Penurunan yang signifikan ini sebagian mungkin karena konten Facebook dianggap usernya kian menyebalkan. Berita-berita hoax acap kian dominan. Informasi katrok menyeruak. Lalu status yang sarat dengan kebencian dan aura permusuhan yang terus menggelegak.
Siapa yang tak jengah dengan konten yang tidak inspiring semacam itu?
Faktanya, sejumlah studi menulis : secara konstan terekspose dengan status yang penuh nada emosi dan aura kebencian semacam itu memang amat destruktif bagi kesehatan jiwa Agan. Sad but so true.
Fenomena konten Facebook yang kian menyebalkan ini ternyata juga terjadi di Amerika.
Minggu ini sejumlah analis di Amerika mengecam Mark Zuckerberg yang dianggap gagal memfilter konten di Facebook (dan ikut “membantu” Trump yang rasis terpilih sebagai Presiden Amerika).
Analis di berbagai insititusi yang kredibel memberikan statement yang kelam : Facebook ternyata hanya menghadirkan informasi sampah dan abal-abal; dan dalam jangka panjang bisa merusak kehidupan sosial yang sehat dan mencerahkan.
Mark Zuckerberg membela diri : algoritme di Facebook sudah optimal. Jangan salahkan kami jika ada banyak status penuh kebencian dan permusuhan masuk ke wall Facebook Agan.
Namun sejumlah engineer kunci di Facebook ternyata marah dan kecewa dengan sikap Mark Zuckerberg.
Minggu ini mereka melakukan “pertemuan informal dan melakukan gerilya” untuk bisa memodifikasi algoritme Facebook. Ancaman pemecatan menghadang sejumlah karyawan yang melakukan pembangkangan ini.
Terjadi semacam perpecahan di tubuh internal Facebook. Sebagian karyawan Facebook sendiri kecewa berat kenapa wall Facebook sekarang sarat dengan status katrok, abal-abal dan provokatif.
Para analis menduga sejatinya Facebook bisa melakukan semacam modifikasi algoritme agar konten-konten provokatif yang hanya menyebarkan aura kebencian bisa di-filter. Agar konten semacam ini tak terlalu mendominasi wall usernya.
Di saat konten Facebook kian menyebalkan dan penuh aura kebencian, ada 3 langkah yang bisa dilakukan oleh usernya.
Pertama, seperti yang Ane lakukan : melakukan filter secara mandiri melalui fitur SEE FIRST.
Caranya : Ane memilih 15 akun inspiring seperti akun Bill Gates, Time Magazine, Huffington Post, Forbes, Business Insider, dll. Lalu Ane datang ke tiap akun ini dan klik fitur “See First” (disebelah menu Follow) terhadap 15 akun ini.
Dengan fitur SEE FIRST ini, maka wall FB Ane tidak pernah tercemar status abal-abal bin katrok bin hanya menyebarkan aura kebencian. Wall FB Ane hanya terisi status-status inspiring dari 15 akun favorit Ane tersebut (sejauh ini, akun Bill Gates yang paling mencerahkan).
Cara kedua ya mudah saja : unfollow dan unfriend teman atau orang yang suka share berita dan info yang menyebalkan.
Cara ketiga ya itu tadi : log out dan tidak pernah lagi mau membuka akun FB-nya. Inilah yang juga terjadi. Dan inilah yang mungkin menjelaskan kenapa peringkat trafik FB di tanah air terjungkal secara signifikan.
Mungkin banyak user FB di Indonesia yang kian jengah dan merasa tidak nyaman dengan wall FB mereka; dan lalu memilih rehat sejenak dari wall FB yang bising dan membuat jiwa mudah emosi.
Apa implikasi dan pelajaran bisnis dari fenomena diatas? Ada 3 pelajaran ringkas yang mungkin layak dikenang.
Facebook Lesson # 1 : Content is King.
Kehebatan sebuah platform social media ternyata juga sangat ditentukan oleh kekuatan konten dari usernya (user generated contents).
Jika konten dari sesama user bagus, maka ini akan bisa menarik jutaan member baru (lihat kasus Instagram dan Youtube dengan konten dari usernya yang selalu wow).
Sebaliknya jika konten dari user lebih banyak yang menyebalkan, maka jutaan member lama bisa jengah dan resign. Ini yang persis terjadi dengan Facebook, dan tren ini layak mereka waspadai.
Facebook Lesson # 2 : Keep Innovating
Tren penurunan trafik FB di Indonesia ini layak dicermati. Jika terus terjadi, bukan tak mungkin Facebook akan kian ditinggalkan usernya. Nasib Facebook kelak bisa seperti Friendster. Who knows.
Tim engineer Facebook harus bekerja keras memperbaiki algoritme mereka agar wall FB tidak mudah “dibajak” oleh status abal-abal nan menyebalkan dan hanya penuh aura permusuhan.
Inovasi harus terus mereka lakukan agar Facebook tetap relevan dan digemari usernya.
Sikap arogan terhadap perubahan keinginan pelanggan/user, hanya akan membuat sebuah bisnis terjungkal dalam kenestapaan yang perih
Facebook Lesson # 3 : Company Image
Reputasi Facebook di Amerika saat ini tercemar lantaran dalam Pilpres USA kemarin dianggap gagal memfilter berita dan informasi yang kredibel.
Sebaliknya, algoritme FB dianggap lebih banyak memberikan tempat bagi berita abal-abal (fake news) yang provokatif dan hoax.
Fenomena seperti itu mungkin juga terjadi tanah air. Wall Facebook kadang lebih banyak dipenuhi informasi sampah, ujaran kebencian dari para haters dan berita hoax.
Citra semacam itu bisa membuat reputasi Facebook ternodai. Dan implikasinya kelam : brand-brand besar mungkin jadi enggan memasang iklan di Facebook sebab sekarang FB lebih identik dengan informasi abal-abal.