Curahan dari Hati

Cerita ini saya dedikasikan kepada Wenas,
Terima kasih telah memberi kebahagiaan terbesar yang dapat dirasakan oleh seorang wanita

Spoiler for Warning:

Cerita ini mengandung muatan dewasa, segala detail saya usahakan tidak terlalu vulgar, tetapi beberapa hal harus dituliskan supaya inti cerita menjadi jelas.

Quote:

Menulis adalah hal yang sangat saya sukai sejak SMA.
Ada beberapa cerpen saya yang sempat dimuat surat kabar di kota saya.
Judul cerita ini masih 'untitled' karena masih belum terpikir judul apa yg cocok.
Beberapa bagian cerita mungkin saya samarkan supaya tidak mengganggu privasi yang bersangkutan.
Sempat ragu juga hati ini, apakah tepat langkah saya untuk menuliskan pengalaman hidup ini.
Tapi belakangan, saya merasa berhasrat untuk sekedar curhat, dan tanpa adanya teman atau saudara, dan juga banyaknya waktu luang, akhirnya saya putuskan menulis.

Chapter 1.
Final EURO 2012

Suara alarm HP di atas meja samping tempat tidur membangunkanku pagi itu.
Pukul 08.00
Kumatikan alarm itu dan kukembalikan HP ku keatas meja.
Sekilas kulihat tadi ada beberapa pesan masuk, tapi aku masih malas membacanya.

Kurenggangkan badanku sambil bermalas malasan, sinar matahari menyeruak tipis melalui sela sela gorden kamar.
Seandainya kasur di apartemenku senyaman ini, pasti aku bisa tidur sehari semalam lamanya.
Aku tidak berada di kamarku sendiri.
Bahkan, dalam seminggu belum tentu semalampun aku tidur dikamarku sendiri.
Kadang kadang sampai terbesit dalam hati untuk tidak usah mengontrak apartement kalau akhirnya tidak pernah ditempati, lumayan juga menghemat uang 90 juta per tahun.
Paling aku cuma ke apartement selama 1 jam untuk mandi dan berganti pakaian.
Ya, aku adalah seorang pramuria yang bekerja di lokalisasi paling terkenal di kotaku.
Tiap hari, aku selalu standby mulai jam 12 siang sampai jam 10 malam.
Setelahnya, kebanyakan selalu ada tamu yg mengajakku menghabiskan waktu semalaman.

Seperti koko yang masih tertidur di sebelahku ini.
Aku memanggilnya koko, hanya supaya lebih manja dengannya.
Padahal, dengan umurku yang masih 20an ini, aku lebih cocok menjadi anaknya, atau bahkan cucunya.
Setahuku namanya Hendra, tapi aku tidak terkejut kalau itu cuma nama samaran, kadang beberapa tamuku mengarang namanya untuk privasi.
Badannya agak pendek dan agak gemuk, umurnya sekitar 60 tahunan.

Aku sudah mengenalnya sekitar 2 bulan, saat itu dia bersama beberapa temannya datang ke tempat kerjaku dan langsung memilihku.
Aku cukup populer diantara teman temanku, dalam sehari, aku bisa melayani sampai 5 tamu, itupun beberapa diantaranya mengambil 2 atau 3 sesi.
Pertama kali ko Hendra datang itu tidak ada yang spesial, aku hanya menjalankan rutinitas yang menjadi standart pelayanan di tempatku.
Hanya saja di akhir sesi itu, dia langsung bertanya apakah aku bisa diajak untuk bermalam diluar tempat kerja.
Dan sejak itu, dalam seminggu ko Hendra selalu mengajakku check-in dua atau tiga kali.

Aku senang bersama dengannya, bukan karena dia ganteng, kalau bisa dibilang mukanya biasa saja, bahkan terkesan jelek, aneh.
Tapi orangnya baik, perhatian, tidak banyak maunya, dan yg terutama, uangnya banyak.
Hahaha.

