini disiarkan secara langsung," ujar Stanley di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Stanley menuturkan, penyiaran langsung juga dapat menghilangkan asas praduga tak bersalah yang seharusnya ada saat proses hukum masih berlangsung.
Pasalnya, penghakiman di luar jalannya persidangan dapat terjadi. Ini seperti yang terjadi ketika proses persidangan Jessica Kumala Wongso disiarkan secara langsung.
"Prinsip presumption of innocence ini tidak akan muncul. Akhirnya terjadi trial by the press," tutur Stanley.
Selain itu, kata Stanley, imbauan Dewan Pers juga dimaksudkan agar pengadilan tetap bisa bebas dan independen dalam menentukan suatu putusan.
Penyiaran langsung dapat membuat kebebasan hakim dalam menentukan putusan terpengaruh. Menurut Stanley, hakim rawan tertekan oleh desakan massa ketika mengambil sebuah putusan.
"Kita harus jaga pengadilan untuk bisa bebas dan independen. Jangan sampai pers merusak ini," ucapnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah menentukan jadwal sidang Ahok pada 13 Desember mendatang pukul 09.00 WIB.
Menurut rencana, sidang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto dengan empat hakim anggota yaitu Jupriyadi, Abdul Rosyad, Joseph V Rahantoknam dan I Wayan Wirjana.
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Ahok Jadi Tersangka
Penulis : Dimas Jarot Bayu
Editor : Bayu Galih
Terlepas dari imbauan Dewan Pers, andaikata tidak ada satu pun stasiun TV yang meliput resmi sidang itu, zaman sekarang gampang sekali bikin siaran langsung. Cukup satu orang penonton dengan smartphone berkamera dan koneksi internet. Yah, mau gimana lagi, zaman baru digital, semuanya serba tidak bisa dilarang...
Saya pribadi, dengan mempertimbangkan segala baik buruknya, setuju sidangnya disiarkan langsung. Menutup-nutupi peliputan atau pemberitaan sidang hanya akan menimbulkan makin banyak isu dan spekulasi. Setidaknya kalau siaran langsung, semua pendapat bisa dicek silang dengan hasil penayangan. Jadi misalnya kelak ada berita "Ahok bilang ABC dalam sidang" padahal di tayangan sidang Ahok bilangnya XYZ dan bukan ABC, kita bisa langsung cek ricek. "Tabayun", bahasa Arabnya. Liputan langsung sidang adalah tabayun live.
Menurut kaskuser bagaimana?
Update:
KY usulkan sidang diliput tapi terbatas
https://news.detik.com/berita/d-3367...-live-terbatas
Quote:
Jumat 09 Dec 2016, 14:13 WIB
KY Usulkan Sidang Ahok Disiarkan Live Terbatas
Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Komisi Yudisial (KY) mengusulkan sidang Ahok disiarkan live dengan terbatas. Untuk beberapa kesaksian yang dinilai tidak patut disiarkan langsung, maka hakim bisa meminta media televisi untuk tidak menyiarkan secara live.
"Dimaksudkan siaran langsung yaitu dapat dilakukan pada bagian-bagian tertentu, semisal pada pembacaan tuntutan, pledoi dan pembacaan putusan. Sedangkan untuk pemeriksaaan saksi atau hal-hal lain yang tidak patut disiarkan langsung sepatutnya tidak dilakukan siaran langsung," kata juru bicara KY, Farid Wajdi kepada wartawan, Jumat (9/12/2016).
Berdasarkan Pasal 13 UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali UU menentukan lain. Adapun dalam ketentuan yang sama diikuti Pasal 64 dan 153 ayat 3 KUHAP menyatakan:
Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum dan juga untuk kepentingan pemeriksaan sidang harus dinyatakan terbuka untuk umum.
"Walaupun siaran langsung bersifat terbatas tidak berarti bahwa sidang itu tidak dilakukan secara sungguh-sungguh. Tetap profesional, tetapi proses pembuktiannya tunduk pada proses yang berlaku," ujar Farid.
Dalam catatan KY, siaran langsung jalannya pengadilan berpotensi menimbulkan masalah berkaitan dengan independensi peradilan dengan opini publik. Alasan pertama, martabat dan kehormatan pengadilan dan hakim perlu dijaga, sehingga sakralitas pengadilan sebagai benteng keadilan tetap dapat ditegakkan.
"Siaran langsung dapat berekses pada penghakiman oleh masyarakat, baik kepada kemandirian hakim, pengadilan maupun kasusnya sendiri," cetus Farid.
Alasan kedua, siaran live semakin membuka polemik ruang hukumnya bagi para pakar hukum di luar ruang persidangan. Polemik atau perang opini secara terbuka dalam kasus sensitif perlu dihindari.
"Ketiga, ketiadaan sensor, padahal proses dan fakta persidangan dimungkinkan terjadi. Sebab ada hal-hal sensitif atau memiliki dimensi susila yang tidak sesuai dengan kepatutan untuk dipublikasi secara terbuka," cetus Farid.
Keempat, ketentuan pemeriksaan saksi harus diperiksa satu per satu. Pemeriksaan saksi menurut Pasal 160 ayat 1 huruf a KUHAP yaitu saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang. Saksi-saksi yang diambil keterangannya dipanggil satu per satu (seorang demi seorang) untuk masuk ke ruang sidang.
"Saksi tidak dibolehkan saling mendengarkan keterangan. Hal ini untuk menghindari saksi saling memengaruhi sehingga tidak memberikan keterangan yang seharusnya, sebagaimana yang mereka dengar sendiri, mereka lihat sendiri, atau mereka alami sendiri. Jika siaran langsung tentu keterangan antar para saksi sudah tiada sekat lagi," papar Farid.
(asp/tor)