Kaskus

News

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
BeritagarID
Kesejukan diplomasi kuda putih Jokowi
Kesejukan diplomasi kuda putih Jokowi
Pertemuan kedua tokoh yang sempat berkompetisi itu diwarnai keakraban yang diselingi canda tawa keduanya.
Semua pihak harus sadar bahwa Indonesia adalah negara majemuk yang terdiri dari banyak suku, agama, dan ras. Oleh karena itu, persatuan harus dijaga. Bila ada masalah, selesaikan dengan sejuk dan damai.

Begitu ucapan Prabowo Subianto, calon presiden pada Pemilu 2014, saat berbincang dengan wartawan, ihwal pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo (31/10/2016). Pertemuan tersebut diwarnai keakraban yang diselingi canda tawa keduanya.

Prabowo sempat bercanda, memuji Jokowi sebagai orang yang berbakat menjadi penunggang kuda, karena postur tubuhnya yang kurus. Kuda, kata Ketua Umum Partai Gerindra itu, suka penunggang yang bobotnya ringan.

Presiden pun menimpal. Jokowi bilang, kuda putih--salah satu kuda kesayangan Prabowo--yang ia ditunggangi, terlihat senyum-senyum. Apa sebabnya? Karena penumpangnya ringan. Lalu keduanya pun tergelak bersama di hadapan para wartawan.

Pertemuan selama dua jam di kediaman Prabowo, di perbukitan Hambalang, Bogor, tidak membicarakan masalah yang genting secara mendalam. Percakapan secara acak membahas banyak hal secara sepintas. Dari makro ekonomi, politik, pilkada serentak 2017, juga persoalan bangsa yang lain.

Meski tidak membahas persoalan genting, pertemuan tersebut memberi makna sangat penting dalam konteks kebangsaan. Keduanya mewakili perbedaan dalam refleksi demokrasi. Jokowi adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Sedang Prabowo bersama partainya, sudah menentukan sikap berada di luar pemerintahan.

Perbedaan sikap politik tersebut, tidak menjadikan keduanya untuk terus bermusuhan. Keduanya bisa mengendalikan egonya, untuk kepentingan yang lebih besar. Yaitu kepentingan bersama tentang kesatuan dan persatuan bangsa.

Melihat kepentingan bersama dalam perbedaan visi politik, menjadi sangat bermakna saat ini. Inilah diplomasi adiluhung Jokowi untuk menurunkan suhu politik yang tengah memanas di Jakarta.

Tidak bisa dimungkiri hari-hari ini, ada sebagian keresahan dalam masyarakat. Mereka tengah dijejali informasi yang simpang siur soal rencana demonstrasi akbar yang bakal berlangsung 4 November nanti.

Ada kekhawatiran demo bisa berlangsung rusuh dan anarkis. Banyak informasi melalui sosial media yang tidak jelas asal usul sumbernya, menyebut demo yang akan berlangsung di depan Istana Negara, Jakarta tersebut, akan mengerahkan 500 ribu orang dari segala penjuru Indonesia.

Rencana demo besar-besaran ini sesungguhnya sudah disampaikan Pimpinan DPR kepada Presiden, melalui surat resmi tertanggal 28 Oktober. Surat yang ditandatangani Fadli Zon, Wakil Ketua DPR dari Gerindra tersebut, menjelaskan bahwa para kiai dan habib, juga berbagai ormas telah melakukan audiensi dengan DPR.

Mereka menyampaikan keinginannya untuk berunjuk rasa, menyampaikan aspirasinya, dan ingin bertemu langsung dengan presiden. Tuntutannya, agar presiden tidak melakukan intervensi terhadap proses hukum Basuki (Ahok) Tjahaja Purnama, Gubernur DKI yang tengah cuti. Presiden juga diminta tidak melindungi Ahok.

Sebagaimana diketahui Ahok telah dilaporkan ke polisi oleh berbagai ormas Islam, dengan tuduhan telah melakukan penistaan agama. Peristiwanya dikenal dengan insiden surat Al Maidah, yang bisa disaksikan di [URL="[youtube]6gYdUjNmVkk[/youtube] pidato Ahok (menit 24-25)[/URL].

Ahok sudah menjelaskan insiden tersebut, ia sama sekali tidak bermaksud menistakan agama. Ia juga telah meminta maaf. Sementara Kepolisian juga tengah melakukan penyelidikan, termasuk memeriksa Ahok.