HP di sebelahku ini juga pemberian dari dia.
Selama aku bersamanya kebanyakan kami hanya saling berbagi cerita didalam kamar hotel.
Dia sering cerita tentang anak anaknya yang jarang datang ke rumahnya, juga istrinya yang tiap hari kerjaannya pergi dari pagi sampai malam hari, bahkan sering sampai keluar kota dengan teman arisannya, saat itulah ko Hendra mengajakku check-in.
Seperti malam kemarin, dia hanya mengajakku makan di kamar hotel sambil menonton final Euro 2012.
Aku masih ingat waktu itu Spanyol mengalahkan Italy 4-0, dan pacar idamanku salah satu gol, padahal dia cuma jadi pemain pengganti, awalnya sempat malas nonton karena melihatnya tidak dimainkan.

Oh TORRES, i love you!!

Aku memandangi tubuh telanjangku diatas ranjang yang super empuk ini, darahku sedikit mendesir membayangkan wajah tampan Torres yg sangat aku dambakan.
Ditambah lagi, semalaman aku tidak diapa apakan oleh ko Hendra.
Selama aku mengenalnya, kami baru 3 kali berhubungan badan, itupun termasuk sekali diantaranya, dimana dia tiba2 merasa sesak nafas yang langsung kami hentikan saat itu juga.

Kubelai lembut bulu halus didadanya, sengaja aku membangunkannya, semalam dia memang berpesan untuk dibangunkan jam 8.
Matanya bergerak pelan dan terbuka, lalu dia tersenyum.

"Pagi cantik"

"Pagi ko, sudah jam 8 nih"
"Yakin nih gak mau seharian disini?"
"Kita bisa renang di bawah, nanti aku beli bikini di mall sebelah" rayu ku manja.
Aku tahu ko Hendra pasti menolak, dia tidak mau terlihat bersamaku, sepertinya dia orang yang cukup banyak punya relasi di kota ini, tiap kali aku bersamanya cuma dihabiskan didalam kamar, bahkan makan pun diantarkan ke kamar.

"Gak bisa ren, ada janji sama klien"
"Minggu depan aja gimana?"

"Ya udah deh, ayo sini iren mandiin"

Kami berendam bersama didalam bathtub kamar hotel yang lumayan luas selama kira kira 10 menit, sambil ngobrolin tentang pilkada DKI yang akan diadakan beberapa hari lagi.
Ko Hendra bercerita bahwa salah satu calon, sering bertemu dengannya.
Tapi aku lupa calon yang mana, karena aku memang tidak tertarik, kecuali kalau ko Hendra membahas Torres, baru aku tertarik.
Hahaha.

Aku menyabuni seluruh tubuh ko Hendra, sambil sekali sekali menggoda organ vitalnya, tapi tidak ada reaksi sama sekali.
Faktor umur kayaknya.
Ya sudahlah, kami mengeringkan diri dan berpakaian.

Setelah selesai aku berpakaian, kulihat ko Hendra mengambil sebundel uang seratus ribuan dan diberikannya padaku.

"Lho, kok banyak banget ko?"
"Taruhan kemarin malam cuma bercanda lho"

Memang semalam aku bertaruh dengan ko Hendra, kalau spanyol menang, tarifku akan dikasi 2 kali lipat, sedangkan kalau italy yang menang, aku akan kasih pelayanan yang super spesial.
Kalau dipikir pikir, untung juga spanyol yang menang, coba kalau italy yang menang, bagaimana caranya aku kasih pelayanan spesial itu? 'Berdiri' saja gak bisa.

"Gpp lah Ren, kan sudah deal"

"Thanks a lot lho ko"

Lalu aku mencium bibirnya.
Cukup lama aku mengulum lidahnya, lalu dia memundurkan kepalanya, aku tahu dia terburu buru, waktu sudah menunjukkan hampir pukul 9.00
Memang sudah biasa aku meninggalkannya duluan, sementara dia akan mengurus administrasi kamar hotel.

-to be continued-