Q : Gan di sini tempat kumpulnya Jessica Fan Base ya?
A : Bukan Gan, di sini kita ngomongin bukti – bukti yang ada di persidangan si Jess Gan yg sampai saat ini masih terus berlangsung.

Q : Ah bohong, buktinya isinya membela si Jess tuh, ngaku aja deeehh?
A : Jadi yang diomongin di sini kan bukti Gan, bukan asumsi, yang ternyata bukti2 yang hadir dipersidangan saat ini kenyataannya tidak cukup kuat untuk menyatakan bahwa si Jess lah pelakunya.

Q : Coba beberin dimari
A : Bukti dipersidangan, korban tidak diotopsi, saksi ahli sendiri mengakui. Sedangkan untuk mengetahui penyebab kematian seseorang standar operasional prosedurnya adalah dengan melakukan Otopsi, bukan Cuma ngambil sampel doank. Bagaimana mendakwa seseorang telah melakukan peracunan sedangkan penyebab kematiannya sendiri tidak dapat dipastikan?

Q : Apalagi yang aneh Gan
A : Saksi – saksi ahli yang memberikan keterangan tidak hanya berpendapat di bidang keahliannya yg sesuai dengan keilmuwannya saja, tapi juga menyatakan hal2 yang bersifat asumsi. Contoh, ahli toksikologi menyatakan keyakinannya kematian korban akibat sianida, padahal kapasitasnya adalah sebagai penerima sampel dan melakukan uji toksikologi di laboratorium serta memberikan laporan terhadap hasil temuannya, yang berhak menyatakan penyebab kematian adalah dokter forensik (itu pun bila dilakukan Otopsi). Kemudian, saksi digital forensik, saat menganalisis CCTV, sebaiknya sebatas menjelaskan, pada menit ini terjadi pergerakan ini itu, contohnya terdakwa melakukan garukan pada tangannya, mengenai kenapa terdakwa menggaruk itu bukan kapasitasnya lagi, tapi tetep dijawab yang arahnya ke sianida. Klo kenapa seseorang menggaruk itu cocoknya dijawab oleh ahli psikolog. Jadi di sini terjadi tumpang tindih kesaksian antara pendapat si ahli berdasarkan keilmuwannya dengan pendapat si ahli sebagai orang awam. Tapi kredit mari kita berikan kepada psikiater forensik Ibu Natalia yg tidak terpancing memberikan jawaban diluar bidang keilmuwannya .

Q : Tapi CCTV jelas kok si Jess narok racunnya
A : Si Jess memang melakukan pergerakan2, tapi tidak terlihat dia menuang sesuatu ke dalam kopi, itu fakta dan bisa sama2 kita lihat di CCTV yang burem itu. Sehingga yg timbul kebanyakan asumsi2 karena dari CCTVnya sendiri emg gak kelihatan. Apakah dengan menarok paper bag di atas meja artinya itu meracun orang? Apakah dengan menarok sedotan di gelas, orang itu sedang meracun org lain? Jadi semuanya itu bersifat asumsi2, karena telah terjadinya pembunuhan di sini, sehingga pergerakan seseorang dianggap mencurigakan. Asumsi ini bukan bukti. Seandainya orang yang tidak tahu menahu tentang kasus ini diperlihatkan rekaman CCTV, mungkin penilaiannya akan biasa2 aja alias tidak ada yg aneh.

Q : Kenapa CCTV yg sudah dibawa oleh saksi ahli digital forensik ditolak penasehat hukum Gan?
A : Karena data yg digunakan itu tidak berasal dari barang bukti yg dibawa ke dalam persidangan Gan, seharusnya JPU memasukkan data dari si ahli digital forensik sebagai barang bukti dari awal, bukan mendadak pas ada kesaksian ahli “tringggg” malah pake barang yg bukan dari barang bukti utk membuktikan sesuatu.

Q : Berarti bukan si Jess pelakunya Gan?
A : Ya blom tentu juga, bisa saja memang si Jess pelakunya, tp buktinya gak kuat. Dapat dilihat minimnya alat bukti kuat yg dibawa ke persidangan (sampai saat ini), kemungkinan karena dari awal penanganan kasus terlambat sekali. Contoh : TKP setelah kejadian masih tetap buka seperti biasanya, barang bukti yg mengamankan adalah pihak cafe, saat yg berwenang melakukan pengambilan barang2 bukti, sedotan justru terlupakan. Korban sempat dilakukan embalming (pengawetan jenazah) sebelum diperiksa, saat dilakukan pemeriksaan ternyata tidak diotopsi sehingga penyebab kematian tidak dapat dipastikan. Dan tidak diotopsi karena keluarga menolak, padahal yg berwenang klo emg yakin kematian tidak wajar akibat unsur kejahatan, bisa menggunakan Pasal 222 KUHP.

