Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

das2009Avatar border
TS
das2009
Junta Militer Diidamkan, Demokrasi Ditolak
Ancaman itu sudah di depan pintu sekarang: demokrasi ditinggalkan, terutama oleh anak-anak muda, tidak hanya di Indonesia saja. Kecenderungan ini berlaku global, ternyata.

Premis itu akan diterbitkan di Journal of Democracy edisi Januari 2017 nanti.

Studi menarik ini dikerjakan selama 2 tahun terakhir oleh peneliti dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, Yascha Mounk, dan Roberto Stefan Foa dari Universitas Melbourne Australia.

Berdua mereka menganalisis sikap terhadap pemerintah oleh berbagai generasi di Amerika Utara, Eropa Barat, Australia, dan Selandia Baru. Temuan pokoknya: Di seluruh negeri demokrasi liberal lanjut itu rakyatnya mulai tak percaya pada pemerintahnya, dan makin lama makin memburuk.

Riset itu menyarankan munculnya tokoh-tokoh seperti Donald Trump, Pauline Hanson, atau pun Marine Le Pen di Perancis dan pemimpin Partai Independen Inggris Nigel Farage adalah simpton dari kelesuan akut tradisi demokrasi liberal.

Dua anak muda lulusan Harvard itu pada mulanya tertarik pada tren yang ditunjukkan koleganya yang menganalisis data pada situs web World Values Survey, sebuah situs independen yang melakukan survei merdeka tentang kecenderungan politik dunia. Dari analisis awal ditemukan kecenderungan pemerintahan demokratis ditolak di Amerika Latin.

Berdua mereka masuk ke dalam lautan data besar itu, bahwa ketidakstabilan itu juga bisa dilacak di seluruh negara di dunia, dan bisa dicari mulai terjadinya sejak 1980-an.

Hanya sebagai contoh, dalam salah satu survei di situs tadi, ditemukan proporsi warga negara AS yang ingin dipimpin junta militer naik dari 1 per 16 orang pada 1995 menjadi 1 per 6 orang pada survei mutakhir. Lalu generasi yang lahir semasa Perang Dunia II dan menganggap demokrasi adalah esensial ada 72 persen pada 1995. Pada survei terakhir, porsi mereka tinggal 30 persen.

Pola yang sama bisa ditemui di Australia, Inggris, Belanda, Swedia, dan Selandia Baru.

“Warga negara makin tak tertarik pada partai politik yang sudah mapan, lembaga perwakilan, dan hak-hak minoritas. Mereka mulai terbuka pada gagasan interpretasi otoritarian tentang demokrasi,” tulis laporan itu.

Bagian warga negara yang setuju pada pemimpin kuat yang tak terganggu pemilu atau parlemen juga makin membesar di Jerman, AS, Spanyol, Turki, dan Rusia.

Pada survei di Jerman, mayoritas memang masih mengakui ide demokrasi, namun hanya separuh yang masih percaya demokrasi berjalan di negeri itu. Dan seperlima warga negara percaya, mereka membutuhkan satu partai tunggal yang kuat yang mewakili rakyat.

Di Perancis, 2 per 5 responden pada survei 2015 yakin negeri itu harus diletakkan di tangan pemerintah otoriter dan dijauhkan dari kerepotan demokrasi.

LANJUT:
http://koransulindo.com/junta-milite...krasi-ditolak/

0
966
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.