Sebelum Premier League kembali dimulai pekan ini, mari kita flashback sedikit tentang apa yang terjadi pada tanggal 6 November lalu, seminggu sebelum international break digelar. Tepat di tanggal itu, Stamford Bridge menjadi saksi superioritas Chelsea yang mempermalukan Everton, lima gol tanpa balas. Tidak ada yang spesial sebenarnya, kecuali fakta bahwa The Blues telah memenangkan lima pertandingan secara berturut-turut, membukukan 16 gol (rata-rata 3 gol per pekannya), tanpa sekalipun kebobolan. Tren positif ini juga membuat Chelsea ada di posisi kedua klasemen, membuntuti Liverpool.

Superioritas Chelsea akhir-akhir ini menjadi suatu hal yang kontradiktif dengan apa yang diperlihatkan oleh skuat besutan Antonio Conte tersebut di awal musim lalu. Masih membekas dalam ingatan ketika Eden Hazard mati kutu saat bertandang ke Emirates, kandang Arsenal akhir 9 September lalu, di mana mereka tumbang tiga nol. Setelah kekalahan itu, pertanyaan menyeruak mengenai pantas atau tidaknya Conte di kursi manajer The Blues. Tak ingin reputasinya sebagai manajer hebat hancur begitu saja, Italiano kelahiran Lecce kemudian melakukan perombakan dalam hal skema dan formasi tim. Pergantian pakem formasi pun lekat dengan Chelsea sejak awal musim. Mulai dari 4-2-4 menyerang, 4-3-3, hingga 4-2-3-1 sudah pernah dicoba oleh Don Antonio. Sayangnya, tak satupun dari formasi tersebut yang membuatnya puas. Lini belakang yang dikomandoi Gary Cahill masih bolong sana sini. Hingga akhirnya Conte memutuskan untuk mencoba formasi 3-4-3, yang belakangan justru berfungsi dengan baik.



Dalam wawancaranya, eks allenatore Juventus ini mengaku, 3-4-3 sebenarnya bukanlah formasi yang diinginkannya sejak awal. 3-4-3 tak lebih dari sekadar Plan D, opsi kesekian yang baru akan diterapkan dalam keadaan terdesak.

“Di awal musim, kami mencoba skema yang berbeda, karena yang ada dalam kepala saya adalah bagaimana tim ini bisa bermain dengan 4-2-4. Kami kemudian menggantinya dengan 4-3-3, juga 4-2-3-1, strategi yang digunakan sejak musim lalu. Tapi kemudian saya berpikir formasi ini tidak ideal. Tim jadi tidak seimbang karena kami kebobolan banyak gol daripada tim lawan, serta peluang kami untuk mencetak gol juga sedikit. Ini bukan hal yang bagus. Karena alasan ini juga lah hingga akhirnya saya mencoba sistem yang baru, 3-4-3, dan saya rasa sistem ini pas dengan skuat, karena kami juga memiliki striker yang sudah beradaptasi dengan pakem ini.”

“Pertama kali saya memutuskan untuk mengganti pakem ini adalah di pertandingan kontra Arsenal, ketika waktu tinggal menyisakan 25 menit waktu normal. Kami terus mengasah dan mengembangkannya, dan ada banyak perkembangan dalam tim. Untuk itu, saya berterima kasih kepada pemain karena mereka benar-benar berkonsentrasi secara penuh, memiliki sikap yang bagus, keinginan untuk tetap tinggal lebih lama di sesi latihan, dan sekarang, semuanya jauh lebih mudah. Masih ada beberapa aspek yang bisa kami tingkatkan sebenarnya.


Salah satu alasan mengapa 3-4-3 jauh lebih baik hingga pekan ke-11 adalah, para pemain tidak terlalu kesulitan saat mereka berada dalam periode transisi antara menyerang ke posisi bertahan, dalam hal ini, Victor Moses dan Marcos Alonso menjadi faktor kunci berhasilnya skema ini, dua pemain yang begitu rajin menyerang dan bertahan.

“Saya pikir 3-4-3 membuat tim ini jauh lebih menyerang, juga bertahan. Kami bahkan tidak kehilangan momentum saat menyerang. Ini terbukti dengan banyaknya gol yang telah kami ciptakan, juga peluang yang berhasil dikreasikan oleh para pemain. Dan jika anda bisa mempertahankan gawang hingga tak kebobolan, maka inilah jalannya.”

Pekan ini, Premier League kembali bergulir. Dan gawang Victor Valdes sepertinya akan kembali jadi sasaran empuk saat Diego Costa cs bertandang ke Riverside Stadium.

sumber: www.offside.id