Q : Apa itu Pasal 222 KUHP Gan?
A : Pasal 222 KUHP : Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah.

Q : Cuma itu doank Gan?
A : Khusus utk pemeriksaan mayat, kewajiban otopsi, dan bagaimana klo keluarga tidak setuju sudah diatur dalam Instruksi Kapolri no 20 Tahun 1975

Q : Instruksi Kapolri no 20 Tahun 1975 apaan sih isinya?
A : Di sini akan diberitahukan poin2 yg berkaitan sama kasus ini saja ya, karena isinya ada 8 poin, yg berkaitan ada pada poin ke 3 dan poin ke 6.
3. Dalam hal seorang yang menderita luka tadi akhirnya meninggal dunia, maka harus segera mengajukan surat susulan untuk meminta Visum et Repertum. Dengan Visum et Repertum atas mayat, berarti mayat harus dibedah. Sama sekali tidak dibenarkan mengajukan permintaan Visum et Repertum atas mayat berdasarkan pemeriksaan luar saja.
6. Bila ada keluarga korban/mayat keberatanjika diadakan Visum et Repertum bedah mayat, maka adalah kewajiban petugas POLRI cq Pemeriksa untuk secara persuasif memberikan penjelasan perlu dan pentingnya autopsi, untuk kepentingan penyidikan, kalau perlu bahkan ditegakkannya pasal 222 KUHP.

Q : Ahhhh disini pasti tempat Fans Si Jess, si Jess banyak bohongnya gitu kok.
A : Klo dasarnya Cuma bohong, si H juga berbohong tapi “aman-aman” saja kan? Di BAP dia bilang dia mencicipi. Di persidangan saat ditanya penasehat Hukum dia bilang sampai menelan lewat tenggorokan. Di CCTV tidak terlihat dia mencicipi, tentu saja ini menjawab kenapa si H yg katanya mencicipi tapi tidak kenapa2 padahal korban meninggal dunia.
Sekali lagi di sini bukan fan base Jess, bila memang si Jess pelaku dan bukti2nya kuat, silahkan saja hukum mati, tp bila bukti2nya gak kuat, keadilan harus ditegakkan dunk.

Mengenai sianida dan yg berhubungan dgn ini, akan TS update lagi bila saksi ahli toksikologi berikutnya telah memberikan kesaksian pada 25 Agustus 2016. Tapi bagi yg mau analisis sendiri silahkan baca fakta2 ttg mekanisme dan metabolisme sianida di bawah

Karena pada tanggal 5 September 2016, akhirnya ada seorang ahli Forensic Pathology yang mengeluarkan kesimpulan seperti halnya kesimpulan yg juga wa udah ketahui dari awal. Dari awal wa udah ragu penyebab kematiannya gara2 sianida, data2nya bener2 gak cocok satu sama lainnya. Literatur jelas menyebutkan, klo sianida masuk dalam tubuh, apalagi lewat mulut, Itu sianida, sebagian diserap di lambung,sebagian menguap karena terkena asam lambung, dan sebagian diteruskan ke usus dan sampe ke hati melalui vena porta dan di hati sianida akan mengalami metabolisme dengan bantuan enzim Rhodanase dan sulfur, sehingga menjadi Thyosianat. Sehingga jika tidak ditemukan sianida pada pemeriksaan misalnya, namun ditemukan thyosianat, itu bukti bahwa memang ada sianida yang masuk dalam tubuh. Faktanya di kasus ini, Thyosianat tidak ditemukan, dan sianida ditemukan cuma di lambung, jumlahnya hanya 0,2 mg/L. Hal ini sangat jelas, artinya TIDAK ADA SIANIDA YANG MASUK DALAM TUBUH SAAT KORBAN HIDUP, sehingga demikian, sianida yang ditemukan pada lambung yang cuma 0,2 mg/L itu adalah sianida dari proses post mortem. Korban sudah diformalin? Prof BS sendiri, ahli forensik sebelumnya menjelaskan, 'pada embalming, formalin hanya sampai ke dinding2 lambung, tidak sampai ke bagian tengah lambung', sehingga proses post mortem masih berjalan. Mengenai fakta kenapa di kopi es vietnam mengandung sianida hehehehe... Sayangnya wa bukan pihak yang berwenang menjawab ini, tapi wa sampaikan satu pesan penting yg harus direnungkan When you have eliminated the impossible, whatever remains, however improbable, must be the truth