Namun sampai saat ini polisi belum memastikan apakah laporan masyarakat tersebut cukup bukti untuk membawa Ahok ke proses hukum selanjutnya.

Menyampaikan aspirasi melalui demo yang sesungguhnya hal biasa. Namun menjadi terkesan luar biasa, karena berbagai info menyesatkan di media sosial. Ada provokasi dari beberapa ormas yang mengancam akan melakukan perlawanan bila aparat menghambat kedatangan peserta demo dari berbagai kota. Ada pula poster yang meminta presiden untuk menangkap Ahok.

Simpang siur informasi dan provokasi tersebut, akhirnya seperti direspons oleh aparat keamanan. Polisi melalui Brigade Mobil menyatakan siaga 1 untuk seluruh wilayah Indonesia. Polisi menyatakan siap mengamankan Jakarta saat demo terjadi. Begitu pun TNI. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan TNI akan mengerahkan apa pun untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjaga kebinekaan.

Sementara Presiden Jokowi, mengatakan demonstrasi adalah hak konstitusional setiap warga. Boleh melakukan demonstrasi, yang penting tidak memaksakan kehendak atau merusak, atau merusuh. Ia juga mengingatkan di media sosial juga ada hak demokrasi, namun ada batas-batasnya, dan ada etika dan sopan santunnya.

Itulah sebabnya Jokowi meminta aparat keamanan melakukan tugasnya secara profesional jika ada aksi rusuh oleh siapa pun.

Panasnya provokasi dan penyesatan informasi terkait rencana demo 4 November tersebut, suhunya seolah menurun setelah masyarakat menyaksikan pertemuan Jokowi-Prabowo. Masyarakat menjadi paham, bahwa demo yang akan berlangsung Jumat depan itu tak terkait dengan konteks elite politik.

Tidak berhubungan pula dengan pilihan posisi demokrasi antara yang ada di dalam pemerintahan dan di luar pemerintahan. Masyarakat pun menjadi tahu, seberapa banyak peserta demo nanti, terdiri dari mereka ingin proses hukum terhadap Ahok berjalan seperti yang mereka inginkan.

Sebagai negara hukum, sudah menjadi keharusan bagi seluruh warga negara untuk memahami bahwa proses hukum berjalan sesuai Undang-Undang dan peraturan yang lain. Siapa pun boleh melaporkan tentang dugaan kejahatan, korupsi sampai penistaan agama. Namun polisi lah yang bertugas menyelidiki kebenaran atas laporan tersebut.

Bila cukup bukti polisi tidak punya ruang untuk tidak melanjutkan laporan tersebut ke proses hukum selanjutnya. Namun sebaliknya, bila tidak ditemukan bukti, polisi juga tidak bisa memaksa seseorang untuk menjadi pesakitan. Sekali pun polisi mendapat tekanan kekuatan demonstran, bahkan dengan dengan isu-isu yang berbau SARA.

Unjuk rasa memang cara demokrasi dalam memberikan kebebasan kepada warga negara untuk menyampaikan aspirasinya. Namun memaksakan kehendak agar negara, presiden, atau pun polisi berpendapat sama dan mengikuti keinginan sekelompok orang, bukanlah cara demokrasi.

Jokowi dan Prabowo, di atas pelana kuda memberikan contoh kehidupan demokrasi yang damai dan sejuk. Keduanya memiliki garis perjuangan demokrasi yang berbeda. Tapi keduanya saling menghormati dan menjaga perbedaan itu. Mereka tetap menjalin komunikasi dan keramahan.

Semoga demonstrasi pada 4 November nanti, bisa melakukan hal serupa dengan menjalankan cara demokrasi secara bertanggung jawab, sejuk dan damai.
Kesejukan diplomasi kuda putih Jokowi


Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...a-putih-jokowi

---

Baca juga dari kategori EDITORIAL :

- Kesejukan diplomasi kuda putih Jokowi Di balik keyakinan Jokowi soal penghentian impor beras

- Kesejukan diplomasi kuda putih Jokowi Kabar bohong merayap jelang aksi 4 November

- Kesejukan diplomasi kuda putih Jokowi Penurunan Patung Buddha dan spanduk intoleran di Tanjungbalai

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
9K
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.id
KASKUS Official
13.4KThread801Anggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.