Seperti kalian ketahui Menteri Kemaritiman kita kali ini cukup spektakuler dan bombastis. Selain dikenal sbg Susiminator, beliau juga memiliki maskapai penerbangan lokal sendiri.



Dari profile wiki tsb kita dapati informasi berikut:

● armada berjumlah 50 pesawat terbangringan
● bandara yg dilayani mencakup wilayah Aceh hingga Papua

Susi Air juga menggunakan lambang crown/mahkota pada logonya. Di mana ini biasa diasosiasikan dgn Royal Imperial Bloodline. Atau mungkin pendiri Susi Air hanya sedang berada dlm mood alay saat mendisain logo.

Lalu apakah omzet penerbangan lokal private cukup besar untuk menutup biaya operasi? Apakah budget menjalankan airline itu murah? Siapa customer utama Susi Air?



Selanjutnya mari kita ambil contoh kasus dgn satu jenis pesawat terbang, jangkauan, serta cargo yg dapat dimuat.

Mari ambil contoh pesawat terbang bernama DA40 Diamond Star. Kita pilih pesawat ini karena mungkin merupakan yg terkecil dan paling ringan dlm inventory Susi Air. Dan juga karena designnya yg menawan.



Model yg dibuat oleh Diamond Aircraft Industriessejak 1997. Dan saat ini dijual dgn harga sekitar US$ 450.000.

● memiliki jangkauan 1.300 km
● dapat memuat load seberat 400 kg.

Kemudian cargo apa yg akan kita angkut? Lets say cocaine seberat 200 kg. Dengan harga US$ 30.000 per kilogram.

Dengan asumsi DA40 Diamond Star take off dari bandara Halim Perdanakusuma, maka flight ini bisa mencapai Bali, NTB, Padang, Singapura, bahkan Kuala Lumpur. Banjarmasin, Pontianak dan Kuching-Malaysia.

Saatnya berhitung!



Ini artinya hasil dari 1x sortie saja, Susi Air dapat membeli hingga 13DA40 Diamond. Break even point 13x lipat.

Hanya dalam satu kali misi distribusi, Susi Air sudah balik modal hingga 13 kali lipat!!! Mungkin minus biaya bahan bakar.



Dan ini baru satu ekor pesawat ekstra ringan saja, yg hanya muat 4 orang.

Lalu bagaimana bila muatannya heroin?

Harga heroin per kilogram ternyata lebih mahal dari cocaine. Yaitu sekitar US$ 60.000.

Ini berarti per sortie-nya, Bu Susi dapat membeli 26pesawat jenis DA40 Diamond Star. Profit yg cukup fantastis bukan?

Walaupun hanya hitung hitungan kasar, tapi saya rasa cukup mewakili potensi maskapai lokal sbg distributor narkotika.





Lalu kemudian bagaimana cara narkoba bisa masuk ke Indobesia? Well, tentu sama saja dgn komoditas yg lain. Melalui jalur udara dan laut.

Salah satu modus yg kita curigai adalah dengan menggunakan jasa nelayan tradisional. Ini mengapa nelayan di Teluk Jakarta tidak mau dipindah meski warna airnya hitam legam dan beresiko menyebabkan penyakit.

Melalui moda transportasi udara bisa dilakukan melalui bandara Halim dgn pesawat cargo militer. Walau tidak menutup kemungkinan bisa lewat maskapai sipil biasa.



Tapi yg jelas bukan dengan modus kapsul yg dimasukkan ke dalam pantat. Ini jelas cara yg tidak efektif dan menyakitkan.

Bila narkotika diselundupkan melalui bagasi dgn cara biasa, tentu jumlahnya bisa jauh lebih banyak dibanding kapasitas lobang pantat.

Tapi pemerintah tentu saja tidak ingin memberikan kesan bahwa bagasi maskapai sipil sering digunakan sbg jalan masuk narkoba.

Ini sebabnya dibuat sandiwara penangkapan kurir narkoba "pantat". Atau si kurir memang sengaja dijebak untuk rating sinetron. Penjahat jalanan kelas teri memang biasa digunakan sbg kambing hitam.

Sementara mastermind atau penjahat kerah putihnya selalu lolos dan berada di atas hukum. Atau bahkan kebal thd hukum.



Tentu saja ini hanya satu potret tentang kemungkinan bagaimana pejabat dapat menyalah gunakan kewenangan demi suatu kepentingan/keuntungan.

Kita juga pernah dengar tentang Jusuf Kala sebagai raja pelabuhan. Economic hitman seperti Rizal Ramli dan Boediono.

Atau seperti demo rusuh sopir taxi yg diduga ditunggangi kepentingan Organda dan investor transportasi.

Dan masih banyak lagi potensi bentuk penyelewengan yg dapat dilakukan pihak otoritas. Termasuk aparat TNI, polri, kejaksaan, kehakiman, dinas industri, pajak, pendidikan, dst.

Atau proyek pengadaan infrastruktur seperti jembatan lintas selat, MRT, reklamasi, dan lain sebagainya.