f41lureAvatar border
TS
f41lure
Black Campaign di Medsos saat Pilkada Bakal Masuk Bui
http://metro.news.viva.co.id/news/read/822714-black-campaign-di-medsos-saat-pilkada-bakal-masuk-bui

Polisi sudah deteksi dini dengan melakukan patroli cyber crime.

VIVA.co.id – Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilgub) DKI Jakarta, polisi akan melakukan patroli Cyber. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya kampanye hitam (black campaign) jelang Pilkada. Jika ditemukan ada akun yang sengaja menyudutkan para calon, maka bakal masuk bui.

"Terkait di dunia maya, tentu Cyber Crime 1x24 jam akan patroli. Humas juga kita punya tim medsos akan melakukan deteksi dini terkait dengan maraknya black campaign kemudian yang berbau SARA," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono, kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jumat, 16 September 2016.

Dia mencontohkan, dalam beberapa kasus sudah melakukan pencegahan. Salah satunya kasus penganiayaan di Transjakarta yang menyebut kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Kami juga selalu mengantisipasi. Selalu respons beberapa kasus, terakhir ada kejadian pemukulan di Transjakarta itu juga kita segera respons. Kita enggak mau ini mengembang jadi masalah krusial dan SARA," ucapnya.

Terkait pendaftaran Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 21-23 September 2016. Pihaknya sudah menggelar Operasi Mata Praja 2017.

"Sejak 19 September kemarin kita sudah menggelar Operasi Mata Praja 2017. Polda Metro Jaya sudah mengagendakan rangkaian kegiatan Pilkada DKI Jakarta. Pemilihan Gubernur ini sudah sesuai agenda yang kita mapping dan kita rencanakan operasinya. Kita sudah siapkan personel seperti tanggal 21-23 September ada pendaftaran calon partai akan kita lakukan pengamanan. Kita rapat koordinasi, deteksi dini kita harap enggak terjadi apa-apa," ujarnya.

http://www.qureta.com/post/jangan-biarkan-sara-menang-di-jakarta

Jangan Biarkan SARA Menang di Jakarta!


SARA ( suku, agama, ras dan antar golongan), mahluk yang satu ini masih menjadi momok dan selalu menghantui kehidupan berbangsa dan bernegara kita meskipun sudah 71 tahun merdeka. Makin panas, jejak SARA yang semakin menampakkan dirinya di ibukota NKRI menjelang perhelatan Pilkada 2017, yang mana tahapannya sudah berjalan.

Pilkada kali ini memang begitu rumit, karena pertarungan bukan hanya antar bakal calon yang akan maju serta para pendukungnya. Ada lawan yang tak berwujud, namun sangat kuat, dan membuat suasana makin memanas yakni 'SARA' .

Seperti pada pilkada tahun 2012, isu SARA kembali dimainkan. Ketika itu Ahok tertolong dan bisa lolos, bahkan berhasil mengalahkan SARA, karena waktu itu ia maju sebagai wagub mendampingi Pak Jokowi, yang saat ini telah menjadi Presiden RI. Saat itu, Pak Jokowi tampil paling depan menghadang SARA yang tak henti-hentinya mengincar dan membidik Ahok.

Akan tetapi, sekarang situasinya berbeda. Ahok selaku petahana yang akan maju menjadi nomor satu, tidak lagi bisa berharap seperti di 2012. Tidak ada lagi Pak Jokowi yang bisa melindunginya. Demikian juga dengan cawagub yang akan mendampinginya, dipastikan tidak akan mampu melindungi Ahok dari serangan dahsyat SARA, seperti ketika ia lolos di 2012. Ia harus berjuang sendirian menangkis dan mematahkan dua mata pisau SARA yang diayunkan untuk merobohkannya, yakni etnis dan agama.

Sekarang ini, makin jelas terlihat eskalasi isu SARA yang digunakan untuk menyerang Ahok. Hal ini juga sudah dimulai jauh sebelum Ahok menjadi calon; bagaimana supaya Ahok tidak bisa tampil dalam kontestasi Pilgub 2017 melalui jerat hukum; walau akhirnya, semua upaya tersebut gagal. APBD Siluman, Sumber Waras, Reklamasi, hingga penggusuran tidak bisa lepas dan tidak bisa tidak selalu ditumpangi SARA.

Persoalan tambah rumit ketika politisi yang tidak menghendaki Ahok, berkimpoi dengan SARA. Kemunculan Forum RT RW DKI Jakarta yang mengkampanyekan agar tidak memilih Ahok dengan sentimen SARA. Demikian juga Bamus Betawi yang ikut-ikutan main SARA. Hingga video mahasiswa Universitas Indonesia dan UNJ yang menyerukan tolak Ahok karena kafir. Dan yang teranyar, Amien Rais terpaksa 'jalan kaki' ke Jakarta untuk ceramah Idul Adha yang sempat menjadi sorotan.

Semuanya itu merupakan wujud nyata perkimpoian politik dengan SARA guna menjungkalkan Ahok. Belum lagi seruan dan aksi ormas-ormas dadakan yang berbau SARA, seakan tidak ada habisnya bergantian membidik dan menyerang Ahok.

Mengapa harus SARA?

