MEDAN - Penggusuran lahan milik petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat terus berlanjut sejak Jumat (18/11) hingga Sabtu (19/11).
Sebanyak 1.500 petugas Kepolisian Resor (Polres) Langkat dan aparat TNI dibantu puluhan alat berat dikerahkan ke lokasi. Akibatnya, beberapa petani mengalami luka berat dan ringan. Ketua Dewan Pengurus Cabang Serikat Petani Indonesia (DPC SPI) Langkat, Suriono mengungkapkan, penggusuran yang dilakukan petugas polisi ini mendapat perlawanan dari kelompok petani.
Namun, petugas tidak mempedulikan dan malah melakukan kekerasan dengan mengusir petani dengan memukul dan menendang. Beberapa anggota petani termasuk anak kecil menjadi korban. Adapun petani yang menjadi korban di antaranya, Sadikun mengalami penangkapan dan luka lebam di wajah (kabar terakhir dilepas).
Zulkifli mengalami luka di bagian kepala dan lebam di wajah (dirawat di rumah sakit). Boimen mengalami pemukulan (dirawat di rumah sakit). Legiman, Sari, Boiran, Adi, Saleh, Siti Hawa, Rohani, Midi Udin, serta seorang anak kecil bernama Siti mengalami pemukulan dari petugas. Kata Suriono, kekerasan terhadap petani ini sudah terjadi berulang kali. Selama ini, pihak kepolisian yang hendak melakukan penggusuran selalu gagal karena petani berhasil menjelaskan duduk perkara atas konflik tanah ini.
“Sebelum melakukan penggusuran, kita sudah sampaikan kepada pihak kepolisian agar masalah ini dibawa ke Kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) Langkat, untuk meminta kejelasan langkah penyelesaian,” jelasnya, kemarin. Petani, lanjutnya, meminta agar semua personel kepolisian meninggalkan lahan karena menyebabkan petani dan warga setempat ketakutan.
“Kepolisian dipimpin Kabag OPS Polres Langkat melakukan penggusuran dan meratakan lahan pertanian dan perumahan petani. Tak hanya itu, polisi mengejar petani sampai kampung dan satu orang petani anggota SPI Basis Desa Mekar Jaya atas nama Sadikun ditangkap polisi,” ungkapnya.
Ketua DPW SPI Sumut, Zubaidah mengutuk keras tindakan kepolisian yang melakukan kekerasan kepada petani anggota SPI Basis Desa Mekar Jaya Kabupaten Langkat ini. Kata dia, tidak ada alasan apapun bagi kepolisian melakukan tindak kekerasan kepada petani. Menurut Zubaidah, banyak jalan yang bisa dilakukan untuk mendorong penyelesaian konflik pertanahan, bukan dengan melakukan penggusuran lahan, apalagi melakukan kekerasan.
“Acapkali dengan situasi seperti ini petani selalu yang menjadi korban dan pelakunya masih saja oknum kepolisian,” tegas Zubaidah. Menurut Zubaidah, konflik pertanahan yang muncul di Langkat ini salah satu pemicunya adalah semakin gencar ekspansi perusahaan perkebunan luar negeri. Kasus anggota SPI di Mekar Jaya petani berkonflik dengan PTPN II Kebun Gohor Lama sejak tahun 1998.
Setelah masuknya PT Langkat Nusantara Kepong Malaysia dan mengambil alih operasional PTPN II Kebun Gohor Lama segala upaya dilakukan perusahaan untuk menggusur petani dari lahan dan ini semakin intens. Oknum Kepolisian berulang kali melakukan intimidasi di lahan kepada petani dan akhirnya, Jumat (18/11) petani digusur dan mendapat kekerasan fisik.
“Kasus ini harus diselesaikan Gubernur Sumatera Utara dan Kapoldasu. Gubernur harus menyusun langkah penyelesaian agar konflik pertanahan tidak lagi memakan korban,” tuturnya. Penyelesaian, sambung Zubaidah, dapat dimulai dengan mencabut izin perkebunan PT Langkat Nusantara Kepong.
Selanjutnya kepada Kapoldasu agar menindak anggotanya yang melakukan kekerasan fisik terhadap petani di Mekar Jaya Langkat terutama petani yang sedang mengalami konflik tanah. Sementara itu, Kabag Humas Polres Langkat, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Hendrik Aritonang mengatakan, pihaknya membantah polisi melakukan penangkapan kepada para petani.
“Tidak ada penangkapan dan penganiayaan,” katanya. Namun, jelas dia, polisi hanya melakukan pengamanan di lokasi untuk mengantisipasi adanya aksi yang tidak diinginkan. “Kehadiran polisi di lokasi itu hanya untuk memberikan perlindungan dan pengamanan saja bagi warga. Dan tidak benar ada anggota yang melakukan pelanggaran.
Jika ada warga yang dirugikan, ada ruang untuk melaporkannya. Jika itu berkaitan dengan personel, silahkan lapor ke Propam,” ujarnya. Menurutnya, semua ruang demi penegakan hukum sangat terbuka, jika ada yang melanggar prosedur. “Tetapi intinya, kehadiran polisi dan TNI di lokasi itu hanya untuk memberikan rasa aman bagi warga.
Soal ada yang diamankan tadi, sekarang masih dalam pemeriksaan dan akan dikembalikan apabila tidak terbukti melakukan tindak pidana,” katanya. Hingga kemarin pihaknya masih berjaga-jaga di lokasi untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
siti amelia/ frans marbun
http://www.koran-sindo.com/news.php?...ate=2016-11-20
tanah nanti dapet ganti untung gede, petani jadi kaya banyak duit bisa leha-leha hahaha
petani yang ga punya tanah ga dapet ganti untung mati aja membusuk. dasar bodoh lemah ga bisa bersaing di era globalisasi
bonus pic polisi yang ganteng dan cantik bersiap menghajar petani2 anti pembangunan