Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tanahkelahiranAvatar border
TS
tanahkelahiran
BPJS dan Pemaksaan Dokter Layanan Primer
BPJS dan Pemaksaan Dokter Layanan PrimerMasalah jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selalu menjadi berita yang menarik untuk ditelaah. Di balik banyak manfaat yang diterima masyarakat Indonesia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, kita dikejutkan berita defisit anggaran BPJS Kesehatan yang tahun ini diperkirakan hampir menyentuh angka Rp 8–9 triliun.

Perlu diketahui, sejak BPJS digulirkan sebagai program nasional, selalu terjadi defisit, dari angka Rp 3,3 triliun (2014) menjadi Rp 6 triliun (2015) dan sekarang menyentuh Rp 8–9 triliun. Seperti biasa, defisit tersebut ditutup pemerintah melalui APBN 2016. Memang penutupan defisit itu sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam menjalankan amanat undang-undang (UU). Namun, adanya defisit tersebut menunjukkan bahwa terdapat sesuatu yang belum sempurna dalam pelaksanaan program itu.

Salah satu penyebab defisit BPJS tersebut secara sederhana adalah ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran. Sampai saat ini besar pembayaran yang diklaimkan layanan kesehatan tidak sebanding dengan pemasukan dari iuran peserta BPJS. Bahkan, keanggotaan peserta BPJS pun belum mencapai target yang diinginkan.

Akibatnya, pemasukan dari iuran pun tidak maksimal. Penyebab lain adalah besaran iuran yang memang diseting lebih rendah dari seharusnya, baik kelas I, II, maupun III. Walaupun telah mengalami kenaikan beberapa waktu lalu, sesungguhnya itu bukan nilai yang sebenarnya.

Penyebab berikutnya adalah sistem rujukan yang belum berjalan sempurna. Hal tersebut dilihat dari banyaknya jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan (faskes) tingkat II (rumah sakit tipe B, C, dan D) dan faskes III (rumah sakit tipe A) yang seharusnya bisa tertangani di faskes layanan primer. Akibatnya, biaya klaim rumah sakit ke BPJS akan ikut meningkat.

Dalam hal ini, pemerintah kemudian mengeluarkan jurus andalan berupa kebijakan dokter layanan primer (DLP) yang mendapat payung hukum UU Nomor 20 Tahun 2013. Harapannya, para DLP bisa menangani kualitas layanan terdepan dengan menjaga kesehatan yang bersifat promotif dan kuratif sehingga angka kejadian penyakit ditekan sehingga jumlah kunjungan berkurang. Selain itu, klaim biaya kesehatan bisa menurun sehingga sistem JKN bisa berjalan sempurna.

Layanan kesehatan yang berorientasi promotif dan preventif diharapkan mengembalikan marwah layanan kesehatan pertama di mana kesuksesan derajat kesehatan suatu bangsa bukan terletak pada tindakan kuratif dan rehabilitatif seperti yang dirasakan masyarakat saat ini. Akan tetapi lebih ke upaya pencegahan melalui kedokteran komunitas dan kedokteran keluarga.

Yang menjadi telaah kritis adalah apakah DLP yang dimasukkan dalam UU 20/2013 merupakan solusi atas permasalahan kesehatan nasional, khususnya defisit keuangan BPJS? Menurut UU 20/2013, DLP adalah dokter umum yang harus melanjutkan pendidikan setara spesialis agar bisa memberikan layanan faskes di tingkat pertama seperti puskesmas dan klinik rawat jalan.

Dokter yang tidak ikut DLP tidak boleh melayani pasien BPJS walaupun mereka telah dinyatakan lulus sebagai dokter melalui ujian kompetensi nasional. Sungguh naif, perjuangan para mahasiswa kedokteran enam tahun belajar plus menempuh ujian kompetensi nasional dan internship di daerah terpencil belum meyakinkan pemerintah akan kompetensi anak bangsa ini.

Di satu sisi, untuk urusan kompetensi dan mutu, pemerintah bersikap mengharap dokter berstandar tinggi setara dengan dokter luar negeri. Sebaliknya, pada saat yang sama, penghargaan pemerintah terhadap dokter masih minim dibanding tanggung jawab dan tuntutan hukum saat melaksanakan profesinya.

Itulah kehebatan hegemoni BPJS yang tidak hanya bisa memonopoli asuransi kesehatan, tetapi juga mampu mengubah sistem layanan pendidikan kesehatan secara radikal. Semua akan tunduk dan dipaksa patuh pada aturan BPJS Kesehatan walaupun sistem tersebut belum tentu baik dan menguntungkan masyarakat.

Kita semua paham bahwa layanan kesehatan pertama di masyarakat harus ditingkatkan. Namun, cara peningkatan bukan dengan memaksakan DLP. Tetapi, buatlah suatu sistem yang terintegrasi holistis dan berkesinambungan dengan mengolaborasikan sistem yang sudah berjalan dengan baik dan mendengarkan semua aspirasi praktisi lapangan, bukan dengan cara parsial seperti DLP ini.

UU 12/2013 yang disahkan pun terlalu cepat dan tanpa kajian akademis yang memadai dan hanya meniru suatu sistem kesehatan negara lain. Akibatnya, terjadi kegaduhan baru di mana DPR meminta penundaan pelaksanaan UU itu karena bertabrakan dengan UU sebelumnya (UU Praktik Kedokteran dan UU Kesehatan) dan DLP tersebut ditolak para dokter seluruh Indonesia. Para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga sudah melakukan upaya hukum dengan uji materi ke MK walaupun dikalahkan.

Saya optimistis kalaupun DLP ini berhasil ”dipaksakan” berjalan di Indonesia nanti tidak bakal bisa menyelesaikan masalah defisit BPJS Kesehatan dan masalah kesehatan dasar lainnya. Ibarat mengobati sebuah penyakit, dalam program DLP ini, pemerintah salah membuat diagnosis sehingga terapi yang diberikan pun tidak adekuat. Dengan demikian, bukan hanya penyakit tidak sembuh, justru akan muncul komplikasi lain yang lebih berbahaya.

Mungkin suatu saat pemerintah baru menyadari kesalahan DLP itu dan mengubah dengan sistem lain. Akan tetapi, terlalu naif jika suatu sistem kesehatan nasional yang dibuat tanpa perencanaan matang kemudian dipaksakan dilaksanakan, tentunya akan menghasilkan dampak negatif di masa yang akan datang. Ibarat kata mutiara ”Gagal merencanakan sesuatu berarti merencanakan suatu kegagalan”.

Memang ironi kegagalan BPJS Kesehatan dalam tata kelola keuangan ditimpakan kepada dokter dengan pemaksaan DLP ini. (*)



*Dokter spesialis saraf RS Saiful Anwar Malang, dosen neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang

http://www.jawapos.com/read/2016/10/...yanan-primer/3
0
1.7K
8
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.9KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.