Berkaca pada Pilkada DKI tahun 2012, politisi dan "kaum agama" melihat, bahwa saat ini Ahok tidak ada lagi yang melindungi dari isu SARA. Jika di 2012 masih ada Pak Jokowi yang begitu kuat, maka saat ini Ahok nyaris tanpa tameng dalam menghadapi isu SARA. Sangat kecil kemungkinan bisa menjungkalkan Ahok dengan mengusung politisi atau agamawan, sekalipun itu bertarung head to head melawan Ahok di arena Pilgub.

Bukan berarti bahwa Ahok sudah sempurna dalam memimpin ibukota. Ada banyak hal yang bisa dikritisi atas kebijakan dan kepemimpinan Ahok. Namun seakan hal itu tidak meyakinkan untuk menjadi sorotan. Bahkan, ketika hal-hal itu disuarakan, mereka yang hendak menyerang Ahok selalu terjebak dan memboncenginya dengan SARA serta personal dislike terhadap Ahok.

Dan memang juga, terlalu sulit menyembunyikan dan mendustakan banyak hal yang sudah dilakukan oleh Ahok sejak menjadi Gubernur DKI. Walau sekalipun hal itu dilakukan dengan fitnah. Justru, satu demi satu mereka yang sebelumnya begitu gencar melakukan perlawanan dan penolakan terhadap Ahok kini tersandung. Sebut saja Sanusi, bahkan tidak tertutup kemungkinan akan disusul oleh beberapa orang rekannya yang selama ini bersuara lantang menentang Ahok.

Rentetan persidangan suap reklamasi setidaknya menyadarkan kita bahwa Ahok hanyalah korban dari skenario fitnah yang justru dilakukan oleh mereka-mereka yang menghembuskannya. Ahok adalah gubernur Podomoro, Ahok gubernur Pengembang, Ahok membela pengusaha dan pemodal, dan entah apa lagi. Namun fakta-fakta di persidangan membuktikan lain.

Bahkan sulit dipercaya, hingga saat ini fakta-fakta persidangan menunjukkan bahwa Ahok ternyata 'sangat bersih', tanpa ada sedikitpun motivasi tersembunyi. Justru M Taufik, Prasetyo Edi Marsudi, dan rekan-rekannya seringkali kelabakan guna mengklarifkasi pembicaraan dan pertemuan mereka dengan pengembang yang terekam oleh KPK.

Dari jauh bisa tercium aroma kongkalikong disana untuk kepentingan kedua belah pihak. Dan mereka masih bisa menghembuskan isu bahwa Ahok merupakan gubernur Pengembang, Berpihak kepada pemodal dan pengusaha. Sungguh mengherankan!

Inilah yang menjadi biang kerok persoalan. Politisi tidak mampu melawan hegemoni Ahok terutama soal anggaran. Ada masalah serius bagi politisi dengan kepemimpinan Ahok yakni mereka tidak lagi dilibatkan untuk menyerap anggaran. Padahal, untuk urusan ini merekalah jagonya. Demikian juga dengan masalah dendam dan ketersinggungan politik oleh ulah Ahok yang sempat membuat petinggi partai politik resah, turut menjadi pemicu.

Akhirnya, politisi melihat celah untuk mengebiri kapabilitas dan elektabilitas Ahok dengan membawanya ke lembah SARA. Kaum SARA juga menyambut ajakan politisi dengan tangan lebar terbuka, mengingat kerisauan dan kecemburuan kelompok akibat keberhasilan seorang Ahok menjadi pemimpin di ibukota.

Lalu, apakah kita akan membiarkan Ahok sendirian?

Sebagai ibukota NKRI, Jakarta merupakan barometer kehidupan kita dalam berbangsa. Jakarta bukan saja milik warga DKI tetapi milik kita semua. Kita semua memiliki kepentingan dengan Jakarta sebagai ibukota negara. Oleh sebab itu, jangan beranggapan bahwa masalah Jakarta hanya merupakan masalah warga Jakarta. Tidak! Ini masalah kita bersama.

Jika kita membiarkan SARA menang di Jakarta, maka tidak tertutup kemungkinan hal yang sama terjadi dengan daerah lain. Tentu, kita tidak harus beramai-ramai pindah ke Jakarta guna menolak SARA, namun mari suarakan dimanapun, darimanapun, dengan apapun, bahwa kita menolak SARA.

SARA yang dieksploitasi tentunya, untuk kepentingan kelompok maupun golongannya yang menggunakan isu SARA untuk mencapai tujuannya. Jika Jakarta bisa lolos dari isu SARA, kita bisa optimis, ke depan Indonesia akan menjadi lebih baik. Kalau Jakarta gagal, kita tidak tahu akan seperti apa, dan sangat mungkin ada eskalasi yang lebih buruk dan sangat bisa menyebar.

Indonesia sudah 71 tahun, sudah tidak muda lagi, bahkan sudah terlalu tua untuk sekedar merdeka dari eksploitasi SARA.

Saatnya bersama-sama mengalahkan SARA, SARA yang dieksploitasi, SARA yang dipolitisasi demi kepentingan pribadi, kelompok, namun menghancurkan kebersamaan, merusak kebhinnekaan. Kita pasti bisa menang melawan SARA.

Jangan biarkan Ahok sendirian! Jangan biarkan SARA menang!
emoticon-I Love Indonesia
0
5.1K
79
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.9KThread40.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.