Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nouvalkurniawanAvatar border
TS
nouvalkurniawan
Negeri Aneh , Ada yang Sewot Kalo Pertamina Untung

Negeri Aneh , Ada yang Sewot Kalo Pertamina Untung

Negeri bernama Indonesia dengan masyarakatnya yang abrakadabra ini memang aneh gan... ada perusahaan untung punya laba dan tidak merugi, tetapi dipermasalahkan gan... aneh kan?????

Tapi kan kalo rugi, dihujat setengah mati... dinanggap boros, banyak mafia... bodoh dan lain... aneh kan gan??? memang aneh tuh negeri Indonesia itu.

apalagi kalau ngliat ulah para pengamatnya, lebih ngebosenin lagi... mereka itu mulitnya bisa dibeli. bisa digunakan bahkan bisa diberdayakan... asal berani bayar... maka bisa saja yang membayar itu mengatur seenak hartinya sendiri...

Mulut mereka itu punya harganya...
contohnya, dalam kasus Pertamina untung... eh banyak pihak menyebut Pertamina ini cara laba tinggi dengan menyengsarakan rakyat... padahal Pertamina untung karena harga minyak dunia turun. dan efisiensi yang dilakukan...
ya kan wajar saja... kalo sebagai negeri importir minyak... maka bisa mengambil untung perusahaan minyak saat harga minyak dunia turun...
namun di Indonesia yang kayak gitu justru disumpahin...
justru dianggap tidak pro rakyat... padahal rakyatnya gak teriak-, gak protes, justru adem ayem.. malah rakyat Indonesia skrg lebih stress kalo harga minya kayak premium sama solar turun.... soalnya kalo harga itu kembali normal, alias naik dikit dari yang turun tadi, harga angkutan langsung aja naik.. berlagak bodo gak tahu diri...

Nah negeri yang kayak begini mentalnya harus dibenerin... semoga kalian yang tinggal di Indonesia mulai paham soal yang satu ini ya gan....

Negeri Aneh , Ada yang Sewot Kalo Pertamina Untung


Aneh, Pertamina Raih Untung Kok Malah Dipersoalkan

Sofyano Zakaria, apresiasi keuntungan Pertamina karena efisiensi perusahaan.
Fluktuasi harganya minyak dunia telah membuat perubahan sigfinikan terhadap harga bahan bakar minyak (BBM) produksi PT Pertamina (Persero). Tak hanya BBM Non subsidi seperti Pertamax, dan Pertalite saja yang mengalami perubahan. Bahkan BBM penugasan seperti Premium pun mengalami perubahan signifikan.

Sepanjang tahun 2016, Pertamina bahkan sudah menyesuaikan harga BBM khususnya premium dan solar. Namun dari perubahan harga tersebut, Pertamina masih memiliki margin keuntungan, khususnys untuk Premium.

Hal ini sempat membuat Pertamina meraup untung yang signifikan, bahkan menurut beberapa sumber mencapai 8 triliun rupiah. Menurut pengamat kebijakan energi dan Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria, hal itu dinilai wajar. Ia justru menyoal sikap pihak tertentu yang mempersalahkan keuntungan yang diperoleh PT Pertamina. Sofyano mengatakan, sangat tidak tepat jika dikatakan laba yang dikantongi BUMN energi itu karena memanfaatkan penyaluran BBM bersubsidi.

“Menilai keuntungan Pertamina harusnya berdasarkan data yang akurat yang setidaknya bisa digali dari rilis-rilis yang sudah resmi dipublikasikan oleh Pertamina,” kata Sofyano, Senin (27/9/2016).

Sofyano Zakaria, menilai efisiensi yang dilakukan Pertamina membuat BUMN energi ini untung besar.
Sofyano Zakaria, menilai efisiensi yang dilakukan Pertamina membuat BUMN energi ini untung besar.
Pada 2015, solar PSO Petamina bisa dikatakan memang untung Rp 3,19 triiliun, tapi untuk penjualan minyak tanah ternyata rugi sekitar Rp 900 miliar. Bahkan, penjualan premium dari penugasan, Pertamina berpotensi merugi sekitar Rp 5,9 triliun. Belum lagi, premium untuk Jamali (Jawa, Madura, dan Bali) yang aturannya BBM umum. Namun faktanya harga jual Pertamina dipatok tidak boleh berbeda lebih dari Rp 100 per liter dengan harga BBM penugasan pemerintah.

“Karena itu SPBU asing dan swasta tidak akan pernah mau menjual premium. Jadi ini bukan karena monopoli BUMN, tetapi swasta dan asing itu sendiri yang tidak mau rugi, demi menyalurkan premium,” ungkap Sofyano.

Nah, jika dihitung berdasarkan rilis yang pernah dipublikasikan Pertamina, maka secara total, PSP dan penjualan BBM penugasan pemerintah, Pertamina dipastikan rugi lebih dari USD 300 juta.

Sofyano mengemukakan, semester I 2016, sesuai kebijakan, BBM PSO memang ‘dibuat’ untung, karena terkait keinginan pemerintah ingin mendapatkan bantalan dana agar ketika harga minyak dunia naik, harga BBM PSO dan penugasan tidak naik. Sekali lagi perlu ditegaskan hal itu adalah kebijakan pemerintah, bukan Pertamina.

“Memang benar ada keuntungan, namun perlu diingat bahwa keuntungan itu belum termasuk pembebanan overhead kantor pusat, impairment, interest, dan tax, sehingga keuntungannya jika kita hitung tidak lebih dari USD 300 juta,” papar Sofyano. Dana keuntungan ini secara korporasi terkait juga untuk menutup kerugian Pertamina akibat tidak naiknya harga jual BBM hingga September 2016.

“Akibat kenaikan harga minyak dunia, dengan harga jual solar yang ditetapkan, Pertamina sudah rugi mulai Juli 2016 dan saat ini dengan harga minyak dunia yang fluktuatif diperkirakan kerugian Pertamina sudah mencapai Rp650 per liter,” tutur Sofyano.

Ia menambahkan, keuntungan Pertamina tak lain karena kerja keras dibarengi efisiensi serta inovasi produk-produk baru nonsubsidi. Hanya sayang, kerja keras dalam hal efisiensi itu tak dianggap sama sekali. Sebaliknya banyak pengamat seperti Faisal Basri justru menuding keuntungan besar Pertamina itu disebabkan BUMN energi ini menjual premium dengan harga yang jauh lebih tinggi dari pasaran.

Logika umum saja, jika Premium dianggap menguntungkan, maka sewajarnya SPBU asing mau menjual Premium untuk bersaing dengan Pertamina. Namun kenyataannya, hingga kini tak ada SPBU asing yang berani menjual premium. emoticon-Repost (S)
0
2.5K
34
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread84.2KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.