Bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda, minggu lalu dari tanggal 24-30 Oktober 2016, Jakarta Intercultural School mengadakan sebuah parade dan acara khusus selama seminggu bernama Cultural Week. Acara ini rutin dilakukan setiap tahun selama 20 tahun dan selalu mendapat tanggapan positif baik dari siswa, orang tua siswa dan seluruh pendukung acara. Salah satu tujuan dari acara ini adalah untuk memperkenalkan lebih jauh mengenai budaya Indonesia mulai dari tari-tarian, nyanyian, kuliner, sampai pengalaman menaiki kendaraan khas Indonesia, seperti delman dan bajaj.

Di hari pertama, seluruh siswa yang datang di pagi itu terlihat menggunakan ragam pakaian tradisional khas Indonesia, dari mulai pakaian adat Bali, Minang, Kalimantan, hingga Papua guna menyambut Cultural Week ini. Keragaman jenis pakaian yang dipakai membuat suasana sekolah menjadi sangat meriah dan ceria. Tak sedikit dari para siswa yang sibuk bertanya dan penasaran dengan aksesoris pakaian adat daerah lai yang digunakan oleh temannya.

Tepat jam 08:00, seluruh siswa sudah berkumpul di lapangan hijau sekolah untuk bersama – sama melakukan upacara penaikkan bendera Indonesia. Terlihat ratusan peserta upacara, termasuk siswa, guru, orang tua murid, staf administrasi berkumpul untuk bersama – sama mengikuti jalannya upacara bendera.

Sungguh tidak dapat dilukiskan dengan kata – kata bagaimana prosesi penaikan bendera, pemutaran lagu Indonesia Raya dan pembacaan Pancasila dilakukan oleh murid – murid berkebangsaan asing dengan sangat baik. Bangga nggak sih gan melihat ratusan anak-anak yang berasal dari berbagai macam Negara di dunia berkumpul untuk melakukan upacara bendera, bendera merah putih, bendera nasional Negara kita Indonesia.

Setelah prosesi upacara selesai, seluruh siswa dibawa untuk melakukan parade keliling sekolah, dimana ini merupakan kesempatan bagi setiap anak untuk memperlihatkan busana daerah yang dipakai ke pada yang hadir di hari itu, termasuk kepada para orang tua yang sangat antusias mengabadikan buah hati mereka memakai busana Indonesia.

Parade tersebut berakhir dengan anak-anak yang berkumpul di Melati Theater untuk melakukan acara opening dari Cultural Week tersebut. Setiap kelas menampilkan tarian daerah di atas panggung lengkap dengan musik dan busana tradisional yang sesuai dengan tarian yang mereka bawakan. Ada siswa kelas 5 yang tampil membawakan tari Saman lho, Gan! Murid-murid yang menampilkan tari Saman ini tidak hanya siswa perempuan tetapi siswa laki-laki juga berada dalam barisan tarian mereka. Mereka menarikan setiap gerakan dengan kompak lengkap dengan jerit-jerit yang khas seperti penari Saman pada umumnya. Ada pula siswa kelas 3 yang menampilkan Tari Enggang yang berasal dari Kalimanatan serta siswa kelas 4 yang tampil membawakan Tari Bambu khas Maluku.

Penampilan kolaborasi yang paling seru adalah gabungan dari kelas musik siswa kelas 5 dengan kelas tari siswa kelas 2 yang membawakan lagu Yamko Rambe Yamko lagu khas dari Irian Jaya dengan iringan gendang yang ditabuh oleh anak-anak kelas 5 tersebut. Mereka menyanyikan setiap lirik dari Yamko Rambe Yamko bersamaan dengan

Setelah bergabung bersama untuk menyaksikan penampilan-penampilan kesenian tersebut, diadakan workshop menari yang dilakukan per kelas. Workshop tersebut dibawakan oleh mahasiswa dari Liga Tari Universitas Indonesia (UI) dan mereka mengajarkan TariTortor, salah satu jenis tarian purba dari Batak Toba yang berasal dari Sumatra Utara.



Workshop pertama dilakukan oleh siswa kelas 5. Sejak awal workshop mereka sangat terlihat antusias dan gembira untuk melakukannya. Kakak-kakak dari Liga Tari UI ini kemudian menyebar ke beberapa kelompok siswa untuk memperagakan gerakan tariannya supaya para siswa dapat melihatnya lebih dekat. Sementara ada seorang kakak yang memimpin di depan sambil menyanyikan lagu khas Batak yaitu Sinanggar Tullo. Mereka sangat semangat mengikuti setiap gerakan yang diajarkan dan tidak jarang dari mereka yang berani untuk bertanya agar para kakak pengajar mereka mengulang gerakannya. Sembari kakak pemimpin menyanyikan lagu Sinanggar Tullo, beberapa dari mereka juga ikut menyanyikan lagu tersebut meskipun mereka tidak begitu hafal. Tetapi dengan semangat mereka tetap mencoba menari sambil menyanyi dengan logat bule mereka sehingga kedengarannya sangat unik. Di akhir waktu workshop tersebut, kemudian kakak-kakak dari Liga Tari UI ini kemudian mengajak kepada siapa yang ingin tampil di atas panggung untuk menarikan tari Tortor tersebut. Di luar dugaan hampir semua dari peserta workshop maju ke depan ramai-ramai karena mereka semua mau menampilkan tarian Tortor. Sehingga di akhir workshop tersebut kemudian ditutup dengan menari Tortor akbar di atas panggung sambil menyanyikan lagu Sinanggar Tullo.



Di tengah arus modernisasi dan teknologi yang sedang mendominasi, sangat senang melihat antusias siswa – siswi JIS mempelajari budaya Indonesia. Di sekolah yang menjadi ‘rumah’ bagi 65 ragam kebangsaan seluruh dunia, ternyata sangat kuat menanamkan unsur budaya tradisional sebagai bagiandari proses belajar – mengajar mereka, dimana nilai toleransi, menghargai serta adaptasi adalah bekal penting bagi masa depan setiap siswa mereka. Workshop tari Tortor ini hanya salah satu dari rangkaian acara cultural week yang dibuatoleh JIS, masih banyak kebudayaan Indonesia yang diajarkan dalam acara tersebut ke semua siswa internasional mereka. Ide acara atau kegiatan ini bisa nih untuk kemudian dilakukan juga sama sekolah-sekolah lain di Indonesia, supaya anak-anak Indonesia lebih mengenal, bisa meneruskan warisan budaya serta selalu bangga akankekayaan budaya negaranya.