Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Benarkah birokrasi Indonesia mengerikan
Benarkah birokrasi Indonesia mengerikan
Petugas melayani warga saat pemeriksaan infeksi di kantor Badan Pelayanan (Bapel) Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos), DI Yogyakarta, Kamis (13/10). Layanan birokrasi di Indonesia masih jauh dari harapan.
Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah.

Ungkapan lawas itu kerap kita dengar ketika berurusan dengan birokrasi. Hal-hal remeh saat mengurus izin ke pemerintah, bisa jadi ganjalan besar jika kita lupa melampirkannya.

Pelayanan birokrasi di Indonesia menghadapi banyak masalah. Keluhan publik atas birokrasi sudah jamak kita dengar. Tapi ternyata, bukan hanya publik mengeluh dengan kualitas birokrasi pemerintah. Birokrasi memiliki masalah sendiri dengan birokrat.

Salah satunya, seorang birokrat muda mengeluhkan lamanya birokrasi beradaptasi dengan teknologi. Mereka harus berkomunikasi dengan berbasis kertas di lingkungan kerjanya.

Bukan surat elektronik atau medium berbasis internet lainnya. Sebab, komunikasi berbasis surat memang harus sudah diwajibkan. "Ya diikuti aja," ujar birokrat yang enggan disebut namanya.

Hasilnya, proses surat menyurat jadi lama. Urusan pendelegasian tugas tak akan kelar dalam waktu harian. Repotnya, jika ketemu masalah yang mendesak. Mereka tak bisa berkelit agar bisa mengimbangi masalah yang makin cepat. Sebuah tugas gagal dipenuhi hanya karena kudu memakai surat menyurat. Mereka kesulitan sendiri.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyebut birokrasi tak hanya mempersulit publik yang dilayani. Tapi juga mempersulit birokrat sendiri. Akibatnya, Pratikno menilai pelayanan publik di Indonesia saat ini sudah masuk tahap mengerikan. "Banyak regulasi dan peraturan pemerintah yang kerap mengganggu pelayanan publik," ujarnya, Sabtu (29/10) seperti dikutip dari Antaranews.com.

Menurut Pratikno, kualitas birokrasi Indonesia sudah tahap mengerikan. Sebab, birokrasi membuat para birokrasi lebih mementingkan urusan administrasi dibanding urusan pelayanan kepada publik.

Proses birokrasi pemerintah, menurut Pratikno, tidak boleh mengganggu pelayanan publik yang ditujukan kepada masyarakat. "Birokrasi penting, tapi tidak boleh mengganggu pelayanan kepada masyarakat," katanya.

Ia menuturkan, pelayanan publik harus menjadi fokus utama birokrat, sebab rakyat itu sendiri menjadi fokus dari suatu pemerintahan. Bukan malah fokus pada aturan. Jika hanya fokus memenuhi aturan, maka birokrasi akan kesulitan sendiri.

Omongan Pratikno bukan tanpa dasar. Menurut penyisiran Kementerian Hukum dan HAM, total ada 62 ribu aturan yang tersebar di berbagai daerah dan instansi. Dengan banyaknya aturan, birokrasi Indonesia terjerat aturan yang mereka buat sendiri.

Menurut data Kementerian, Indonesia sudah tahap obesitas peraturan. Obesitas aturan itu paling banyak dalam bentuk peraturan menteri hingga peraturan daerah. Dari data tiga tahun terakhir, Presiden Joko Widodo berhasil mengerem banyaknya peraturan. Peraturan Presiden paling banyak dihasilkan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Di ujung masa pemerintahannya, dari rencana 22 Peraturan Presiden, hasilnya malah lahir 194 Peraturan Presiden (Perpres). Melonjak 718 persen. Di masa Jokowi, setahun kemudian, dari rencana 92 Perpres. Tapi naik 86 persen jadi 172 Perpres. Tahun ini rencananya hanya akan dibuat 91 Perpres. Hingga Oktober 2016 bisa direm jadi 62 Perpres.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo mengkritik birokrasi yang sibuk dengan urusan SPJ (Surat Pertanggung Jawaban). Menurutnya, hampir 70 persen birokrasi setiap hari disibukkan mengurusi SPJ. Bahkan pegawai sampai lembur malam demi mengurus SPJ. "Maaf, kalau orientasi kita ke situ (SPJ) terus, menurut saya keliru," ujarnya seperti dinukil Kompas.com, Selasa (20/10).

Sisi lainnya, biaya gaji para birokrat trennya naik terus. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2007, belanja pegawai mencapai Rp90,4 triliun, menduduki peringkat kedua setelah subsidi. Pada 2015, melonjak tiga kali lipat menjadi Rp281,1 triliun.

Walau ongkos belanja pegawai makin naik, tapi efektivitas kerja birokrat di Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Menurut Bank Dunia, lewat Indeks Pemerintahan Global alias Worldwide Government Indicators, Indonesia masih kalah dengan Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, dan Filipina.
Benarkah birokrasi Indonesia mengerikan
Worldwide Governance Indicators
Dalam indeks itu, angka 0 menunjukkan nilai paling buruk, dan angka 100 menunjukkan nilai paling bagus. Aspek yang diukur di antaranya adalah, kualitas layanan publik, kualitas kebijakan dan pelaksanaannya, hingga independensi aparat pemerintah dari kepentingan politis golongan tertentu. Hasilnya, pada 2014, Indonesia hanya meraih nilai 54,8. Jauh di bawah Singapura yang meraih nilai penuh, 100 poin.
Benarkah birokrasi Indonesia mengerikan


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...sia-mengerikan

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Benarkah birokrasi Indonesia mengerikan Di balik keyakinan Jokowi soal penghentian impor beras

- Benarkah birokrasi Indonesia mengerikan Najwa Shihab: Televisi terancam media baru

- Benarkah birokrasi Indonesia mengerikan Pengguna Twitter meningkat, kerugian berlipat

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
3.2K
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread742Anggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.